Lagi-Lagi Bedah Buku MUI
Sabtu (22/2) kemarin, bedah buku Panduan MUI, Mengenal dan mewaspadai Kesesatan Syiah di Indonesia (yang seperti biasa berbungkus Seminar Ilmiah) kembali digelar. Kali ini acara diadakan di Masjid Kampus UNHAS Makasar oleh Lembaga Dakwah Mahasiswa dan beberapa organisasi kemahasiswaan dari kampus-kampus di wilayah itu. Acara dimulai pukul 09.00 hingga 11.30 WITA.
Salah satu pembicara yang hadir mengatasnamakan perwakilan MUI Pusat adalah Fahmi Salim. Dalam pembahasannya, selaku oknum MUI yang terlibat aktif menggagas terbit dan tersebarnya buku itu, Fahmi mengajak peserta seminar untuk mewaspadai (bahkan memerangi) Muslim Syiah, sambil menjelaskan isi buku yang diklaim sebagai Panduan MUI Pusat tersebut. “MUI adalah lembaga yang harus dipercayai masyarakat Indonesia,” tekannya meyakinkan hadirin.
Kontributor ABI Press Makasar yang hadir dalam kegiatan bedah buku itu menilai, apa yang disampaikan dalam forum itu lebih banyak berisi fitnah dan caci maki yang dialamatkan kepada Muslim Syiah.
Sementara Dr. Rahman Abdurrahman, tidak jauh beda dengan pembicara lain yang membawakan tema tentang kesesatan Syiah, menegaskan bahwa Syiah memiliki tujuan untuk mendirikan Negara Islam Syiah di Indonesia.
Menanggapi tuduhan yang dianggap tidak berdasar itu, Daeng Baco, salah seorang peserta yang sempat diwawancarai kontributor kami di lapangan menyatakan,“Apa yang diucapkan para pembicara itu menurut pendapat saya sungguh tidak sesuai dengan kenyataan. Kenapa saya sebut tak sesuai? Karena semua pembicara itu tak bisa menunjukkan bukti-buktinya. Hanya berupa klaim dan prediksi yang belum tentu benar.”
Tak hanya itu, yang lebih memprihatinkan menurut Daeng Baco adalah, ketika Rahman membenarkan tindakan kekerasan terhadap Muslim Syiah. Terutama penyerangan terhadap Muslim Syiah di Sampang Madura. Tindakan ini diklaim oleh Rahman sebagai bentuk pembelaan terhadap kemurnian ajaran Islam. Jadi menurutnya, tindakan kekerasan apa pun terhadap Syiah tak boleh dianggap sebagai bentuk aksi intoleransi.
Benar-benar ironis. Itulah kesan Daeng Baco menyaksikan beberapa pembicara dalam acara bedah buku itu yang dengan entengnya dan seolah tanpa beban mengujarkan kebencian, bahkan terkesan mengajak sesama Muslim yang berbeda mazhab untuk saling menyerang. Mereka seolah tak sadar atau mungkin abai, bahwa tindakan kekerasan semacam itu bukan hanya dilarang dalam Islam, tapi di sisi lain juga tergolong tindakan kriminal dan pelanggaran terhadap undang-undang yang diatur negara.
Daeng Baco tak bisa menutupi rasa sedih atas diadakannya acara penyesatan sepihak terhadap salah satu mazhab resmi yang diakui Islam dan ulama Muslim di seluruh dunia itu. Berbahaya menurutnya bila kampus sebagai lingkungan akademik yang seharusnya mendidik mahasiswanya bersikap rasional dan kritis, justru mulai gencar disusupi anasir-anasir anti ukhuwah islamiyah, penganjur perpecahan, bahkan penghalal aksi penyerangan semacam itu.
“Hati saya terus terang saja seperti tak bisa terima. Betapapun mereka, para pembicara ini mengaku hadir mengatasnamakan lembaga terhormat sekelas MUI. Justru membuat saya tambah heran, masak sih MUI malah menjadi pemecah-belah? Apalagi Islam yang saya kenal selama ini adalah Islam yang rahmatan lil alamin. Islam yang penuh cinta kasih dan tidak menganjurkan para penganutnya untuk saling membenci,” ujarnya. (Abdul Malik/Yudhi)