Berita
Drama Politik Partai Politik
Jumat (3/10) pukul tujuh malam itu, sekumpulan orang yang tergabung sebagai anggota Gusdurian mengadakan diskusi di Wahid Institute Jakarta. Sesuai dengan situasi politik saat ini, tema tentang Demokrasi menjadi pokok bahasannya.
Veri Junaidi, dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menjadi narasumber dalam diskusi itu. Ia memaparkan beberapa hal terkait “drama politik” mengenai Undang-Undang Pilkada yang disetujui DPR belakangan ini.
“Beberapa dari mereka (partai politik, maupun individu) yang setuju pilkada langsung, awalnya menghendaki pilkada tidak langsung. Begitu juga beberapa yang awalnya menghendaki pilkada tidak langsung, di beberapa waktu terakhir berubah pikiran menjadi setuju pilkada langsung,“ kata Veri.
Inkonsistensi ini yang kemudian menurut Veri merupakan sebuah “drama” politik oleh partai-partai politik.
Diputuskannya UU Pilkada tidak langsung, tak lepas dari faktor kekuasaan Koalisi Merah Putih (KMP) dalam parlemen. Sebab, dalam penentuan UU Pilkada tersebut dilakukan secara voting. Tak heran jika kemudian voting itu dimenangkan oleh KMP karena mereka menduduki porsi kursi DPR dengan jumlah terbanyak.
Masa jabatan SBY-Boediono tinggal sebentar lagi. Tepatnya tanggal 20 Oktober 2014 ini, presiden-wakil presiden baru terpilih yaitu Jokowi-JK, siap menggantikannya. Namun, beredar isu, anggota DPR yang tergabung dalam KMP tidak akan hadir dalam pelantikan itu.
“Kalau isu ini benar terjadi, sidang paripurna pelantikan presiden dan wakilnya tidak akan berjalan,” ungkap Veri.
Namun demikian, menurut Veri, pelantikan itu masih dapat dilakukan melalui MPR, MA, dan wakil-wakilnya.
“Tapi sekarang, isu yang muncul, KMP ingin menguasai MPR. Kalau itu terjadi, besar kemungkinan pelantikan itu tidak jadi digelar,“ tambah Veri.
Maka, secara otomatis ketika masa jabatan SBY-Boediono habis, dan Jokowi-JK tidak dapat dilantik, akan ada kekosongan kekuasaan.
Menurut Veri, kalau kekosongan itu terjadi akan sangat berbahaya, dan akan dimanfaatkan banyak pihak.
Masih adakah harapan?
Optimis, adalah jawaban yang keluar dari Veri.
“Kekacauan ini membuat kita lebih semangat mengontrol pemerintahan,” ungkapnya. “Justru kalau ‘nampaknya’ nyaman-nyaman saja, kita tidak akan tergerak dan tertantang untuk turut peduli membenahi bangsa ini,” tambahnya.
Bahkan, ketika pelantikan itu gagal dilaksanakan, terjadi kekosongan kekuasaan, dan banyaknya pihak-pihak yang akan ‘bermain’ memanfaatkan keadaan itu, justru menurut Veri, itu akan menjadi momentum masyarakat untuk ‘bergerak.’ (Malik/Yudhi)