Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Diplomasi Pers Asad Shahab dalam Kemerdekaan Indonesia

Narasumber Dr. Rushdy Husein, Prof Dr. Asvi Warman Adam dan Dr. Muljadi.

Depok, Rabu 28/11 – Seminar bertajuk Diplomasi Pers Asad Shahab dalam Kemerdekaan Indonesia di Auditorium Anak Nusantara, FISIP Universitas Indonesia membahas peranan penting Muhammad Asad Shahab (MAS) dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui jalur jurnalistik. MAS mendirikan Arabian Press Board (APB) yang kemudian berita-berita dari APB menjadi rujukan bagi negara-negara di Timur Tengah bahkan Belanda untuk mengetahui keadaan yang terjadi di Indonesia. Karya jurnalistik MAS dengan APB-nya berkontribusi atas munculnya pengakuan pertama negara Mesir atas kemerdekaan Indonesia. APB terbit dalam tiga bahasa, yaitu bahasa Arab, Inggris dan Melayu.

MAS yang lahir tahun 1910 dan meninggal 2001 lalu, adalah seorang warga keturunan Arab dari garis Ayah, Ali Shahab bin Ahmad yang memiliki garis keturunan dari Nabi Muhammad Saw. Ibunya adalah Aisyah, seorang pribumi dari suku Betawi. Ayahnya masuk dalam deretan perintis ormas Jamiat Kheir yang berdiri tahun 1901. Jamiat Kheir adalah ormas modern yang menaungi sejumlah aktivitas pencerahan yang memiliki kontribusi dalam pendidikan politik yang sangat dibutuhkan pribumi dalam perjuangan melawan berbagai bentuk penjajahan. Di dalamnya ada tokoh-tokoh penting seperti KH Ahmad Dahlan, HOS Tjokroaminoto dan lain-lain. Keterlibatan ayahnya dalam organisasi Muslim Keturunan Arab menjadi bagian penting dalam nilai-nilai politik MAS.

Acara seminar yang bertujuan untuk membantu proses penetapan MAS menjadi pahlawan nasional  dari provinsi DKI Jakarta ini diisi oleh sejarawan LIPI Prof Dr. Asvi Warman Adam, Dr. Muljadi peneliti ahli dari Center for Election Political Party FISIP UI dan Rushdy Husein, doktor ilmu sejarah FIB UI.

Peserta Seminar Diplomasi Pers Asad Shahab dalam Kemerdekaan Indonesia.

Menurut Asvi, MAS adalah delegasi Indonesia yang meminta Mesir dan negara Timur Tengah lainnya untuk mengakui kemerdekaan Indonesia, tentu jasa-jasanya sangat besar bagi berdirinya negara Indonesia. Tujuan dari pengangkatan pahlawan adalah menghargai jasa perjuangannya, menumbuhkan semangat dan menciptakan keteladanan. Meski sesudah kemerdekaan Indonesia MAS berbeda pandangan dengan Presiden Soekarno terkait konsep NASAKOM tetapi itu tidak menghalanginya untuk terus berjuang dan loyal pada Indonesia.

Asvi menambahkan bahwa untuk menjadi pahlawan nasional dibutuhkan riset arsip yang mendalam dan lengkap untuk persyaratan administrasi. Data-data yang ada menurutnya masih minim dan hanya berdasarkan penuturan dari pihak keluarga. Namun di sesi akhir seminar ada yang memberikan tambahan informasi dari MENARA (salah satu pihak pengusul MAS menjadi pahlawan nasional) bahwa arsip berupa surat kabar sudah didapatnya sesudah perilisan buku biografi MAS setahun lalu dari Leiden, Belanda.

Muljadi pembicara kedua menyampaikan apa yang menjadi dasar MAS menjadi pahlawan nasional adalah karena kontribusinya dalam pembentukan negara dan kontribusinya sesudah terbentuk negara. Meski menurutnya, pengangkatan gelar pahlawan tak lepas dari situasi politik. “Sejarah adalah tergantung dimana dia dilihat atau diframe dalam perspektif siapa,” tambahnya.

Rushdy Husein sebagai pembicara terakhir menyampaikan bahwa APB lebih banyak bekerja di periode revolusi. Masyarakat Timur Tengah tertarik pada kemerdekaan Indonesia tentu karena dari faktor agama di mana Indonesia adalah negara mayoritas muslim, dan MAS menyampaikan kepada bangsa Arab sebagai seorang Arab yang berkewarganegaraan Indonesia. Tak mudah untuk berdiplomasi seperti ini, namun MAS dengan jurnalistiknya berhasil melakukan ini.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *