Ikuti Kami Di Medsos

Opini

Yaumul Quds di Era Badai Al-Aqsa: Saatnya Perlawanan Palestina Mendapat Dukungan Global

Yaumul Quds di Era Badai Al-Aqsa: Saatnya Perlawanan Palestina Mendapat Dukungan Global

Ahlulbait Indonesia – Dalam beberapa bulan terakhir, dunia menyaksikan kebrutalan yang semakin meningkat terhadap rakyat Palestina. Sementara ribuan warga kehilangan tempat tinggal dan akses ke makanan, satu peringatan tahunan semakin menggema di seluruh dunia: Yaumul Quds. Bukan sekadar simbol, tetapi perlawanan global terhadap ketidakadilan.

Yaumul Quds dalam Konteks Historis

Sejak awal gerakan Islam pada tahun 1962, Imam Khomeini telah menunjukkan kepedulian yang mendalam terhadap isu Palestina dan Yerusalem (al-Quds). Imam secara terbuka mengecam hubungan Iran dengan rezim Zionis dan menyerukan pemutusan hubungan diplomatik dengan Israel. Selain itu, Imam Khomeini aktif mengkritik kebijakan pemerintah Iran saat itu yang dianggap mendukung kepentingan Barat dan mengabaikan penderitaan rakyat Palestina. Imam memahami bahwa rezim Zionis tidak hanya ingin merebut tanah Palestina, tetapi juga berusaha membatasi permasalahan ini agar tetap berada dalam lingkup dunia Arab saja. Namun, dengan dideklarasikannya ‘Yaumul Quds‘ pada 1979, sebagai hari solidaritas internasional umat Islam, perspektif ini berubah. Masalah Palestina tidak lagi hanya menjadi isu nasional bagi rakyat Palestina, tetapi telah menjadi bagian dari kesadaran kolektif umat Islam di seluruh dunia.

Setelah kemenangan Revolusi Islam Iran pada Februari 1979, Imam Khomeini segera mengambil langkah konkret dengan menggantikan Kedutaan Besar Israel di Iran dengan Kedutaan Besar Palestina. Langkah ini bukan hanya simbolis, tetapi juga merupakan pernyataan politik yang menegaskan bahwa Revolusi Islam berdiri teguh dalam perjuangan membebaskan Palestina. Selain itu, pertemuannya dengan Yasser Arafat memperlihatkan keseriusan Iran dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina.

Signifikansi Yaumul Quds di Era Modern

Saat ini, dengan meningkatnya represi terhadap rakyat Palestina, Yaumul Quds semakin relevan. Menurut laporan Amnesty International pada 5 Desember 2024, yang berjudul “You Feel Like You Are Subhuman’: Israel’s Genocide Against Palestinians in Gaza“, lebih dari 35.000 warga Palestina telah kehilangan tempat tinggal dalam enam bulan terakhir akibat agresi Israel. Blokade di Gaza juga telah memperburuk krisis kemanusiaan, dengan 92% warga mengalami kesulitan akses air bersih. Selain itu, laporan dari PBB mencatat bahwa lebih dari 70% penduduk Gaza kini berada dalam kondisi rawan pangan akibat blokade yang terus diperketat oleh Israel.

Tahun ini (28 Maret), peringatan Yaumul Quds berlangsung didahului dengan beberapa peristiwa besar seperti operasi “Badai Al-Aqsa” perjanjian gencatan senjata di Gaza, serta tekanan internasional terhadap rezim Zionis yang semakin meningkat. Selain itu, kebangkitan masyarakat di Amerika dan berbagai negara Eropa dalam menentang genosida yang dilakukan di Gaza menunjukkan bahwa dukungan terhadap Palestina tidak lagi terbatas pada negara-negara Muslim semata.

Poros Perlawanan dan Ketahanan terhadap Tekanan Global

Poros Perlawanan, yang terdiri dari berbagai kelompok dan negara yang menentang dominasi Zionis dan Barat di Timur Tengah, juga semakin menunjukkan ketangguhannya. Perlawanan yang terjadi di Gaza, Yaman, Iran, Lebanon, dan Irak bukan hanya sekadar reaksi spontan, tetapi merupakan manifestasi dari kesadaran ideologis yang telah dibangun selama bertahun-tahun. Hal ini membuktikan bahwa perjuangan membebaskan Palestina tidak dapat dipadamkan hanya dengan tekanan ekonomi atau intervensi militer.

Baca juga : “Inna alal Ahdi”: Dari Seruan Solidaritas Menuju Aksi Nyata

Menurut analis geopolitik Noam Chomsky, “Isu Palestina adalah ujian moral bagi dunia. Bagaimana kita meresponsnya akan mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan kita.” Kutipan dalam buku “Fateful Triangle The United States, Israel, and the Palestinians“, ini menunjukkan bahwa perjuangan Palestina tidak hanya bersifat regional, tetapi juga mencerminkan Perlawanan global terhadap ketidakadilan.

Amerika dan Upaya Melemahkan Perlawanan Palestina

Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya telah berulang kali berusaha melemahkan atau bahkan menghilangkan masalah Palestina dari perbincangan internasional. Melalui berbagai strategi, termasuk perjanjian damai yang berat sebelah dan tekanan ekonomi terhadap negara-negara yang mendukung Palestina, mereka berharap dapat menghilangkan atau setidaknya memperlemah Perlawanan rakyat Palestina.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan sebaliknya. Perlawanan Palestina tidak hanya bertahan, tetapi juga semakin kuat. Operasi “Badai Al-Aqsa” yang berlangsung tahun 2023, membuktikan bahwa kekuatan Perlawanan Palestina semakin terorganisir dan siap menghadapi segala bentuk agresi. Bahkan, protes global di kota-kota besar seperti London, Paris, dan New York menunjukkan peningkatan dukungan internasional terhadap perjuangan Palestina.

Masa Depan Perlawanan dan Strategi ke Depan

Dinamika politik di Timur Tengah saat ini menunjukkan bahwa perubahan besar sedang terjadi. Masyarakat di berbagai negara semakin menyadari pentingnya solidaritas terhadap rakyat Palestina. Sementara itu, Poros Perlawanan terus berkembang menjadi kekuatan strategis yang tidak bisa diabaikan oleh Barat. Iran, Yaman, Lebanon, Irak, dan kelompok-kelompok Perlawanan lainnya kini tidak hanya menjadi Suara Perlawanan, tetapi juga aktor nyata yang memiliki pengaruh besar dalam percaturan geopolitik global.

Amerika Serikat mungkin akan terus berusaha melemahkan Poros Perlawanan melalui tekanan ekonomi dan politik. Namun, Poros Perlawanan telah menunjukkan kemampuannya dalam bertahan melalui strategi diversifikasi aliansi, penguatan ekonomi domestik, serta peningkatan kapasitas militer dan teknologi pertahanan. Selain itu, dukungan rakyat di negara-negara kawasan terhadap gerakan perlawanan semakin meningkat, menciptakan tekanan politik bagi pemerintah yang berusaha menormalisasi hubungan dengan rezim Zionis. Kesadaran global yang berkembang mengenai perjuangan Palestina juga menjadi faktor yang memperkuat posisi Poros Perlawanan dalam menghadapi tekanan eksternal.

Seperti yang telah disampaikan oleh Imam Khomeini, Yaumul Quds bukan hanya sekadar peringatan tahunan, tetapi juga merupakan momentum untuk membangkitkan kesadaran umat Islam terhadap pentingnya persatuan dalam melawan ketidakadilan. Jika negara-negara Muslim bersatu dalam embargo dan baikot ekonomi dan memanfaatkan forum-forum internasional, perjuangan Palestina bisa mendapatkan momentum yang lebih besar di panggung global.

Dengan semakin berkembangnya kesadaran global dan meningkatnya solidaritas internasional, harapan untuk melihat Palestina merdeka dan Yerusalem kembali ke tangan umat Islam semakin nyata. Yaumul Quds bukan sekadar hari peringatan, tetapi merupakan janji perjuangan yang akan terus menginspirasi generasi mendatang hingga Palestina benar-benar terbebas dari penjajahan. []

Oleh: Redaksi Ahlulbait Indonesia

Baca juga : Demo Yaumul Quds: Bukti Nyata Keteguhan Bersama Para Syuhada