Berita
Dalam 24 Jam, Rezim Saudi Langgar 158 Perjanjian Gencatan Senjata
Badan pemantau yang mengawasi pelanggaran Perjanjian Stockholm dan Gencatan Senjata di Hodeidah, melaporkan pasukan koalisi dan bayaran Amerika-Saudi langgar 158 perjanjian dalam 24 jam terakhir. Demikian tulis al-Masirah, pada Sabtu malam (8 Agustus 2020).
Kantor berita Mehrnews melaporkan, pelanggaran tersebut termasuk pembunuhan terhadap seorang wanita di al-Jah dan dua serangan drone mata-mata ke wilayah ad-Durayhmi. Ditambah dengan 47 serangan rudal dan peluru artileri, serta 107 serangan dengan peluru tajam.
Sehari sebelumnya (Kamis, 6 Agustus 2020), Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB melalui pernyataannya mengutuk serangan udara pasukan koalisi pimpinan rezim Saudi ke wilayah Haraad, provinsi Jawf di Yaman Utara. Serangan itu menewaskan 9 anak-anak dan melukai 7 lainnya, tulis al-Monitor.
“Ini seperti semua tindakan kekerasan yang tidak masuk akal terhadap warga sipil. Ini mengejutkan dan… sama sekali tidak dapat diterima,” kata Lise Grande, koordinator kemanusiaan PBB untuk Yaman, dalam sebuah pernyataan. “Kami menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada yang berduka dan berharap semua yang terluka segera sembuh dengan cepat.”
Serangan yang terjadi pada Kamis itu adalah insiden ketiga yang merenggut korban warga sipil dalam waktu kurang dari sebulan. Pada pertengahan Juli lalu, serangan udara koalisi menewaskan seorang wanita dan tujuh anak di provinsi Hajjah di timur laut Yaman. Beberapa hari kemudian, serangan lain di Jawf menewaskan sedikitnya 11 warga sipil, termasuk beberapa anak.
PBB mengatakan, konflik bertahun-tahun yang terjadi akibat agresi militer pasukan koalisi pimpinan rezim Saudi ke Yaman telah menyebabkan Yaman mengalami krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Hampir 80 persen populasi Yaman membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Bulan lalu, utusan khusus PBB untuk Yaman, Martin Griffiths, memperingatkan Dewan Keamanan bahwa perundingan perdamaian yang ditengahi PBB antara pejuang Houthi dan pemerintah Yaman memiliki kesempatan kecil untuk menghasilkan kesepakatan.
“Saya tidak ingin menutup-nutupi masalah,” kata Griffiths. Seraya itu, ia menambahkan bahwa tanpa kesepakatan damai, Yaman akan memasuki “fase baru eskalasi berkepanjangan, penyebaran COVID-19 yang tidak terkendali, dan penurunan ekonomi yang parah dan mencekam.”