Berita
Dandim 0707 Wonosobo Bicara Konsep Pendidikan Sayyidina Ali
Minggu (15/5), bertempat di Pondok Pesantren Al Barokah Sendangsari, Garung, Wonosobo, Jawa Tengah, TMMD (Tentara Manunggal Masuk Desa) bersama FK PAI (Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam), FKDT (Forum Komunikasi Diniah Takmiliah), RMI (Robithoh Ma’hadil Islam), serta Badko TPQ Garung Wonosobo mengadakan FASI (Festival Anak Sholeh Indonesia) ke-2 se-Kecamatan Garung Wonosobo.
Dalam sambutannya di acara pembukaan FASI ke-2 yang diikuti oleh TPQ dan Madrasah Diniyah dari berbagai kelompok Islam seperti Rifa’iyah, LDII, Muhammadiyah, NU se-kecamatan Garung tersebut, Dandim 0707 Wonosobo Letkol Czi Dwi Hariyono menyampaikan sebuah konsep pendidikan yang sudah bukan rahasia lagi bahwa konsep tersebut berasal dari pernyataan Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Letkol Czi Dwi menyatakan bahwa demi masa depan kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah seharusnya kita benar-benar serius dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak kita.
“Bentuk keseriusan itu adalah dengan menerapkan konsep pendidikan yang benar, yaitu bahwa ada tiga cara pendidikan anak sesuai dengan perkembangannya yang harus kita perhatikan,” katanya.
Kemudian dijelaskannya lagi bahwa ketiga cara pendidikan tersebut, yang pertama adalah periode anak usia 0-7 tahun. Pada periode ini kita harus menempatkan anak sebagai raja. Di sini segala perlakuan kita serta cara pendidikan kita haruslah dengan menempatkan diri kita sebagai pelayan disebabkan posisi anak pada usia ini adalah sebagai raja.
Yang kedua adalah periode anak usia 7-14 tahun. Pada periode ini kita harus menempatkan anak sebagai budak. Hal ini dalam arti bahwa kita harus lebih ketat dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak kita. Dan yang terakhir adalah periode anak usia 14-21 tahun, yang pada periode ini kita harus menempatkan anak sebagai wazir, yaitu bahwa pendidikan terhadap anak adalah dengan menempatkan anak sejajar dengan kita. Hal ini dalam arti bahwa kita berusaha melibatkan anak dalam membuat keputusan-keputusan keluarga sebagai sebuah bentuk latihan bagi anak dalam mengeluarkan pendapatnya atas segala sesuatu.
“Katakanlah pada periode ini berarti kita menempatkan anak sebagai sahabat kita,” lanjut Letkol Czi Dwi.
“Kita harus ingat, bahwa sangat mungkin 30 tahun mendatang ada di antara anak-anak kita ini yang akan muncul sebagai pemimpin. Maka sudah seharusnya kita benar-benar menerapkan cara pendidikan yang benar.” (Malik Az/Yudhi)