Opini
Pemenang Piala Dunia Qatar 2022 adalah Palestina!
Pemenang Piala Dunia Qatar 2022 adalah Palestina!
Gelaran Piala Dunia di Qatar terbilang cukup fenomenal. Benar-benar berbeda dari sebelumnya. Terutama dari aura politisnya.
Seolah Piala Dunia kali ini mewakili kepentingan dunia Islam, umat Islam, dan bangsa-bangsa muslim. Sejumlah isu dan budaya khas Barat dibatasi atau bahkan dilarang. Seperti LGBT, mengkonsumsi alkohol, berpakaian minim bagi kaum perempuan, dan sejenisnya. Di sisi lain, pemerintah Qatar selaku penyelenggara perhelatan sepakbola dunia itu aktif mensosialisasikan hijab, pembukaan masjid, layanan publik di jalan-jalan, dukungan terhadap negara sesama muslim seperti negara Iran, pembacaan al-Quran, dan lain-lain.
Sikap dan kebijakan tidak lazim itu pun menyulut pro kontra. Terlebih pihak Barat yang diwakili tim nasional sepakbolanya. Sebut saja kesebelasan Jerman, Denmark, dan Wales yang bersikeras mengampanyekan LGBT saat bermain. Namun setelah terancam mendapat sanksi, mereka pun urung melakukannya. Mereka berdalih kampanye yang dilakukan itu atas nama kemanusiaan. Pertanyaannya, apakah Barat memiliki posisi dan otoritas untuk bertingkah atas nama kemanusiaan?
Kitab sejarah kehidupan modern tampaknya dipenuhi bukti serangkaian kebijakan dan tindakan Barat yang justru melawan nilai-nilai kemanusiaan. Salah satunya yang paling historis adalah penjajahan yang dialami rakyat Palestina sejak 1948 oleh rezim kolonial zionis. Bukan hanya Barat, baik rezim AS maupun rezim Uni Eropa, seolah tutup mata dengan tragedi kemanusiaan terbesar di abad akal sehat ini. Lebih dari itu, mereka ikut terlibat dalam mengawetkan dan memperburuk kolonialisme berlarut-larut tersebut.
Baca juga : “SYIAH” ABI
Secara terang-terangan dan jor-joran, Barat mendukung rezim zionis, baik secara finansial, militer, hingga politik. Semua bukti itu mudah ditemukan di manapun, termasuk di dunia maya. Salah satu tujuan dari buka-bukaan atas dukungannya itu adalah agar kolonialisasi di Palestina dianggap sesuatu yang normal, wajar, atau sekadar letupan konflik antar dua pihak. Mereka ingin menyembunyikan fakta penjajahan melalui normalisasi di tingkat persepsi.
Tak cukup hanya di situ. Barat melalui skenario politik yang dirancang rezim AS di bawah presidennya pada masa itu, Donald Trump, juga mengagendakan normalisasi di tingkat diplomasi. Beberapa monarki Arab (UEA dan Bahrain) dan Afrika kemudian mendeklarasikan hubungan diplomatiknya dengan rezim kolonial zionis bernama “israel”, menyusul Mesir, Yordania, dan Turki. Konon, beberapa monarki lain, utamanya Kerajaan Arab Saudi, akan segera menormalisasi hubungan dengan rezim zionis.
Kendati begitu, dunia sudah tahu bahwa jauh sebelum merayakan “normalisasi” itu, monarki-monarki tersebut sudah menjalin hubungan mesra secara diam-diam dengan rezim zionis. Karenanya, kata yang tepat bukanlah “normalisasi” melainkan “formalisasi”. Tentu saja, sebagai negara otoriter, monarki-monarki dan negara-negara diktator itu melakukan “normalisasi” tanpa menyertakan rakyatnya. Dan inilah fakta yang diungkap dalam gelaran Piala Dunia di Qatar tahun ini.
Menariknya lagi, pengungkapan itu justru berawal dari kehadiran awak media zionis untuk meliput hajat sepakbola dunia itu. Sebenarnya, kehadiran jurnalis zionis bukan hanya untuk meliput dan menyiarkan pertandingan sepakbola. Melainkan, ingin tampil seolah mewakili negara yang legitim dan legal di mata publik dunia. Namun, yang terjadi kemudian benar-benar di luar dugaan. Reaksi rata-rata warga atau penonton mancanegara, setidaknya yang viral di media sosial, bukan hanya menolak diwawancarai wartawan zionis. Lebih dari itu, mereka juga memyatakan dirinya pro Palestina dengan menyuarakan slogan “free free Palestine”.
Sebuah video yang beredar di media sosial, misalnya, menayangkan seorang fans Jepang saat diminta wawancara secara spontan menolak manakala tahu pewawancaranya adalah stasiun televisi zionis. Lalu fans Brasil bernyanyi dan meneriakkan “Free Palestine! Free Palestine!” di kereta bawah tanah di Doha ketika tim mereka akan bertanding dengan Kameron.
Baca juga : Setelah Rusia Dikenai Sanksi Olahraga, Masih Adakah yang Percaya Kebohongan Besar Ini?!
Bahkan seorang pendukung tim Inggris ketika diwawancarai salah satu stasiun televisi zionis setelah kemenangan timnya mengatakan dengan lantang, “…dan yang paling penting adalah Free Palestine!” Ini belum lagi sejumlah daftar dukungan dari tim dan fans Tunisia, Maroko dan juga tuan rumah Qatar. Dukungan Qatar terhadap Palestina juga ditujukkan oleh asisten Menteri Luar Negeri Qatar Lolwah al-Khater yang mengibarkan bendera Palestina dari tribun penonton ketika Maroko bertanding melawan Portugal.
Gambaran optimistik dalam rangkaian peristiwa itu membuktikan bahwa kemesraan sebagian elit monarki Arab dan Afrika dengan rezim ilegal zionis sama sekali tidak mewakili aspirasi rakyatnya. Terbaru dan paling spektakuler adalah kesebelasan Maroko. Selain secara sportif mencatat rekor sebagai negara Afrika dan muslim pertama yang tembus semifinal Piala Dunia, tim berjuluk Singa Atlas itu juga selalu melakukan selebrasi dalam setiap kemenangannya dengan mengibarkan bendera Palestina. Ini adalah ekspresi paling populer tentang bagaimana olahraga dapat secara efektif menjadi kanal perlawanan terhadap penjajahan.
Kesebelasan Maroko juga menjadi satu-satunya tim yang konsisten dan fokus pada isu Palestina. Tak hanya pemain di lapangan, para fans di stadion maupun di seluruh dunia, termasuk rakyat di negaranya, selalu merayakan kemenangan tim Maroko dengan menyertakan atribut Palestina. Gayung pun bersambut. Rakyat Palestina, baik di Tepi Barat, Jalur Gaza, maupun di pengungsian, juga ikut mendukung tim Maroko, yang memicu ketakutan di tubuh rezim kolonial zionis. Mereka pun mereaksi kegembiraan warga Palestina atas kemenangan tim Maroko dengan mengerahkan serdadu bersenjata lengkap untuk melakukan represi dan intimidasi.
Padahal kita tahu, kerajaan Maroko sendiri termasuk yang menjalin hubungan diplomatik dengan rezim zionis sejak 10 Desember 2020. Namun, lagi-lagi, hubungan itu ilegal jika diparalelkan dengan aspirasi rakyatnya yang mayoritas pro Palestina, sebagimana dipertontonkan oleh tim nasional dan rakyat Maroko pada umumnya. Alhasil, di tengah semua kontrovesi dan gegap gempita dari perhelatan Piala Dunia kali ini, Palestina tampil sebagai bintang sekaligus pemenang.
Kabut penjajahan yang menyelimuti bangsa Palestina karenanya mulai tersibak. Publik dunia pun mulai tergerak dan satu kata bahwa penjajahan zionis wajib ditolak. Semoga ini menjadi pertanda sebentar lagi kemerdekaan Palestina akan tegak.
Baca juga : Mengapa Amerika Jengkel?