Opini
Nakba Day: Menjaga Ingatan, Menguatkan Perlawanan
Usai perang dunia kedua, ketika banyak negara mulai menghentikan kekerasan dan perang, rakyat palestina justru memulai penderitaannya. Berawal saat koloni zionis mengaku sebagai “negara Israel” seraya menjarah dan mengklaim tanah-tanah milik warga Palestina sebagai milik zionis.
Tapi mereka tak hanya mengklaim. Hari itu, 15 Mei 1948, koloni zionis imigran melakukan masaker serta mengusir sekitar 700 ribu warga Palestina dari rumah mereka sendiri untuk selamanya. Warga Palestina itu pun terlunta-lunta mencari perlindungan dan menjadi eksil di sejumlah negara tetangga seperti Lebanon, Suriah, dan Jordan. Itu pun tanpa jaminanan hidup dan status kewarganegaraan.
Pada 1998, tanggal 15 Mei lalu ditetapkan pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Yasser Arafat, sebagai Hari Nakba (Yaumul Nakbah, Hari Malapetaka).
Sejak itu, Hari Nakba berupa masaker hingga pengusiran warga Palestina secara brutal diperingati setiap tahunnya. Bukan tanpa alasan, sebab perampasan dan pengusiran yang dilakukan zionis juga tak pernah berhenti. Sejak itu mereka terus mengusir dan merampas tanah-tanah milik warga Palestina. Sehingga bisa dikatakan Nakba Day tak hanya terjadi pada 1948, namun terus berlanjut hingga saat ini.
Yang baru-baru terjadi, bagaimana para serdadu zionis berusaha mengusir penduduk Palestina di Jerusalem Timur dan wilayah Sheikh Jarrah. Ya, para zionis ini masih menyimpan watak dan ambisi yang sama, menghapus bangsa Palestina.
Sayangnya, sejak Nakba Day 73 tahun lalu hingga saat ini banyak negara bungkam dan tutup mata. Bahkan yang disebut sebagai Perserikatan Bangsa-Bangsa, semua membisu. Seolah-olah apa yang dilakukan zionis telah mendapat restu dan legal.
Apalagi para monarki Arab yang bukannya membantu warga Palestina, tapi malah duduk satu meja dengan entitas pembunuh. Lebih buruk lagi, mereka beralasan melakukan itu untuk menciptakan perdamaian di Kawasan.
Maka, Nakba Day harus menjadi pengingat, menjadi ingatan yang tak boleh padam. Mengingat kekejaman zionis. Selanjutnya ingatan itu menjadi bara, untuk membakar semangat perlawanan, mengobarkan semangat juang. Dengan menjaga ingatan, maka semangat perlawanan akan terus terjaga.
Ingatan inilah yang ditakuti zionis. Sebab ingatan itu lebih berbahaya dari roket. Ingatan itu akan terus mengalir dari generasi ke generasi, menyadarkan, menyingkap kejahatan zionis selama ini. Sehingga semangat juang untuk melawan zionis tak akan pernah padam.
Pada Nakba tahun ini perlawanan itu kian gamblang terlihat. Bagaimana kota-kota zionis beberapa hari lalu dihujani ratusan roket para pejuang Palestina. Itu merupakan serangan terbesar yang pernah dilancarkan para pejuang Palestina. Bisa dipastikan pula, itu bukan serangan terakhir kendati menurut banyak pengamat, berpotensi mengakhiri eksistensi rezim zionis “Israel” yang tak pernah legal sebagai “negara”.