Opini
Donald Trump: Peran Mulianya sebagai Pembawa Damai dengan Bom & Ancaman

Oleh: Muhlisin Turkan
Ahlulbait Indonesia – Siapa yang lebih baik dalam membawa perdamaian selain seorang pria yang memulai kepemimpinannya dengan serangan udara? Donald Trump, sang maestro negosiasi, pria yang pernah berjanji untuk mengutamakan kepentingan rakyat Amerika dan menghindari perang yang tidak perlu, kini menunjukkan cara baru untuk mencapai perdamaian: dengan menjatuhkan bom di Yaman dan mengancam Iran. Benar-benar pendekatan inovatif untuk resolusi konflik!
Di hari-hari awal pemerintahannya, Trump membuat pernyataan heroik tentang bagaimana ia tidak akan mengikuti jejak Joe Biden dan malah akan menjadi “pembawa damai”. Tentu saja, definisi perdamaian menurut Trump tampaknya lebih mirip dengan “jika ada masalah, hancurkan saja dengan misil.” Maka tak heran, begitu ada sedikit gangguan di Laut Merah—gangguan yang kebetulan menghambat jalur perdagangan Israel— pada Sabtu (15/3/25), Trump langsung menunjukkan kepemimpinannya dengan cara yang paling khas: mengirimkan pesawat tempur untuk menghancurkan target yang dianggapnya “mengancam.” Hasilnya? Puluhan warga sipil Yaman, termasuk perempuan dan anak-anak, tewas.
Tapi tenang saja, Washington telah memastikan bahwa yang mereka serang adalah “sistem rudal dan drone, pertahanan udara, dan radar.” Fakta bahwa rekaman di lapangan menunjukkan bom Amerika menghantam kompleks perumahan hanyalah detail kecil yang tentu tidak perlu diperhatikan. Lagi pula, semua ini demi menjaga keamanan global, bukan?
Namun, jangan salah sangka, ini bukan soal membela Israel—meskipun semua orang tahu bahwa satu-satunya alasan Laut Merah menjadi masalah bagi Washington adalah karena kapal-kapal Israel tidak bisa melewatinya. Ansarullah, kelompok yang menguasai sebagian besar Yaman sejak 2015, berani-beraninya menyatakan dukungan untuk rakyat Palestina! Lebih parah lagi, mereka berani meminta agar Israel tidak menghalangi bantuan kemanusiaan ke Gaza. Apa mereka tidak tahu bahwa hanya Washington dan sekutunya yang boleh menentukan siapa yang berhak mendapatkan makanan dan obat-obatan?
Trump yang selama kampanyenya berjanji untuk menghemat pajak rakyat Amerika, kini dengan murah hati membakar uang mereka untuk membombardir Yaman. Sungguh murah hati! Daripada menggunakan anggaran itu untuk hal sepele seperti layanan kesehatan atau infrastruktur, lebih baik digunakan untuk memastikan bahwa tidak ada kapal Israel yang merasa terganggu di Laut Merah.
Baca juga : Nak, dengan Satu Jarimu, Apakah Kamu Masih Bisa Menembak?
Tak hanya Yaman, Trump juga menunjukkan kepiawaiannya dalam diplomasi dengan Iran. Dalam postingannya yang penuh kebijaksanaan di Truth Social mengutip laporan Al Jazeera pada Senin (17/3/25), ia mengumumkan bahwa setiap peluru yang ditembakkan oleh Ansarullah akan dianggap sebagai peluru yang ditembakkan oleh Iran. Logika ini luar biasa! Dengan standar ini, jika seorang pria mabuk di Texas menembakkan pistol ke udara, Meksiko juga bisa dianggap bertanggung jawab, bukan?
Iran, tentu saja, telah mengatakan berkali-kali bahwa mereka tidak mengendalikan kelompok perlawanan di Timur Tengah. Tapi siapa yang peduli dengan bukti? Toh, dalam tradisi politik luar negeri AS, jika sesuatu tidak bisa dijelaskan dengan fakta, cukup ulangi tuduhan tersebut berkali-kali hingga menjadi kebenaran alternatif. Trump bahkan sempat berusaha tampil sebagai negosiator ulung dengan mengirim surat kepada Pemimpin Tertinggi Iran melalui diplomat UEA. Sayangnya, dia tidak sabar menunggu tanggapan dan langsung kembali ke ancaman dan sanksi. Begitu banyak untuk pendekatan diplomatik yang katanya lebih baik dari pendahulunya!
Di tengah semua ini, pada Senin (17/3/25), pawai jutaan manusia di Sanaa menunjukkan keteguhan hati rakyat Yaman. Mereka turun ke jalan, menegaskan dukungan mereka terhadap Palestina, dan mengirim pesan yang jelas: mereka tidak takut pada bom Trump. Seorang warga bahkan berkata, “Kami lebih baik mati bersama saudara-saudari kami di Palestina daripada hidup nyaman sementara mereka dibantai.” Sungguh mengejutkan! Seharusnya mereka belajar dari sekutu-sekutu Washington di Timur Tengah yang tahu bahwa menjilat kekuasaan global jauh lebih menguntungkan daripada berjuang demi kehormatan.
Para analis pun bertanya-tanya: apakah serangan Trump benar-benar akan melemahkan kemampuan militer Yaman? Tentu saja tidak! Tapi sejak kapan kebijakan luar negeri AS berlandaskan akal sehat? Jika serangan bertubi-tubi Biden saja gagal, maka jelas bahwa solusi Trump untuk “menyerang lebih banyak lagi” adalah langkah yang paling logis.
Pada akhirnya, Trump telah membuktikan satu hal: siapa pun yang menjadi Presiden AS, perang tetap ada dalam DNA kebijakan luar negeri mereka. Apakah Trump benar-benar berbeda dari pendahulunya? Tentu saja! Dia lebih blak-blakan, lebih tidak sabaran, dan lebih suka menyampaikan kebijakannya lewat media sosial daripada lewat jalur diplomasi resmi. Tapi hasil akhirnya tetap sama: lebih banyak bom, lebih banyak korban, dan lebih banyak uang pajak rakyat Amerika yang terbuang sia-sia.
Selamat datang di era “perdamaian” Trump—yang didefinisikan dengan misil, ancaman, dan, tentu saja, cuitan di Truth Social![]
Baca juga : Elegansi Kebisuan: Ketika Tragedi Suriah Dibungkus Kesalehan