Berita
Formula Guru Atasi Bullying di Sekolah
Peristiwa bullying sering sekali dialami oleh seseorang di berbagai tempat. Praktik bullying merupakan jenis interaksi yang dapat membuat munculnya rasa tidak senang dalam diri seseorang. Bisa jadi karena munculnya rasa takut, malu, dan rendah diri (minder).
Tindakan bulliying dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Kadang dengan kekerasan fisik seperti pemukulan, pengeroyokan, dan bisa juga terjadi dengan kekerasan verbal seperti pengancaman, ejekan, dan bentuk perendahan martabat lainnya. Seorang karyawan bisa saja merasa tidak tenang bekerja di kantor atau tempat kerjanya lantaran perlakuan semacam itu. Bullying yang paling soft adalah mengucilan atau alienasi. Semua jenis bullying itu akan menempatkan korbannya pada keterasingan atau ketersisihan dan bisa saja justru mengalami gangguan kejiwaan dan rendahnya prestasi. Korban bullying biasanya menyendiri dan kurang berteman. Mereka tidak percaya diri.
Bagaimana kalau itu terjadi pada anak kecil, atau anak usia sekolah? Tentu dapat dibayangkan betapa anak-anak akan mengalami trauma dan kurangnya gairah untuk mengikuti pelajaran.
Bullying yang terjadi di sekolah sudah lama dikeluhkan. Berbagai seminar telah dilakukan untuk memecahkan masalah yang timbul akibat praktik bullying.
Pihak yang paling berperan untuk mengatasi bullying, sekali lagi, adalah guru. Guru harus memahami akar bullying yang terjadi di sekolahnya atau yang menimpa muridnya, cara menanganinya, dan pengendalian iklim belajar untuk mencegah terjadinya bullying.
Bullying di sekolah sering dilakukan oleh murid terhadap murid lainnya. Bully dalam bentuk kekerasan biasanya dipicu oleh sikap agresif seorang anak. Agresivitas kemudian membuat anak-anak ini bertindak opesif (menyerang) rekan lainnya yang terlihat lemah. Kelemahan murid biasanya disebabkan beberapa faktor seperti; kurangnya prestasi, cacat fisik, maupun tingkat perekonomian orangbtuanya yang tergolong lemah.
Bully karena kurangnya prestasi dapat diatasi oleh seorang guru dengan mengembangkan penilaian tidak hanya pada aspek akademik namun juga nonakademik. Mengenali kemampuan tiap murid akan membantu guru untuk menumbuhkan rasa percaya diri seorang murid. Mungkin murid itu tak pandai matematika atau pelajaran lainnya, namun bisa menyanyi atau cakap dalam cabang olah raga tertentu. Ia bisa diangkat sesuai dengan kecakaannya sehingga merasa memiliki posisi istimewa yangbtak dimiliki oleh rekannya yang lain.
Bully karena cacat fisik atau performa tubuh dapat diatasi dengan selalu menanamkan rasa setia kawan dan kepedulian serta sikap saling menghargai. Guru dapat berkreasi memperlihatkan film-film yang menggambarkan perlunya saling menghargai berbagai kekurangan serta membelajarkan kesederajatan. Hal ini juga berlaku pada bully karena faktor status sosial seperti kedudukan keluarga tertentu dilihat dari segi ekonomi, kebangsawanan, pangkat dan jabatan, tingkat pendidikan orang tua dan sebagainya.
Walhasil, guru amat berperan. Guru harus menjadikan persoalan ini sebagai perhatian paling penting dengan menyisakan waktu untuk mempelajari keadaan muridnya baik di sekolah maupun di lingkungannya. Dengan demikian, guru dapat memberi terapi.
Guru bertanggung jawab mencegah dan menangani perkara ini. Jangan sampai yang terjadi adalah sebaliknya; guru merendahkan dengan menghardik, melabelkan predikat kurang bagus, misalnya sebutan dan panggilan bernada ejekan dan sebagainya, meskipun hanya dalam konteks bercanda.
Memberikan pujian adalah bentuk lain motivasi yang dapat mengurangi peluang bullying. Dalam teori pendidikan dinamakan reinforcement. Ia adalah semacam umpan balik sari guru seperti mengacungkan jempol dan menyatakan bagus sebagai sebuah pujian yang dapat didengarkan oleh rekan-rekan sekelasnya. Kebiasaan ini dapat diberlakukan secara merata terhadap semua murid di kelas sehingga tidak hanya satu orang yang merasakan sebagai siswa yang patut mendapat penghargaan. (Abu Mufadhdhal/Abi)