Ikuti Kami Di Medsos

Artikel

Soekarno (Bag.7)

Gempita Proklamasi

Proklamasi

Bung Karno dan Bung Hatta tiba kembali di Jakarta tanggal 14 Agustus 1945, satu hari sebelum Kaisar Hirohito menyatakan “Menyerah Kalah Kepada Sekutu”. Setiba di rumahnya di  Jl. Pegangsaan Timur 56 (Sekarang Jalan Proklamasi) telah berkumpul beberapa orang pemuda, dan menanyakan apa intruksi dari Bung Karno.

Tetapi keesokan malamnya, tanggal 15 Agustus, sejumlah pemuda datang lagi, dan mendesak Bung Karno supaya memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia malam itu juga. Namun sebelumnya, Bung Karno sudah menentukan hari Kemerdekaan sendiri yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Bung Karno yakin tanggal 17 Agustus 1945 itu, adalah hari keramat. Ia jatuh pada hari jum’at legi. Al-Qur’an diturunkan 17 Ramadhan. Orang Islam sholat 17 rakaat.

Ternyata pada malam itu juga, sekitar pukul tiga menjelang subuh, para pemuda itu datang lagi. Bung Karno serta Bung Hatta diculik dan dibawa ke Rengasdengklok, dimana ada pasukan PETA bertugas.

Seharusnya tanggal 16 di pagi hari, sidang PPPKI dilaksanakan, untuk menyusun naskah Proklamasi. Para anggota PPKI tidak dapat menyelesaikan naskah itu, karena Bung Karno belum hadir. Oleh karena itu anggota PPPKI mendorong Ahmad Subardjo supaya mencari Bung Karno dan Bung Hatta. Dan memang benar-benar Bung Karno-Bung Hatta sore itu tanggal 16 Agustus sudah tiba di Jakarta, atas bantuan Laksamana Maeda.

Konsep teks proklamasi adalah apa yang ditulis oleh Bung Karno, yang kemudian diketik oleh Sayuti Malik. Seusai sidang PPPKI dilaksanakan, Bung Karno pulang ke rumahnya. Ia tidak langsung tidur, walau Malarianya sudah mulai kambuh lagi. Bung Karno menulis berpupuh-puluh surat yang ditujukan kepada kawan-kawan sepergerakan, memberi nasehat dan petunjuk, apa yang harus dilakukan setelah proklamasi dilakukan. Ada yang mendapat tugas di bidang pertahanan, ada yang bertugas mengatur pemerintahan sipil, pembentukan komite kemerdekaan daerah di setiap kota, dan lain-lain.

Pada jam tujuh pagi keesokan harinya, yaitu tanggal 17 Agustus 1945, sekitar seratus orang lebih berkumpul di halaman rumah kediaman Bung Karno. Mereka datang berbondong-bondong membawa bambu runcing, skop, tongkat, parang atau golok, dan apa saja yang bisa dijadikan senjata. Dengan cara ketuk tular, orang-orang ini sudah tahu, bahwa pagi hari ini, Bung Karno mengumumkan Kemerdekaan.

Bung Karno memulai pidato pertamanya tanggal 17 Agustus 1945 yang antara lain berkata:

“Di dalam jaman Jepang ini, tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tapi pada hakekatnya tetap kita menyusun tenaga kita sendiri, tetap kita percaya pada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnya kita mengambil nasib bangsa dan tanah air dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangannya sendiri akan berdiri dengan kuatnya.”

Kemudian Bung Karno membacakan teks Proklamasi, persis tanggal 17 Ramadhan, dan 17 Agustus 1945. Proklamasi ini di samping didengarkan seluruh rakyat Indonesia, ialah juga ditujukan kepada seluruh dunia.

Proklamasi 17 Agustus ini tidak dilaksanakan dalam upacara seremonial, tidak merupakan pesta kemegahan, karena memang semuanya masih dalam darurat dan siap tempur. Fatmawati menjahit sendiri bendera Merah Putih (sekarang di perbendaharaan istana Negara), dan seorang pemuda memotong bambu untuk tiang bendera, dan Latief Hendraningrat seorang Perwira PETA menaikkan Bendera, diiringi lagu Indonesia Raya oleh semua yang hadir.

Proklamasi dengan segala kelengkapan dan kesahajaannya, sudah berlangsung. REVOLUSI SUDAH DIMULAI! (Malik)

Bersambung…

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *