Berita
GP Ansor Bogor: Tebar Racun Intoleransi, ANNAS Langgar Konstitusi
Dalam riset kota toleran di seluruh Indonesia yang diadakan oleh SETARA Institute tahun 2015 ini, Bogor mendapat kabar duka. Dari 94 kota di Indonesia, Bogor menduduki posisi terbawah kota toleran. Artinya, Bogor mendapat gelar kota paling intoleran se-Indonesia.
Predikat ini tentu menyakiti hati warga kota Bogor karena kota yang dulunya dikenal sebagai Kota Hujan, sekarang justru terkenal sebagai Kota Paling Intoleran.
Keprihatinan (bahkan kegeraman) serupa terungkap dalam wawancara ABI Press dengan Rachman Imron Hidayat, Ketua PC GP Ansor kota Bogor.
Bagaimana pendapat Anda sebagai warga kota Bogor, atas ‘prestasi’ Bogor menjadi kota paling intoleran se-Indonesia dalam riset SETARA Institute?
“O iya, hasil survei SETARA Institute itu? Tentu saja kita merasa malu Bogor menjadi kota paling intoleran se-Indonesia. Jujur saja saya merasa terhina sekali. Selama ini kota Bogor dikenal sebagai Kota Hujan, kok sekarang berubah jadi kota paling intoleran? Padahal di kota Bogor masih banyak orang yang moderat. Selama ini kelompok intoleran itu cuma segelintir orang saja. Tapi memang mereka sangat massif bergeraknya di media sosial dan di media lain.”
“Apalagi, dalam beberapa kampanye yang disebar itu klaim mereka mencatut nama kiai-kiai NU. Itu klaim mereka. Padahal mereka tak ada surat resmi, tapi mereka sudah sebar di medsos pake simbol NU. Nah ini yang sedang kita telusuri, sudah beberapa kiai konfirmasi bahwa namanya telah dicatut ANNAS, misalnya. Kelompok intoleran yang melakukan provokasi kebencian pada Syiah. Kita menolak deklarasi ANNAS diadakan di Bogor ini. Karena itu kita temui Wali Kota Bogor agar acara ini tidak diselenggarakan.”
Kenapa GP Ansor Bogor menolak deklarasi ANNAS?
“Kita menolak deklarasi ANNAS ini karena kalau dibiarkan ANNAS akan menimbulkan konflik horizontal sesama umat Islam. Dan jelas melanggar konstitusi kita. Dan agama pun melarang dengan sangat jelas. Islam itu cinta damai, artinya bahwa ini kita tidak setuju dari kelompok-kelompok ini nantinya akan jadi radikal. Artinya kelompok ini sudah mengganggu NKRI. Karena itulah kita melakukan protes karena jelas sudah mengganggu NKRI, khususnya Bogor. Tujuan kita adalah menegakkan konstitusi, UUD 45. Selama ada yang ingin mengganggu umat Islam, di situ GP Ansor akan hadir.”
“Saya sudah komunikasi dengan Wali Kota Bogor. Dan akhirnya Bima Arya tidak setuju deklarasi anti-Syiah itu dilaksanakan. Karena mereka mengambil simbol kota Bogor. Kita juga datang ke Kepolisian, untuk tidak mengizinkan mereka untuk adakan acara itu. Selama mereka ada di Bogor, saya tak segan-segan kerahkan Banser untuk halangi mereka.”
Dalam pandangan GP Ansor, apa bahaya gerakan intoleransi seperti ANNAS ini?
“Bahayanya, intoleransi itu bibit terorisme. Intoleransi ini lahir pada pemahaman radikal. Karena memang dasar dari mereka ingin mengubah negara ini. Artinya bahwa ini hanya batu loncatan saja pake isu ‘anti-Syiah’. Padahal tujuan mereka ingin menguasai lini-lini pemerintahan. Targetnya itu ya ada perang saudara. Nah ini yang kita cegah. Karena memang doktrin mereka itu yang paling bener mereka, yang lain salah dan masuk neraka.”
“Dan ini harus dilawan. Ini pemahaman yang salah dan harus kita lawan. Sudah kita ajak mereka bicara, dialog. Tapi mereka tetap keras. Ini kan berbahaya bagi kesatuan bangsa. Nah, kalau sudah begini caranya, ya sudah, memang tak bisa diajak dialog dan tetap dengan pendapatnya, ya kita (anggap mereka) siap berhadapan dengan Banser.”
Kelompok intoleran yang mengkafirkan Syiah ini, ternyata juga adalah kelompok yang sama yang juga menyesat-bid’ahkan NU. Apa tanggapan Anda?
“Betul, itu. Memang ternyata mereka orang yang sama. Jadi, dulu strategi mereka (kelompok takfiri) adalah menyerang NU langsung terang benderang, dengan anti maulid, anti tawasul, anti ziarah kubur. Mereka membid’ahkan semua, menyesatkan semua amaliah yang NU lakukan. Nah, tapi ini, beberapa tahun ini mereka tidak laku, bahkan mereka ditolak orang. Nah, sekarang, mereka mengganti strategi dengan isu Syiah. Ini hampir sama. Mirip.”
“Targetnya memang sama, ya kita. Tapi mengalihkan dulu ke isu Syiah. Padahal Syiah itu ada yang moderat, ada yang garis keras. Bahkan ada kelompok Syiah yang memang ajarannya hampir sama dengan NU, entah shalawat, maulid, tahlil, ziarah, itu pun bagian dari yang dilakukan kiai NU, mahabbah kepada Nabi, kepada Sahabat Nabi, para ulama. Itu semua bagian dari amalan ulama NU.”
“Artinya, kita memang sudah mendeteksi ini adalah pengalihan isu mereka. Strategi mereka biar kiai-kiai NU yang kultural ini mendukung mereka. Supaya bergabung dengan gerakan mereka membasmi Syiah. Padahal strategi mereka doang. Yang tak bisa kita pungkiri, kan ada beberapa kiai NU kultur ini kan terjebak isu ini. Tidak tahu tujuan mereka. Sudah kita deteksi beberapa kiai, lalu kita temui mereka, kita diskusi. Dan akhirnya para kiai mulai sadar, bahwa mereka cuma dimanfaatkan, o gitu ya? Isinya orang-orang (penyesat dan pembid’ah NU) itu? Jadi kiai mau dibawa-bawa. Ada orang NU, Muhammadiyah yang terjebak pada isu Sunni-Syiah.”
Bagaimana dengan pencatutan beberapa nama kiai NU dan simbol NU yang diklaim mendukung mereka?
“Nah ini yang coba kita turun ke sejumlah kiai, kita beri masukan. Agar tidak terjebak. Karena memang beberapa nama kiai ini dicatut mereka, diklaim mereka. Lalu disebar di media sosial. Nah ini yang kurang ajar seperti ini. Padahal mereka kecil, mereka cuma segelintir orang, sombongnya minta ampun. Gimana kalau mereka besar? (Kita) Bisa dibunuhi mereka bukan?”
Terakhir, apa pesan atau seruan GP Ansor bagi warga kota Bogor, secara khusus bagi warga Nahdliyin Bogor?
“GP Ansor menyerukan kepada masyarakat kota Bogor khususnya, bahwa penyebar kebencian oleh kelompok seperti ANNAS itu sangat bertentangan dengan konstitusi, maka dari itu, mari kita bersama-sama menolak adanya deklarasi ANNAS tersebut. Dan menolak semua gerakan yang intoleran.”
“Sudah saatnya menegaskan bahwa kita malu, kita dicap kota intoleran se-Indonesia. Kelompok-kelompok ini songong kesannya, membuat keresahan di masyarakat. Padahal kota Bogor itu kota aman damai, kok. Ini Sunda, Sunda kan gak gitu. Mereka (kelompok intoleran) orang luar kota Bogor, bukan asli kota Bogor. Kalau orang asli kota Bogor itu gak gitu. Gak suka bikin rusuh.” (Muhammad/Yudhi)