Berita
Dewan Pers: 22 Situs Diblokir Tak Punya Izin Pers
Menjawab keresahan masyarakat atas beredarnya situs-situs yang mengerek bendera Islam namun isinya disinyalir oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memuat pesan ajakan radikalisme dan terorisme, maka atas permintaan BNPT, Kominfo telah menutup 22 situs yang dicurigai tersebut.
Penutupan ke-22 situs ini menuai reaksi yang beragam. Banyak yang mengapresiasi ketegasan BNPT, namun ada juga yang tidak terima dan merasa terusik. Seperti rombongan perwakilan 19 situs diblokir yang mengadu ke Dewan Pers, Kamis (2/4) kemarin.
Saat ABI Press menemui Muhammad Ridlo Eisy, anggota Dewan Pers usai menerima perwakilan situs-situs yang diblokir BNPT itu, Ridlo menjelaskan kedatangan mereka karena ingin pemblokiran itu dibatalkan.
“Yang datang itu 19 perwakilan dari 22 situs yang diblokir. 3 perwakilan situs yang diblokir itu tidak hadir,” ujar Ridlo.
Menurut Ridlo, BNPT memblokir ke-22 situs ini karena dianggap sebagai media radikal. “Media-media ini ditutup atas permintaan BNPT karena itu dianggap media radikal dan simpatisan radikalisme,” terangnya.
Media Tanpa Ijin Pers
Saat lebih lanjut ABI Press wawancarai, Ridlo menjelaskan bahwa berdasarkan catatan Dewan Pers, kesemua situs yang diblokir itu tidak terdaftar di Dewan Pers.
“Mereka mengadu ke kita, tapi semua media yang diblokir itu tidak terdata di data pers nasional. Semuanya tidak ada yang terdaftar,” ujar Ridlo.
“Kalau tak terdaftar apakah punya PT atau punya badan hukum, yayasan, atau koperasi? Lalu ada tidak alamatnya, ada tidak penanggungjawabnya? Nah, sebagian ada sebagaian tak ada,” lanjut Ridlo. “Yang ada itu Hidayatullah, Suaraislam, Salamonline, Aqliislamiccentre, gemaislam, voiceofalislam ada. Sedang kiblat masih bentuknya CV, dan arrahmah mengakunya sih punya juga.”
Sisanya, kesemuanya adalah media bodong yang sama sekali tak memiliki alamat kantor dan penanggungjawab yang bisa diverifikasi. “Terlebih mereka belum mendaftarkan ke Dewan Pers. Jadi tak tercatat. Karena tak tercatat berarti bukan pers nasional. Dan bukan lahannya Dewan pers dan UU Pers,” terang Ridlo lebih lanjut.
Media Jujur Mesti Terbuka
Ridlo juga berpesan agar media-media yang ada jika tak ingin diblokir segara cepat membuat badan hukum dan mendaftar ke Dewan Pers Nasional.
“Kenapa BNPT menutup ke-22 situs itu? Itu karena tidak ada datanya di pers nasional, jadi ya tidak dianggap pers nasional. Karena itu langsung ditutup begitu saja,” ujar Ridlo.
Mengenai pengaduan dari wakil situs-situs yang diblokir Kominfo atas permintaan BNPT, bahwa ada situs yang hanya situs dakwah dan tidak radikal, dan agar direhabilitasi namanya, Ridlo mengatakan akan menyampaikan ke BNPT nantinya.
“Kalau ada media yang memang baik ya, nanti direhabilitir. Dan kalau ada yang memang radikal ya ditindak dong. Sesuai dengan aturan perundangan yang ada. Jangan sampai kita menunggu sampai ada terorisme,” pungkasnya. (Muhammad/Yudhi)