Berita
Dr. Haedar Nashir: Perebutan Kekuasaan dan Egoisme Kelompok yang Berlebihan Dapat Menggerus Kebersamaan
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, kontestasi politik memang wajar dengan dinamika persaingan dan perebutan kepentingan. Namun manakala tidak terkelola dengan baik dan dibiarkan serba bebas maka dapat memicu konflik dan retak sosial antarsesama anak bangsa secara saling berhadapan dan bermusuhan.
Baca juga Boleh Berbeda, Tapi Tetap Bersaudara !
“Karenanya penting dilandasi nilai “ta’awun” untuk saling peduli dan berbagi layaknya satu tubuh di keluarga bangsa. Perbedaan politik tetap diikat oleh rasa bersaudara dan tidak menyuburkan suasana permusuhan yang merugikan kehidupan berbangsa,” tutur Haedar dalam sambutan resepsi milad 106 Tahun Muhammadiyah yang digelar pada Ahad (18/11) di Pura Mangkunegaran Surakarta.
Haedar juga menjelaskan, gerakan “Ta’awun untuk Negeri” dapat diaktualisasikan dalam gerakan membangun kebersamaan dengan jiwa tulus semata-mata untuk memajukan kehidupan bangsa.
“Umat Islam menyebut semangat kebersamaan itu dengan ukhuwah, sedang dalam idiom umum dikenal gotong-royong untuk kebaikan hidup bersama. Semangat ukhuwah dan gotong-royong itu niscaya terus disebarluaskan agar menjadi praktik hidup yang nyata dan bukan retorika. Ukurannya ialah ketika terdapat perbedaan pandangan dan kepentingan, satu sama lain mau saling berkorban dan berbagi, bukan saling mengutamakan kepentingan dan mau menang sendiri,” tutur Haedar.
Wujudkan ta’awun sesama warga dan komponen bangsa dengan sikap, tindakan, dan usaha bekerjasama secara nyata. Semua pihak mau saling peduli dan berbagi, serta saling hidup maju dan makmur bersama-sama. Dalam kehidupan kebangsaan jangan sampai perebutan kekuasaan menyuburkan egoisme kelompok secara ekslusif dan berlebihan, yang menggerus kebersamaan.
“Jangan sampai terjadi paradoks, di ruang publik menyuarakan ukhuwah dan gotong royong, tetapi dalam praktik menampilkan sikap ajimumpung, mau menang sendiri, dan kebiasaan menyisihkan pihak lain yang berbeda pandangan atau golongan demi kejayaan diri atau golongan sendiri dalam hasrat kuasa berlebih,” tegas Haedar.
Gerakan “Ta’awun untuk Negeri” juga menggelorakan gerakan pemberdayaan untuk mengangkat harkat umat dan warga yang lemah menuju kehidupan “khaira ummah” yang berkecukupan.
“Jika satu prosen penduduk negeri ini menguasai mayoritas kekayaan Indonesia, maka inilah sumber utama kesenjangan sosial-ekonomi, yang harus dipotong mata rantainya secara sistemik. Kesenjangan sosial jangan dibiarkan seolah wajar hanya karena tidak ingin menempuh langkah drastis dalam menghadapinya, sebab rakyat dan negaralah yang dirugikan. Di negeri ini tidak boleh para mafia dan tangan-tangan perkasa dibiarkan menguasai Indonesia untuk meraih kejayaan sendiri dengan mengorbankan kepentingan kolektif bangsa dan negara,” pungkas Haedar. (muhammadiyah.or.id)