Berita
Catatan Perjalanan Zuhairi Misrawi Menuju Karbala
Kolom berjudul “Demokrasi Kaum Milenial Irak” mengawali catatan perjalanan Zuhairi. Tulisan itu dimuat laman Detik, Kamis (10/10). “Saya menulis kolom ini dalam perjalanan ke Irak di dalam pesawat Qatar Airways,” kata Zuhairi. Sebagai pengamat Timur Tengah, kolom terbarunya itu menyoroti situasi terkini di Irak yang menurutnya sedang menghangat. Demonstran bermunculan akibat ketidakpuasan masyarakat kepada para pejabat yang dinilai lamban dalam membangun negara. Harmonisasi Sunni-Syiah yang selama ini dibangun, menurutnya, akan berpotensi ‘ditunggangi’ kalau persoalan publik ini tak segera diselesaikan. Sebab para perusuh kerap menggunakan isu sektarian khususnya adu-domba Sunni-Syiah dalam meraih tujuannya.
Dalam catatan yang lain, Zuhairi juga menulis kisah perjalanannya itu di akun media sosial Facebook dan Instagram dengan judul “Ziarah Ahlul Bait”, tiga hari lalu. Dari penjelasannya, ada beberapa tempat yang sedianya akan dikunjungi dalam rangkaian perjalaan ziarah itu:
Ziarah Ahlul Bait
Ungkapan Nashr Hamid yang tidak pernah saya lupa, “Islam itu ibarat samudera nan luas, yang kedalamannya tidak ada yang tahu”. Ungkapan ini selalu menyadarkan saya, bahwa Islam harus dipahami dari berbagai perspektif, berbagai mazhab, sehingga keindahannya semakin terasa.
Saya lahir dan tumbuh dalam tradisi NU, yang biasa dikenal Sunni, merasa beruntung mengenal tradisi Ahlul Bait yang biasa dikenal dengan Syiah. Ajaran cinta kasih, pengorbanan, dan keramahtamahan begitu kuat dalam tradisi Ahlul Bait.
Kali itu saya beruntung bisa berziarah ke Para Imam Ahlul Bait: Imam Ali, Imam Husein, Imam Ridha, Imam Musa al-Kadhim, Imam Ali Al-Hadi, Imam Hasan al-Askari. Saya juga akan mengikuti perayaan Arba’in di Karbala, mengenang kepahlawanan Imam Husein.
Betapa bahagianya saya, berziarah ke makam para sunan, para wali, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, dan Gus Dur saja saya senang tiada tara, bagaimana bahagianya saya bisa berziarah ke para imam Ahlul Bait. Pucuk dicita, ulam pun tiba.
Belum lagi, dalam ziarah ini saya dibimbing oleh KH. Miftah Rakhmat, ulama muda yang cerdas dan brilian. Kecerdasannya mengingatkan saya Gus Baha yang sedang viral di medsos. Selalu ada kebahagiaan saat bisa menimba ilmu dari jemaah Ahlul Bait.
Alhamdulillah, selama hidup ini saya bisa mengenal lebih dekat pada khazanah dan Para Imam Ahlul Bait. Berziarak ke Para Imam Ahlul Bait adalah karunia Allah SWT yang akan menjadi obat hati dalam mengarungi hidup yang penuh misteri ini. Shalawat.
Tiga hari kemudian, tepatnya Minggu (13/10), Analis Pemikiran dan Politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta, ini kembali munuliskan catatan perjalanannya. Kali ini dengan judul, “Ziarah Imam Ridha Alaihissalam”.
Ziarah Imam Ridha Alaihissalam
Mendarat di Mashad, Iran, di malam hari adalah sebuah berkah dan karunia tersendiri. Aroma kesucian Imam Ridha a.s. langsung terasa karena di setiap sudut berkumandang shalawat kepada Baginda Rasulullah SAW, dan Keluarganya.
Ali bin Musa bin Al-Ridha al-Murtadha adalah nama lengkapnya. Silsilahnya berasal dari jalur Imam Husein a.s., cucu Rasulullah SAW. Karena itu namanya begitu harum dalam khazanah Islam, termasuk dalam khazanah Sunni. Lebih-lebih dalam khazanah Ahlul Bait menyebutkan Imam Ridha a.s. sebagai Imam ke-8.
Selama di Mashad saya berziarah ke makam Imam Ridha yang menempati “haram” yang luasnya mencapai 100 hektar. Ini lokasi masjid yang paling luas dengan arsitektur yang luar biasa indahnya.
Imam Ridha a.s. selalu berada di hati umat Islam karena hidupnya dihibahkan untuk berbakti pada tegaknya nilai-nilai Islam. Ia selalu menempatkan keadilan dan kasih-sayang dalam mengambil setiap kebijakan. Makanya ia dikenal sebagai “arif” dan “wali”. Di makamnya, ada puluhan ribu, mungkin ratusan ribu orang yang berziarah. Mereka bertawassul kepada Imam agar syafaatnya selalu menyinari kehidupan dunia dan akhirat. Saya termasuk orang yang beruntung karena bisa berziarah di makamnya.”
Abu Hawra