Ikuti Kami Di Medsos

Daerah

Modifikasi Tradisi Betawi Saat Iedul Fitri

Rumah Betawi

Kampung Betawi Situ BabakanMengamati bangunan rumah dengan teras terbuka serta hiasan “gigi belalang” di bawah genting depan rumah di kawasan Setu Babakan itu, mengingatkan ABI Press pada suasana lingkungan mirip dengan yang ada di sinetron legendaris “Si Doel Anak Sekolahan.”

Sebagai cagar budaya Betawi, tata kelola lingkungan di Setu Babakan memang mampu membawa para pengunjung tempat wisata budaya itu pada suasana Betawi tempo dulu.

Belum lagi beragam makanan khas betawi seperti kerak telor, karedok, ketoprak, soto Betawi, kue dodol dan tak ketinggalan Bir Pletok, minuman khas Betawi yang tersedia di lokasi Setu Babakan, turut melengkapi nuansa Betawi asli di tempat itu.

Selain mengunjungi Setu Babakan, pada Hari Raya Iedul Fitri, warga Betawi juga banyak memiliki adat dan tradisi khas, yang hingga kini masih tetap lestari. Tradisi seperti tukar rantang, kue dodol, semur rebung, tabuh bedug, kerbo andilan dan lain sebagainya, di tengah suasana kehidupan modern Jakarta, masih saja tetap ada.

Lalu bagaimana sebenarnya lelaku tradisi Iedul Fitri warga Betawi itu saat ini?

Tukar Rantang Kini Tak Seperti Dulu Lagi

Indra Sutisna (45) selaku Komite Penyiaran Kampung Betawi, Setu Babakan menerangkan kepada ABI Press bahwa semua tradisi dan budaya Betawi itu berkembang, bergeser, bisa hilang dan sebaliknya juga bisa makin bagus. Hal ini terjadi karena pergeseran budaya memang sebuah fenomena yang tidak bisa kita hindari. Indra pun menyebut salah satu contoh pergeseran tradisi itu.

Tukar Rantang yang menjadi ciri khas warga Betawi pada saat Lebaran kini sudah mengalami pergeseran. Dulu, menurut Indra Tukar Rantang itu berisi makanan dan sejumlah lauk pauk dan sayur buatan sendiri. Tapi kini rantang itu sudah berisikan kue-kue kering dan buah-buahan kemasan yang bisa dibeli di supermarket.

Meski demikian, Indra menekankan sebenarnya bukan bentuk atau isi rantang yang penting tapi makna dari Budaya Tukar Rantang itulah yang harus dipertahankan.

“Nilai yang harus diangkat dalam Budaya Rantangan adalah nilai silaturahimnya, ini yang tidak boleh ilang,” tegas Indra.

Berubahnya budaya Tukar Rantang di kalangan warga Betawi ini diakui juga oleh Rusmiati, pemilik warung Barokah yang berada di jalan Setu Babakan, di kawasan cagar budaya Kampung Betawi. Bahkan menurut Rusmiati, bukan cuma tradisi Tukar Rantang saja yang mengalami perubahan, namun pembuat dodol khas Betawi pun kini semakin susah didapat penerusnya. Akibatnya, pembuat dodol khas Betawi pun saat ini bisa jadi bukan lagi orang Betawi asli.

Bagi Indra, pergeseran budaya itu adalah sesuatu yang wajar karena budaya sendiri bukanlah sesuatu yang stagnan tapi dinamis dan akan senantiasa terus berubah seiring waktu, mengikuti perkembangan jaman.

Indra juga menegaskan, ada satu hal yang perlu kita pahami, bahwa ada budaya yang harus kita relakan hilang, jika itu dianggap akan membawa pada perbuatan syirik. Tapi ada juga tradisi budaya yang harus kita pertahankan karena memiliki nilai-nilai kearifan lokal di dalamnya.

Sementara dari sudut pandang budaya masyarakat Betawi, beragam tradisi selama Iedul Fitri itu selalu dimaknai sebagai penguatan nilai silaturahmi dan toleransi.

Indra mengajak semua pihak untuk berperan aktif melestarikan budaya sebagai perekat persatuan bangsa, sehingga kita akan memiliki negara yang berkarakter kuat. Dengan modal itu, setiap warganegara akan mampu memandang segala bentuk perbedaan sebagai sebuah keniscayaan dalam dinamika kehidupan. Dan dengan mempererat silaturahmi dan menguatkan toleransi itulah diharapkan makna Iedul Fitri akan dapat diraih dengan sempurna. (Lutfi/Yudhi)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *