Ikuti Kami Di Medsos

Dunia Islam

Tradisi Nyadran Sambut Ramadhan

Nyadranan

PemakamanMenjelang bulan puasa, kaum Muslimin di Indonesia memiliki berbagai aktivitas khas yang biasanya jarang mereka lakukan secara serentak pada bulan-bulan yang lain. Tak hanya di desa, di kota-kota besar pun kegiatan semacam itu juga lazim dilakukan. Berbagai kegiatan khas yang tak dijumpai di negara-negara lain, kecuali negeri jiran yang tergolong serumpun itu di antaranya berupa bakti sosial, acara doa bersama, membersihkan masjid, dan satu lagi kegiatan tergolong unik saat sebagian besar warga masyarakat beramai-ramai memenuhi tempat-tempat pemakaman umum (TPU) untuk melakukan ziarah kubur. Tradisi massal menjelang Ramadhan inilah yang lebih dikenal sebagai prosesi nyekar atau nyadran.

Pemandangan semacam itulah yang ABI Press saksikan saat datang ke lokasi TPU Jeruk Purut, Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (26/6) lalu. Suasana di area pemakaman itu sudah tampak ramai ketika masing-masing warga  berziarah ke makam leluhurnya dengan mengajak seluruh anggota keluarga mereka, tak ketinggalan juga anak-anak yang masih kecil.
 
Penjaga TPU Jeruk Purut, Atin Supriatin (46), mengatakan bahwa ziarah kubur dengan prosesi tabur bunga ini sudah menjadi adat turun-temurun sejak jaman dulu di negeri kita. Tradisi itulah yang di luar bulan puasa disebut  nyekar,  namun menjelang Ramadhan lebih dikenal dengan  nyadran. 

“Biasanya, seminggu sebelum puasa dan beberapa hari sebelum atau setelah lebaran,” ujar Atin, yang sudah sejak tahun 1982 menjadi penjaga pemakaman itu, menyebut waktu-waktu khusus ketika makam ramai pengunjung. Pada momen-momen khusus itulah biasanya akan ada ratusan orang memadati tempat-tempat pemakaman umum, seperti halnya TPU Jeruk Purut, dari pukul 8 pagi hingga maghrib menjelang.  
 
“Ziarah itu ya semacam perhatian kita yang masih hidup ini kepada keluarga yang sudah almarhum lah. Paling tidak ya tanggung jawab ngurus atau ngerawat makam dan ziarah ke mereka,” tambah Atin. 

Ditanya bukankah ada sebagian kalangan yang  menganggap ziarah kubur dilarang, Atin menyebut hanya orang tak berakal saja yang akan melarang dan mengharamkan ziarah kubur. “Coba aja dipikir. Kalau tidak untuk diziarahi, ngapain  kita repot-repot nguburin, lalu ngasi nama di batu nisan itu semua. Ya, nggak?” tanya dia. 
 
Kepada salah seorang peziarah kami tanyakan kenapa hanya menjelang Ramadhan saja makam-makam ramai diziarahi, tapi saat sudah masuk bulan puasa apalagi di luar bulan puasa malah kembali sepi? 

“Sebenernya  sih  lebih baik lagi kalo bisa tiap hari ya. Mungkin karena pas mau masuk puasa orang pada taunya kalau yang mati itu terlepas dari siksa, makanya kita ramai-ramai ziarahi,” jawab Fuad Assegaf yang bersama kedua saudaranya datang menziarahi makam sang ibunda. 

Selain mendoakan ahli kubur, kata Fuad, salah satu tujuan ziarah adalah untuk mengingatkan kita yang masih hidup bahwa kelak kita juga akan bernasib sama, akan meninggal juga seperti mereka jika waktunya sudah tiba. 

Alih-alih melarang dan mengharamkan, menilik sisi positif dan manfaat nyadran sebagaimana yang diungkapkan Fuad, tak ada salahnya bila tradisi  yang sudah berjalan sejak lama ini mesti terus dipertahankan di tengah masyarakat kita, khususnya di kalangan umat Islam Indonesia. (Fuad/Yudhi)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *