Berita
CDCC Soroti Corak Keberagamaan Kelas Menengah dan Bawah di Indonesia
Menurut data World Value Survey (WVS) tentang nilai kemanusiaan dan kepercayaan global, kelas bawah cenderung konsevatif dan lebih eksklusif dalam beragama.
Hal ini disampaikan Prof. Gery Van Klinken, Peneliti Senior Royal Netherlands Institute for South East Asian & Caribbean Studies, KITLV Leiden, dalam sesi wawancara dengan beberapa awak media usai memberikan paparan dalam diskusi bertema “Konservatisme dan Pengalaman Beragama Kelas Menengah Indonesia” yang digelar Centre for Dialouge and Cooperation Among Civilization (CDCC), Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/3).
Gery melanjutkan bahwa menurut beberapa survei, mereka yang berpendidikan tinggi dan tinggal di kota besar seperti Jakarta, lebih terbuka dan berpandangan progresif.
Sementara, mereka yang tinggal di kota kecil, tidak berpendidikan tinggi, tidak banyak membaca dan bergaul cenderung akan mencurigai demokrasi dan berpandangan konservatif.
“Mobilitas sosial yang tinggi, banyak membaca dan bergaul dengan orang yang berbeda, pasti pandangan agamanya akan berubah,” terang Gery.
Namun pada kenyataannya, ada juga orang-orang yang berada di kelas menengah, berpendidikan tinggi, bergaul dengan banyak orang berbeda dan membaca banyak buku, yang ternyata pandangan keagamaannya masih konservatif dan cenderung mencurigai demokrasi serta mencurigai pandangan orang lain yang berbeda.
Menanggapi adanya sebagian orang di kalangan masyarakat kelas menengah yang pandangan keagamaannya masih konservatif tersebut Gery menjelaskan bahwa biasanya mereka adalah orang-orang yang hanya membaca ilmu-ilmu alam atau teknik. Akibatnya mereka hanya melihat dunia ini dengan hitam-putih, benar-salah, seperti halnya rumus matematika.
“Kalau di dunia sosial kan banyak kemungkinan lain, tapi mereka hanya melihat hitam-putih. Ini sering terjadi, saya tahu sendiri,” jelas Gery.
Bahkan menurut Gery, hal semacam itu tak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di dunia Barat yang beragama Kristen. Ada juga Kristen yang konservatif, yang fundamentalis dan memang rata-rata mereka adalah kalangan “penganut teknik”.
“Makanya saya sarankan semua orang membaca sejarah,” pungkasnya. (Lutfi/Yudhi)