Berita
Dirjen Pendis: Sekolah Kekurangan 21 Ribu Guru Agama Islam
Jakarta – Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI Kamaruddin Amin mengatakan bahwa pendidikan agama Islam di sekolah saat ini dihadapkan pada problem utama berupa kekurangan guru agama. Menurunya, kekurangan guru agama Islam di sekolah sangat massif.
“Data kita, kira-kira sekitar 21 ribu kekurangan guru agama Islam di sekolah,” ujarnya di Jakarta, Senin (03/07).
Seperti dilansir situs kemenag.go.id, Kamaruddin menilai hal itu menjadi problem mendasar karena jika guru agamanya kurang, berarti pengajar agama di sekolah selama ini bukan ahli agama. Hal itu bisa menjadi potensi masuknya pemahaman radikal dan intoleran.
“Agama tidak boleh diajarkan orang yang bukan ahlinya. Sebab, ketika guru agama diajarkan oleh yang bukan ahlinya, maka di situ ada potensi pemahaman keagamaan intoleran, potensi radikalisme, potensi missleading yang sangat besar. Karena pemahaman keagamaannya sangat tanggung,” terangnya.
“Saya sering mengumpamakan, kalau yang mendesain bangunan bukan arsitek, mungkin saja akan jadi, tapi bangunan itu bisa roboh. Begitu juga agama, kalau bukan ahlinya, pasti akan fatal, generasi menjadi korbannya,” sambungnya.
Masalah kekurangan guru agama ini harus diatasi segera dan secara fundamental. Sebab, proses pembelajaran agama tidak mungkin menghasilkan out put bagus kalau guru ahlinya tidak ada, kurang, dan apalagi bersifat massif.
“Kalau saat ini kekurangan 21 ribu guru agama, maka kira-kira kasaranya ada sekitar 20 ribu sekolah yang tidak punya guru agama. Itu kan massif dan itu sangat fundamental. Kalau itu tidak diatasi, maka kita tidak bisa berbicara banyak,” jelasnya.
“Solusinya diangkat guru. Menag sudah bersurat kepada Kemendagri, Kemendikbud, Gubernur dan Bupati di seluruh Indonesia, serta Kemenpan dan lembaga terkait untuk mengatasi persoalan ini dulu,” tutur Kamaruddin.
Menurut Guru Besar UIN Alauddin Makassar ini, Pemda harus mengangkat guru agama yang berlatarbelakang pendidikan agama, meski statusnya tidak harus PNS. Pemda bisa mengidentifikasi sekolah mana saja yang kekurangan, karena sekolah menjadi kewenangannya.
Kalau masalah kekurangan guru ini dibiarkan, lanjut Kamaruddin, hal itu sangat berpotensi untuk dikapitalisasi pihak-pihak yang mempunyai agenda diseminasi ajaran agama yang radikal. Sebab, jika agama diajarkan oleh mereka yang beraliran keras maka pendidikan agama di sekolah akan berkontribusi signifikan dalam penetrasi radikalisme.
“Ini salah satu yang harus diwaspadai. Agama harus diajarkan oleh sarjana agama, bukan sarjana non agama,” tandasnya. (AM)