Berita
Dua Bentuk Intoleransi Menurut Setara Institute
Kondisi keberagamaan di Indonesia beberapa tahun terakhir diwarnai maraknya syiar kebencian yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu yang pada akhirnya melahirkan tindakan kekerasan.
Bagaimana Setara Institute memadang kondisi syiar kebencian saat ini?
“Kondisinya sangat mengkawatirkan,” tegas Ismail Hasni, Direktur Riset Setara Institute.
Baginya, ketika seseorang melakukan syiar kebencian terhadap kelompok lain, di dalam dirinya sudah terdapat kebencian dan itu artinya dia adalah seorang yang intoleran. Namun lebih jauh Ismail menjelaskan bahwa tidak semua intoleransi itu dapat dihukum.
Dalam hal ini, Ismail mengatakan bahwa Setara Institute membagi intoleransi dalam dua bentuk. Yang pertama adalah intoleransi pasif, yaitu kondisi dimana seorang intoleran belum mengarah pada tindakan kekerasan. Sementara itu yang kedua adalah intoleransi aktif, yaitu ketika seorang intoleran melakukan tindakan intoleran yang mengarah atau berpotensi menimbulkan kekerasan.
“Untuk kategori intoleransi aktif ini semestinya pihak kepolisian bisa menggunakan pasal-pasal dalam KUHP, seperti 165a untuk menjerat para penyiar kebencian itu,” ungkap Ismail.
Saat ini yang terjadi menurut Ismail adalah sedikit sekali ujaran kebencian itu yang dipidanakan. Sebaliknya, mereka yang menjadi korban syiar kebencian justru seringkali berakhir di dalam jeruji besi. (Lutfi/Yudhi)