Ikuti Kami Di Medsos

Dunia Islam

Kitab Kuning: Lain Pondok Lain Kitabnya

Penjual Kitab Kuning

Umat Islam di Indonesia semakin bertambah, sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia. Seharusnya, semakin meningkat pelajar yang mempelajari ilmu-ilmu Islam. Di antara upaya mempelajarinya ialah dengan mengaji Kitab Kuning.

Kitab Kuning merupakan kitab tradisional berbahasa Arab gundul (tanpa harakat). Meskipun Kitab Kuning identik dengan kertas berwarna kuning, banyak pula cetakan yang menggunakan kertas berwarna putih. Ukuran, kualitas, dan harga kitabnya bervariasi bergantung penerbit dan mutu cetaknya.

“Meskipun kitabnya berjudul sama, kalau penerbitnya beda, harga dan kualitas Kitab Kuningnya beda,” ungkap Muhammad Abbas (39 tahun) seorang penjual Kitab Kuning di Pasar Kebon Kembang, Bogor.

Menurut Abbas yang 5 tahun terakhir menjadi karyawan di toko Al-Barokah, peminat Kitab Kuning lebih banyak dari kalangan pondok pesantren. Sebab kitab pegangan dan tingkat belajarnya jelas sesuai ketentuan di pondoknya. Biasanya diawali dari ilmu-ilmu alat seperti nahwu sharaf.

“Kebanyakan pada beli kitab nahwu dan fiqh. Biasanya bertingkat, sesuai kitab pegangan di pondoknya,” jelas Muhammad Abbas.

Abbas merasakan, selama 11 tahun menjadi penjual Kitab Kuning, peminat Kitab Kuning semakin berkurang. Abbas memandang hal tersebut, dari ragam kitab yang dibeli atau dipesan. Abbas menyontohkan dalam toko yang ia jaga, ragam kitab yang dijajakan semakin berkurang.

“Masih jarang peminatnya untuk Kitab Kuning yang tidak populer di pondok-pondok,” jelas Abbas.

Misalnya Irsan Fadila (14 tahun) santri SMP Qotrun Nada (Citayem-Depok), seorang pembeli tiga Kitab Kuning di toko Abbas. Irsan menjelaskan kalau ia membelinya untuk mengikuti pelajaran di pondok. “Ini beli untuk belajar di pondok,” jelasnya.

Hampir sama, Muhammad Ramdani (14 tahun) santri Pondok Pesantren Sundus Salam (Parung-Depok), pembeli 7 Kitab Kuning di toko Abbas. Ramdani mengatakan kalau tujuannya membeli untuk belajar di pondok dan persiapan naik tingkat. “Kitab-kitab ini dipelajari di pondok, jadi mesti punya, sekalian persiapan belajar untuk pembahasan di tingkat selanjutnya,” ujarnya. (Sulton/Yudhi)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *