Artikel
Soekarno (Bag.5)
Menghadapi Jepang
Seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya oleh Bung Karno tentang perang Pasifik, perang itu benar terjadi dan Belanda berhasil ditakhlukkan oleh Jerman. Namun, terlibatnya Jepang dalam perang dunia II yang telah berkobar di Eropa itu manjadi permasalahan baru bagi rakyat-rakyat Asia terutama berdampak bagi rakyat Jajahan.
Sasaran pendaratan Jepang adalah Palembang. Tak berselang lama setelah Jepang sampai di Padang, dengan tempo singkat dapat mengalahkan pasukan Belanda dan pada tanggal 7 Maret 1942 wilayah Hindia Belanda jatuh ke tangan Jepang.
Setelah itu, pihak Belanda ingin membawa Bung Karno ke Australia melalui Padang, Sesampainya di Padang, kapal yang hendak membawa Bung Karno meledak terkena bom Jepang. Setelah itulah Soekarno ditinggalkan oleh pihak Belanda di Padang.
Melihat suasana kota Padang yang tidak lagi stabil lantaran pendudukan Jepang, Bung Karno berusaha membangun sebuah organisasi masyarakat yang nantinya bisa berunding dengan tentara Jepang. Setelah masuk kota, kebetulan ada sebuah organisasi kecil, yaitu organisasi pedagang. Bung Karno menemui ketuanya lalu menganjurkan supaya ketua organisasi pedagang itu mengadakan rapat umum di lapangan. Dalam rapat ini Bung Karno berhasil membentuk apa yang disebut “Komando Rakyat,” yang oleh Bung Karno diberikan tugas sebagai pemerintah sementara dan untuk menjaga ketertiban.
Pindah ke Jakarta
Kesuksesan yang dilakukan Bung Karno di Padang tidak bertahan lama dalam mengendalikan kekerasan yang sangat mungkin terjadi akibat rakyat Indonesia yang bersikap memusuhi Jepang dan dari pihak Jepang sendiri yang cenderung bertindak kasar. Sebab, otoritas Jepang menghendaki Bung Karno segera dikirim ke Jakarta.
Setibanya di Jakarta, ia dijemput Anwar Cokroaminoto, Hatta dan Sartono sahabat lama sekaligus teman perjuangan Bung Karno. “Hatta berbisik, ‘bagaimana pendapat Bung Karno mengenai pendudukan ini?’ aku membisikkan kembali, ‘jepang tidak akan lama disini’. Mereka akan kalah dan kita akan menghancurkan mereka. Inipun asal kita tidak menentang mereka secara terang-terangan”.
Keesokan harinya, Bung Karno menemui Jenderal Imamura, Panglima Tentara Darat Jepang ke XVI, di bekas Istana Gubernur Jenderal untuk membicarakan beberapa hal. Kemudian pada bulan Maret 1943, Jepang menugaskan Bung Karno menyusun organisasi yang akan menyalurkan bantuan riil kepada Jepang dalam “Perang Asia Timur Raya.” Organisasi ini diberi nama PUTERA, yaitu kepanjangan dari Pusat Tenaga Rakyat. Salah satu tugasnya ialah membangkitkan semangat rakyat agar membenci Amerika, Inggris, dan Belanda.
Melalui Putera, Bung Karno dapat berkomunikasi aktif dengan rakyat. Dalam upayanya mendeskriditkan pasukan Sekutu, Bung Karno melontarkan slogan:
“Awaslah Inggris dan Amerika, musuh seluruh Asia, Inggris kita linggis, Amerika kita Setrika.”
Kerja Paksa
Walau di satu sisi Indonesia memiliki kepentingan yang sama dengan Jepang untuk memusuhi Belanda, Amerika dan Inggris, namun Jepang sendiri dalam pendudukanya di Indonesia melakukan banyak kekejaman terhadap rakyat Indonesia. Yang paling terkenal adalah ROMUSHA, yaitu sistim kerja paksa yang menyebabkan lebih dari lima juta rakyat Indonesia dipaksa bekerja untuk Jepang, dan dari situ sepertiga diantaranya meninggal karena keteraniayaan.
Salah satu akibat dari Romusha itu, lima orang mahasiswa Fakultas Kedokteran mendatangi Bung Karno. Mereka menggugat Bung Karno yang diindikasikan terlibat merekrut Romusha tersebut. Gugatan itu mengakibatkan Bung Karno tidak lagi dipercaya oleh rakyat. Terhadap gugatan itu, Bung Karno menjelaskan: “Bahwa ia harus memilih salah satu dari dua jalan. Jalan pertama bersifat Revolusioner yang telah ditunjukan oleh Peta dalam pemberontakan di Blitar. Kenyataanya, jalan pertama belum siap. Pemberontakan tersebut dapat dipadamkan Jepang dengan mudah. Jalan kedua secara taktis bekerjasama dengan pihak Jepang, sambil mengkonsolidasi kekuatan. Inilah pilihan Bung Karno. (Malik)
Bersambung…