Berita
Daras Fikih Ibadah: Jenis-jenis Air untuk Bersuci
Jenis-jenis Air
Air terbagi kepada dua bagian yaitu:
1. Air mudhaf
2. Air mutlak, yang terbagi lagi menjadi:
- air hujan
- air mengalir
- air tidak mengalir (tergenang). Air tergenang sendiri terbagi kepada: » air kurr » air sedikit
Air Mudhaf (Air Tidak Murni dan Air yang Bercampur)
a. Pengertian air mudhaf
Air mudhaf ialah air yang tidak bisa lagi disebut air karena tertambah kata ajektif (mudhaf: tambahan) lainnya. Ia bisa berupa air yang diambil dari sesuatu seperti air semangka, air mawar dan lainnya, atau air yang semula mutlak lalu tercampur dengan sesuatu sehingga tidak bisa lagi dikatakan sebagai air (saja) seperti air sirup, air garam dan semisalnya. (Istifta’ dari Kantor Rahbar, Bab Taharah, Masalah 2)
b. Hukum-hukum air mudhaf
- Air mudhaf tidak dapat menyucikan sesuatu yang najis.
- Ia menjadi najis bila bertemu dengan najis (meskipun najisnya hanya sedikit dan tidak mengubah bau, warna atau rasa air, dan meskipun air mudhaf tersebut sebanyak satu kurr).
- Wudu dan mandi dengan air mudhaf adalah batal. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 74, dan Istifta’ dari Kantor Rahbar, Bab Taharah, Masalah 1)
Catatan:
Kadangkala ke dalam air mutlak ditambahkan bahan yang menyebabkan air tersebut berubah warna seperti warna susu. Air ini tidak memiliki hukum air mudhaf (karena itu bisa digunakan untuk menyucikan sesuatu yang najis dan bisa pula digunakan untuk mandi dan wudu). (Ajwibah al-Istifta’at, No. 77)
Air Murni (Mutlak)
a. Pengertian air mutlak
Air mutlak adalah air yang bisa disebut air secara tanpa adanya tambahan syarat dan kata ajektif lain seperti air hujan, air sumber dan yang sepertinya. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 74, dan Istifta’ dari Kantor Rahbar, Bab Taharah, Masalah 1)
b. Jenis-jenis air mutlak Air mutlak terbagi dalam tiga jenis:
- Air yang tercurah dari langit (air hujan).
- Air yang terpancar dari dalam tanah (air mengalir, alma’ al-jari).
- Air yang tidak tercurah dari langit dan tidak pula terpancar dari dalam tanah (air tergenang). Ia terbagi dua; 1) air kurr (kira-kira sebanyak 384 liter); 2) air sedikit atau qalil (kurang dari 384 liter).
Catatan:
Air murni bisa tercurah dari langit, terpancar dari dalam tanah (yaitu sumbernya berada di bawah tanah), dan bisa juga tidak tercurah dari langit dan tidak pula terpancar dari dalam tanah. Untuk air yang tercurah dari langit disebut air hujan, air yang terpancar dari dalam tanah disebut air mengalir, sedangkan air yang tidak tercurah dari langit dan tidak pula terpancar dari dalam tanah disebut air tergenang.
Bila volumenya mencapai 42 7/8 jengkal (kira-kira 384 liter) maka dikatakan sebagai air kurr dan bila kurang dari
ukuran tersebut dikatakan sebagai air sedikit. (Istifta’ dari Kantor Rahbar, Bab Taharah, Masalah 2)
Hukum-hukum air mutlak
1. Air mutlak dapat menyucikan sesuatu yang najis.
2. Air mutlak, selain air sedikit (qalil), ketika bertemu dengan najis, selama ia tidak terpengaruh oleh bau, warna atau rasa dari najis, hukumnya adalah suci.
3. Wudu dan mandi dengan air mutlak adalah sah. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 74, dan Istifta’ dari Kantor Rahbar, Bab Taharah, Masalah 1)
Catatan:
Tolok ukur untuk pemberlakuan konsekuensi-konsekuensi hukum syar’i atas air mutlak adalah opini masyarakat umum (‘urf). Karenanya, bila kekentalan air hanya disebabkan oleh tingkat kandungan garam, hal ini tidak bisa membuatnya keluar dari kategori air mutlak. Maka itu, air laut yang kental karena adanya tingkat kandungan garam yang tinggi seperti yang terdapat di Danau Urumiyeh (Iran) bisa digunakan untuk menyucikan sesuatu yang najis dan bisa pula digunakan untuk berwudu dan mandi. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 74)
Dikutip dari buku Daras Fikih Ibadah: Ringkasan Fatwa Imam Ali Khamene’i terbitan Nur Al-Huda