Dunia Islam
Perang Budaya Kaum Penjajah Terhadap Dunia Islam, Mendistorsi dan Memutarbalikan Sejarah Islam
Barat dan dunia Masehi, setelah kurun abad pertengahan, telah melakukan serangan propaganda yang luas dan mendiskreditkan pribadi Nabi mulia saw. Musuh-musuh Islam itu telah mengetahui bahwa salah satu cara menyerang Islam adalah dengan menyerang pribadi Nabi saw dan mencemarkan nama baiknya. Mereka mengerahkan segala upaya untuk itu. Upaya keras musuh-musuh Islam itu masih terus berlanjut, bahkan sampai detik ini; menyerang pribadi Nabi saw dan berusaha semampunya menghapus nama beliau dari muka bumi, tentunya dengan cara-cara yang berbeda.
Sekarang, seandainya orang banyak (non-muslim) ditakdirkan mengenal pribadi Nabi Islam saw, sebagaimana dikenal kaum muslim, atau bahkan lebih sedikit dari itu, niscaya mereka akan tertarik pada agama Islam dan nilai-nilai spiritualnya. Bahkan, cukuplah ketertarikan pada agama Islam ini lewat penyinaran yang segera dari cahaya pribadi Rasulullah saw dalam hati mereka.
Sungguh, Anda sekalian menyaksikan akhir-akhir ini kekuatan internasional yang congkak lagi sewenang-wenang bermaksud menghadapi pertumbuhan spiritual yang berkembang pesat dalam Islam yang terjadi berkat Revolusi Islam; yaitu dengan cara membayar salah satu kaki tangannya untuk mendiskreditkan pribadi Rasul yang mulia saw. Buah kejahatan itu adalah munculnya buku setan (Ayat-Ayat Setan, yang ditulis Salman Rushdi -red) yang dikarang dengan perintah setan-setan kekuatan pemuja dunia.
Sudah semestinya posisi orang-orang Islam di dunia sangat pasti, dan yang terdepan di antaranya adalah posisi pemimpin kebangkitan, Imam almarhum (Ayatullah al-‘Uzhma Ruhullah Khomeini rahimahullah) yang telah mengeluarkan fatwa wajib dibunuhnya penulis buku tersebut.
Penjajah sejak awal kekuasaannya bertujuan mendiskreditkan masa lalu umat Islam dan merusak nama baiknya demi memutuskan umat ini dari masa lalunya. Tujuan penjajahan adalah menguasai kekayaan material dan kemanusiaan negeri-negeri Islam serta mengatur masa depan umat Islam, baik langsung maupun tidak. Demi merealisasikan tujuannya, sudah pasti mereka (penjajah) berupaya keras mengalahkan bangsa-bangsa Islam dalam hal kepribadiannya. Dan paling mendasar dari semua itu, merekaberupaya memutuskan secara total umat Islam dari masa lalunya.
Itulah misi mereka (para penjajah) yang senantiasa diupayakan sejak masa awal penjajahan, dan misi itu pula yang senantiasa menyertai mereka setelahnya. Proses pemisahan dan pemutusan hubungan suatu bangsa dengan masa lalunya, dapat terlaksana dengan mendorong bangsa itu melepaskan dirinya dari kebudayaan dan akhlak masa lalunya. Semua itu mereka (penjajah) lakukan agar negeri-negeri jajahannya mau menerima kebudayaan mereka (Barat). Tipu daya mereka berjalan mulus di negara-negara yang berada di bawah kekuasaan pemerintahan yang sewenang-wenang (diktator) di Dunia Islam. Serangan budaya Barat itu datang bertubi-tubi di negara-negara Islam. Mereka menyebarluarkan pemikiran kolonial dan kebudayaannya di tengah bangsa-bangsa Islam. Perbuatan mereka adalah keharusan demi mengukuhkan kekuasaan politik dan ekonomi Barat.
Akibatnya dunia Islam berubah menjadi negeri yang terbuka bagi penjajahan Barat, yang mempraktikkan kekuasaannya, mula-mula dengan cara langsung menguasai negeri itu seraya menguras habis kekayaannya dan mengganti susunan abjad dan bahasa mereka. Bahkan, tak jarang pula mereka menghapus eksistensi negeri jajahannya dan menguburnya dalam wilayah teritorial jajahan, sebagaimana yang dialami Palestina.
Politik kaum kolonial berpijak di atas basis pelecehan terhadap eksistensi Islam dan meremehkan negerinya. Lalu mereka mencegah umat Islam menikmati karunia kemerdekaan politik, ekonomi, dan kebudayaan, seraya menghalangi umat Islam meraih kemajuan di bidang ilmu pengetahuan (sains) dan kebudayaan.
Siapapun yang mencermati kondisi negara-negara Islam masa kini, niscaya akan merasakan kelemahan dan kehinaan yang dialami negara-negaraIslam itu. Yaitu kelemahan dalam bidang budaya, sosial, ekonomi, militer, dan lainnya. Ya, apa yang menimpa negara-negara Islam berupa kelemahan spiritual dan material dan apa yang terkandung dalam struktur politik, niscaya menegaskan persepsi kehinaan dan kelemahan itu. Kondisi buruk ini dikembalikan pada alasan utamanya; pengasingan bangsa-bangsa ini dari dirinya dan keterputusannya dari masa lalu sejarahnya serta dari kemuliaan yang berlangsung selama berabad-abad lamanya, yang memberi seseorang –kendati telah mencapai puncak kelemahan dan keputusasaannya—suatu harapan yang menggiringnya menuju pengorbanan dan semangat.
Menjadi jelas, apa yang telah kami sebutkan sebagai motif-motif penjajah di masa lalu dan kekuatan congkak lagi sewenang-wenang di masa sekarang untuk memutus hubungan umat Islam dengan masa lalunya, serta kekhawatiran mereka akan hubungan umat Islam dalam hal pemikiran dan emosi dengan para pendahulunya. Benar, sesungguhnya hubungan dengan masa lalu merupakan perkara yang mengarahkan gerakan di masa kini dan masa depan.
Ayatullah Sayyid Ali Khamenei, Perang Kebudayaan