Ikuti Kami Di Medsos

Dunia Islam

3 Rajab, Hari Kesyahidan Imam Ali Hadi

Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa, lebih dikenal dengan sebutan Imam Hadi adalah putra Imam Jawad as. Selama 34 tahun memegang jabatan imamah atas umat, Imam as banyak menghabiskan masa imamahnya di Samara, Irak. Beliau syahid pada 3 Rajab 254 H dan dimakamkan di rumahnya di Samara, Irak.

Pada masa imamahnya, beliau banyak mendidik dan mencetak murid yang kelak menjadi ahli dan pakar dalam bidang agama. Sepanjang hidupnya, Imam Hadi as berada dalam tekanan dan penganiayaan para penguasa. Imam as bahkan gugur akibat diracun, sebagaimana ayahayahnya. Imam Hasan as pernah berkata, “Tak satu pun dari kami kecuali mati dibunuh atau diracun.” (Muruj al-Dahab, jil. 4, hal. 194)

Thabarsi dan lbnu Shabagh Malki mengatakan: “Pada akhir kekuasaan Muktaz, wali Allah, Ali bin Muhammad as, meninggal dunia.” (Biharul Anwar, jil. 50, hal. 206, hadis 19)

Pengurusan Jenazah dan Banyak Pelayat

Ketika beliau meninggal, putranyalah, Abu Muhammad Hasan Askari as, yang memandikan, mengafani, dan menyalatinya. Jenazah seorang imam tidak boleh diurus kecuali oleh imam juga. Ketika berita wafatnya tersebar, baik masyarakat umum maupun mereka yang punya kedudukan khusus di mata Imam, berdatangan ke rumahnya. Saat itu, Samarra bersedih dan mencekam.

Masudi mengatakan, “Sekelompok orang menceritakan kepada kami bahwa ketika memasuki rumah Imam, mereka melihat para pemimpin dan Bani Hasyim, Bani Abu Thalib, Bani Abbas, juga sekelompok Syiah telah berkumpul bersama. Tidak tampak pada mereka kesedihan akan apa yang dialami Abu Muhammad as. Mereka bercerita bahwa mereka sedang menghadapi musibah dan kebingungan. Dalam kondisi seperti ini, tiba-tiba keluar seorang pembantu dari dalam rumah memanggil pembantu lainnya, ‘Hai Riyasy, ambillah tulisan ini, bawa ke rumah Amirul Mukminin, dan serahkan kepada Fulan, katakan kepadanya ‘Ini tulisan Hasan bin Ali’.

Semua orang terlihat amat berharap mendapatkan kehormatan untuk itu. Pintu serambi rumah terbuka dan keluarlah seorang pembantu berkulit hitam. Keluar pula Abu Muhammad as tanpa tutup kepala, dengan baju terkoyak dan berselendang putih. Wajahnya seperti wajah ayahnya, tak berbeda sedikit pun.

Di dalam rumah terlihat pula putra-putra Mutawakkil, sebagiannya putra mahkota. Semuanya berdiri. Lalu datanglah Ahmad Muwaffaq menemui Abu Muhammad dan merangkulnya sambil berkata, ‘Selamat datang, wahai putra pamanku!’ Ia kemudian duduk di antara pintu serambi.  Tatapan semua orang tertuju kepadanya. Saat itu semua orang berbicara hingga rumah seakan ramai bagaikan pasar.  Ketika Imam as keluar dan duduk, semua orang terdiam. Kami tidak   mendengar apapun kecuali suara batuk. Tiba-tiba keluar seorang wanita, meratapi Abu Hasan. Abu Muhammad berkata. ‘Adakah di sini orang yang bisa membantu wanita bodoh ini?’

Maka para pengikutnya segera membawa wanita itu masuk ke dalam rumah. Kemudian keluarlah   seorang pembantu dan berdiri di samping Abu Muhammad. Lalu beliau berdiri dan dikeluarkanlah jenazahnya. Beliau berjalan keluar hingga jenazah itu di bawa ke jalan, tepat di depan rumah Musa bin Bagho. Abu Muhammad menyalatinya sebelum di bawa keluar di hadapan banyak orang, dan beliau juga menyalatinya ketika jenazah dikeluarkan oleh Muktamad….” (Mausuah al-‘Atabat al-Muqaddasah, jil. 12, hal. 82)

Tim Al-Huda, Teladan Abadi Imam Ali Hadi

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *