Ikuti Kami Di Medsos

Opini

Perang Global Melawan Pemakaman Sayyid Syahid Hassan Nasrallah

Perang Global Melawan Pemakaman Sayyid Syahid Hassan Nasrallah

Perang Global Melawan Pemakaman Sayyid Syahid Hassan Nasrallah

Oleh: Muhlisin Turkan

Ahlulbait Indonesia – Sejak diumumkannya jadwal pemakaman Sayyid Hassan Nasrallah, berbagai upaya untuk menggagalkan prosesi tersebut terus bermunculan. Skenario demi skenario dirancang, seolah dunia bersatu menentang kehadiran jenazah seorang tokoh yang kini menjadi simbol Perlawanan.

Sebelum jenazah diusung di atas pundak, sebelum jalan-jalan Beirut dipenuhi lautan manusia, dan sebelum teriakan kesetiaan menggema di udara, keresahan telah terasa sangat nyata. Di balik pintu-pintu tertutup, sejumlah pihak tampak gentar. Sosok yang telah meninggalkan dunia fana ini seolah masih mampu menggetarkan hati dan nurani banyak orang.

Mobilisasi politik, pemberitaan media, penutupan bandara, dan peningkatan keamanan secara masif sama sekali bukan untuk menjaga ketertiban Lebanon. Lebih dari itu, tindakan ini bertujuan membendung sebuah peristiwa bersejarah yang berpotensi menggagalkan konspirasi yang dirancang di pusat-pusat kekuasaan seperti Tel Aviv dan Washington.

Sejak kabar wafatnya Sayyid Hassan Nasrallah tersebar, narasi mengenai runtuhnya Perlawanan terus digaungkan. Namun, klaim tersebut tak pernah menemukan pijakan kokoh. Justru, berbagai upaya untuk menggagalkan prosesi pemakaman memperlihatkan ketakutan mendalam—bukan terhadap jenazah itu sendiri, melainkan terhadap gelombang manusia yang akan mengusungnya dan meneriakkan namanya.

Tekanan Global dan Pembatasan Mobilitas
Gelombang tekanan datang bertubi-tubi dari berbagai penjuru dunia. Sejumlah maskapai penerbangan Eropa secara serentak membatalkan ratusan penerbangan ke Beirut, memaksa penumpang yang telah memesan tiket membatalkan perjalanan mereka. Lebih dari 120 penerbangan dari Eropa ke Beirut dibatalkan atau ditunda hingga setelah tanggal 23 Februari. Turkish Airlines, tanpa penjelasan yang jelas, membatalkan 20 persen penerbangannya, termasuk rute dari Jerman ke Istanbul dan Ankara.

Di berbagai bandara, penumpang asal Lebanon menghadapi interogasi dengan pertanyaan tak lazim, seolah kehadiran mereka di tanah air sendiri dianggap mencurigakan. Tekanan pun merambat ke perusahaan, lembaga, media, hotel, hingga komunitas-komunitas Lebanon di luar negeri. Seolah-olah partisipasi mereka dalam prosesi pemakaman ini dipandang sebagai ancaman terhadap tatanan global.

Baca juga : Jejak Sang Syahid al-Muqawwamah: Mengubah Yaman Menjadi Benteng Perlawanan Arab & Islam

Medan Pertempuran di Dunia Digital
Perang ini tak hanya berkecamuk di ranah fisik dan politik, tetapi juga di dunia digital. Perusahaan teknologi besar seperti Facebook dan Instagram memperketat pengawasan terhadap unggahan terkait pemakaman tersebut. Akun-akun yang memantau persiapan prosesi dihapus, dan berbagai dokumentasi dibatasi bahkan sebelum acara dimulai. Upaya ini tampaknya bertujuan agar prosesi ini berlalu tanpa jejak visual yang berpotensi menjadi inspirasi bagi generasi dimasa mendatang.

Pertanyaan yang Mengemuka
Situasi ini memunculkan pertanyaan: Jika Perlawanan benar-benar telah kalah, sebagaimana klaim musuh-musuh, mengapa pemakaman seorang tokoh mampu memicu begitu banyak kegelisahan? Mengapa berbagai upaya dikerahkan demi mencegah partisipasi masyarakat, bahkan hingga muncul ancaman serangan terhadap para peserta prosesi?

Sesungguhnya, ini bukan hanya tentang pemakaman jenazah. Ini adalah perang melawan ideologi yang telah tertanam dalam jiwa jutaan manusia. Ketika mereka turun ke jalan dan meneriakkan nama Sang Syahid, mereka tidak sekadar memanggil seorang tokoh yang telah tiada, melainkan menyuarakan cita-cita perjuangan yang diwariskan.

Pesan dari Lautan Manusia
Ketika gelombang massa membentang dari Dahiyeh hingga Beirut, mereka membawa pesan yang lebih kuat dari rudal, lebih tajam dari pisau, dan lebih jelas dari pidato politikus mana pun: “Kami di sini, kami akan melanjutkan jalan ini, dan tanah ini adalah milik kami.”

Ini bukan sekadar pemakaman, melainkan penegasan atas empat dekade perjuangan yang tak terhenti oleh kematian. Serangan terhadap pemakaman Sayyid Hassan Nasrallah bukanlah sekadar pertarungan politik. Ini adalah konfrontasi nilai dan keyakinan yang berakar pada sejarah panjang Perlawanan.

Baca juga : Sang Syahid Sayid Hasan Nasrullah

Simbol Kepemimpinan yang Abadi
Bagi sebagian negara, kepemimpinan hanya dipandang sebagai jabatan demi kekuasaan dan kepentingan pribadi. Namun, di Lebanon, kepergian seorang pemimpin yang tak pernah mengkhianati rakyatnya menjadi bukti bahwa masih ada sosok yang hidup dan mati demi prinsip. Tak heran jika pemandangan jutaan orang yang bersatu untuk menghormatinya terasa mengguncang dunia, karena mengingatkan pada kegagalan pemimpin-pemimpin di berbagai negara.

Ketakutan terhadap prosesi ini bukanlah ketakutan terhadap jenazah yang terbujur kaku, melainkan terhadap pesan yang akan terus bergema di hati mereka yang hadir. Ini adalah momen ketika sejarah ditulis bukan dengan tinta, melainkan dengan air mata dan teriakan—momen yang akan terpatri dalam ingatan kolektif selama puluhan tahun ke depan.

Beberapa pertempuran memang tidak dimenangkan dengan senjata, melainkan dengan keyakinan dan keberanian. Dan apa yang kini terjadi di Lebanon bukanlah sekadar pemakaman, melainkan babak baru dalam perjalanan panjang Perlawanan—babak di mana kepergian seorang pemimpin justru menjadi awal dari semangat perjuangan yang tak akan pernah padam. []

Baca juga : ABI 15 Tahun: Menuju Organisasi Berbudaya dan Berdaya Global