Daerah
Sejarah Zionisme (Rangkuman Kajian Bersama Ustad Hendry Dunand)
Dalam rangka memperingati Hari Solidaritas Al Quds Internasional, atau biasa dikenal dengan Yaumul Quds, Voice of Palestine Kalbar mengadakan kajian bertema Sejarah Zionisme bertempat di Husainiyah Amirul Mukminin Pontianak pada hari Selasa tanggal 22 Juli 2014.
Kali ini, Ustad Hendry Dunand memaparkan karya Tsumayyah Khaza’i berjudul Asal Muasal Agama dan Sejarah Zionisme.
Ada beberapa definisi Zionisme. Pertama, Zionisme adalah ideologi sekelompok warga Yahudi yang menghendaki Palestina sebagai tanah air mereka dan menjadikan Baitul Maqdis sebagai ibukotanya. Definisi ini adalah manifesto Zionisme Internasional yang pertama kali dideklarasikan pada awal abad 19 oleh Theodore Herzl di Basel dan melegitimasi dimulainya okupasi bumi Palestina oleh etnis Yahudi.
Sejarah mencatat berbagai tindakan rasis dan brutal yang dilakukan kelompok ekstrim Yahudi terhadap bangsa Palestina demi tercapainya tujuan Zionisme. Berbagai propaganda dilakukan agar bangsa-bangsa di dunia percaya bahwa mereka adalah bangsa yang tidak memiliki tanah air, tertindas melalui berbagai peristiwa–termasuk hollocaust– yang karena itu mereka berhak untuk memiliki tanah air sebagai kompensasi atas penderitaan yang mereka alami.
Kedua, Zionisme didefinisikan sebagai sekelompok pendukung kekuasaan dan pengaruh orang-orang Yahudi atas bangsa dan negara lain. Dalam definisi ini, Zionisme dipahami secara lebih luas, tidak terbatas pada gerakan penjajahan di bumi Palestina semata.
Saat ini ada upaya untuk menaklukkan bangsa-bangsa di dunia melalui penjajahan yang jauh lebih berbahaya dari penjajahan fisik; yakni penjajahan peradaban.
Menurut Ustad Hendry, Zionisme memiliki peran luar biasa dalam mengendalikan budaya dan peradaban masyarakat dunia. Penjajahan ini pula yang menyebabkan terjadinya berbagai masalah di dunia, dari masalah lingkungan-dikarenakan eksploitasi sumber daya alam di negara-negara berkembang, masalah perekonomian dunia yang dikuasai sekelompok kapitalis Yahudi-Zionis, hingga masalah dekadensi moral sebagai efek ekspansi budaya individualistis yang masuk bersama kapitalisme.
Karenanya Ustad Hendry menyebut gagasan Imam Khomeini qs menjadikan Jumat terakhir Ramadhan sebagai Yaumul Quds adalah gagasan visioner dalam melihat efek destruktif Zionisme bagi dunia secara menyeluruh.
Yaumul Quds menjadi hari istimewa bagi bangsa-bangsa tertindas di muka bumi yang diakibatkan penjajahan Zionis. Hari itu menjadi hari solidaritas atas bangsa-bangsa tertindas yang hingga saat ini belum merasakan udara kemerdekaannya.
Partisipasi aktif kita pada Yaumul Quds tidak hanya merupakan bentuk perlawanan atas tirani penindasan yang mencengkeram dunia, juga sekaligus penyempurna ibadah kita di bulan Ramadhan. Jika keutamaan ibadah di bulan Ramadhan adalah berbagi dengan kaum mustadhafin, maka sesungguhnya mereka yang berada di Palestina serta di belahan bumi lain yang hingga kini masih tertindas adalah kaum mustadhafin yang memiliki hak lebih utama untuk kita perhatikan dan kita bela.
Yaumul Quds menjadi ruang terbuka bagi orang-orang merdeka yang merindukan kemerdekaan sesamanya. Sebagaimana ungkapan Nelson Mandela, “Kemerdekaan kita tidak sempurna tanpa kemerdekaan orang-orang Palestina.” (Reza/Yudhi)