Berita
Charlie Hebdo, Dieudonné dan Sinet
Tragedi penyerangan oleh 3 teroris terhadap majalah satir Perancis, Charlie Hebdo yang menewaskan 12 wartawannya dan 2 orang polisi yang sedang berjaga telah menjadi perhatian dunia karena mengisi hampir semua ruang surat kabar di seluruh dunia.
Dengan mengusung slogan “Free Speech” atau “Kebebasan Berbicara,” Charlie Hebdo membuat karikatur yang mengolok-olok Nabi Muhammad Saw. Hal tersebut tentu saja menyulut kemarahan Muslim di dunia yang sangat menaruh hormat dan kecintaan terhadap Nabi Muhammad Saw.
Bahkan setelah penyerangan yang menewaskan 12 wartawannya, tidak menghentikan Charlie Hebdo untuk menerbitkan lagi karikatur Nabi Muhammad Saw pada edisi mingguannya Rabu ini (14/15). Dalam wawancara dengan France Info Radio, Richard Malka, pengacara Charlie Hebdo menegaskan bahwa “The Spirit of Charlie is The Right to Blasphemy,” yang dalam terjemahan bebasnya dapat berarti “Semangat dari Charlie adalah hak untuk menghujat”. Malka kemudian menegaskan bahwa makna dari tanda “Je Suis Charlie” bermakna “Anda memiliki hak untuk mengkritik agama saya, sebab itu tidak masalah.” Kemudian Malka menambahkan tidak seorangpun memiliki hak untuk mengkritik Yahudi, karena dia adalah seorang Yahudi, mengkritik Islam karena dia seorang Muslim, mengkritik Kristen karena dia seorang Kristiani.
Tapi, lanjut Malka, “Anda dapat mengatakan apapun yang anda mau, termasuk sesuatu yang sangat buruk tentang Kristen, Yahudi dan Islam, sebab di atas semua slogan itu, itulah fakta dari Chralie Hebdo.”
Dengan kata lain Charlie Hebdo mengusung kritik terhadap semua agama serta keyakinan bahkan dengan sesuatu yang paling buruk pun akan dilakukan oleh Charlie Hebdo, sebab mereka menaruh kebebasan berbicara tersebut di atas segalanya.
Dieudonné M’bala M’bala
Namun sayang apa yang dialami oleh Dieudonné M’bala M’bala (48), seorang komedian Perancis tidak sebaik perlakuan pemerintah Perancis pada Majalah Charlie Hebdo. Dieudonné terpaksa harus berhadapan dengan penyidik kepolisian Perancis karena statusnya di Page Facebooknya yang berbunyi “I feel like Charlie Coulibaly.”
Coulibaly adalah nama salah seorang teroris yang membunuh 4 orang sandera di Supermarket Kosher yang memiliki nama lengkap Amedy Coulibaly. Akibat status Facebooknya tersebut, Dieudonné harus mendapat tuduhan sebagai anti-semit atau anti Yahudi dan membela para teroris.
Hal ini bukanlah hal pertama yang dialami oleh Dieudonné, sebab setahun yang lalu, panggung komedinya telah dilarang oleh pemerintah Perancis akibat lawakannya mengolok-olok Holocaust. Dalam lawakannya dia menyindir presenter radio yang seorang Yahudi dengan menyatakan telah “mengingatkan dirinya tentang Kamar Gas pada peristiwa Holocaust.”
Pemeriksaan terhadap Dieudonné pun dilakukan Senin (12/1) lalu atas dasar hukum di Perancis yang melarang mendukung atau mendorong tindakan terorisme dan status milik Dieudonné dianggap telah bersimpati kepada pelaku teror daripada kepada korban teror itu sendiri.
Maurice Sinet
Tak jauh beda dengan apa yang dialami oleh Dieudonné, Sinet yang memiliki nama lengkap Maurice Sinet (80), salah satu kolomnis Charlie Hebdo yang memiliki nama pena Siné pada tahun 2008 menulis sebuah kolom yang mengatakan bahwa ke-Yahudi-an itu berkolerasi dengan kesuksesan sosial dan ekonomi.
Akibat tulisan di kolomnya tersebut Sinet akhirnya dipecat oleh Charlie Hebdo dan kemudian dituntut dengan dakwaan menebarkan kebencian dan dibawa ke pengadilan oleh sebuah organisasi anti rasis yang bernama Ligue Internationale Contre le Racisme et l’Antisémitisme (LICRA).
Pada Januari 2009, Sinet akhirnya menjalani pengadilannya tersebut. Dalam kolom yang ditulisnya Sinet menyebut Jean Sarkozy, anak dari Presiden Perancis pada masa itu yang pindah agama ke Yahudi untuk alasan finansial, termasuk juga pertunangan Jean Sarkozy dengan seorang gadis Yahudi bernama Jessica Seboun-Darty.
Editor Charlie Hebdo pada masa itu, Philippe Val meminta Sinet untuk memohon maaf, tapi Sinet menolak dan mengatakan bahwa “Saya lebih baik memotong kemaluan saya.” Pada akhirnya akibat dituduh anti-semit itulah Sinet dipecat dari Charlie Hebdo.
Standar Ganda Charlie Hebdo
Dari apa yang dikatakan oleh Richard Malka, pengacara Charlie Hebdo pada awal tulisan tentang kebebasan untuk berbicara ala Charlie Hebdo dan kenyataan yang dialami oleh Dieudonné dan Sinet menunjukkan bahwa slogan yang digembar-gemborkan oleh Charlie Hebdo hanyalah omong kosong belaka.
Fakta tak terbantah ini pun menunjukkan bahwa Charlie Hebdo, sebagaimana pihak Barat (dalam hal ini Eropa dan Amerika) selama ini telah menerapkan dan seringkali mempertontonkan standar ganda dalam kebijakan-kebijakan mereka terhadap negara dunia ketiga, termasuk kebijakan mereka terhadap apa yang mereka sebut sebagai terorisme itu sendiri.
Ditambah lagi munculnya gerakan solidaritas yang dilakukan oleh sejumlah pemimpin negara yang turun ke jalan untuk bersama-sama meneriakkan “Je Suis Cahrlie” dengan maksud menentang tindakan terorisme yang menimpa wartawan Charlie Hebdo beberapa hari terakhir ini. Bahkan di antara pemimpin negara yang tergabung dalam aksi tersebut terdapat Benyamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel, yang rezimnya pada Juli 2014 lalu nyata-nyata melakukan serangan ke sebuah pasar di wilayah Shijaiyah di timur kota Gaza dan menewaskan 17 wartawan. Bukankah fakta ini layak dijadikan bukti tambahan bahwa aksi protes yang dilakukan para pemimpin tinggi negara tersebut sejatinya hanya makin menampakkan kemunafikan mereka?
Lalu apa bedanya Free Speech atau kebebasan berbicara ala Charlie Hebdo dengan kemunafikan yang ditunjukkan Netanyahu dan kawan-kawannya?
Tentu saja kita mengutuk tindakan pembunuhan terhadap para wartawan Charlie Hebdo, namun bukan berarti kita mendukung penghinaan sarat standar ganda yang dilakukan oleh Charlie Hebdo selama ini.
Mengutuk tindakan Charlie Hebdo tidak harus dengan melakukan pembunuhan terhadap para wartawannya, namun bila masyarakat Perancis dapat turun ke jalan dan meneriakkan slogan “Je Suis Cahrlie” pasca kejadian yang menimpa wartawan majalah satir tersebut, mestinya masyarakat Perancis juga dapat melakukan hal yang sama terhadap apa yang menimpa kaum Muslim saat nabinya berulangkali dilecehkan. Demikian pula untuk Dieudonné dan Sinet.
Kecuali, jika ini semua memang tak lebih dari sandiwara kolosal yang sengaja dikreasi pihak Barat untuk lebih mendiskreditkan Islam dengan agenda-agenda terselubung di balik beragam peristiwa kontroversial dan sarat standar ganda. (Lutfi/Yudhi)