Ikuti Kami Di Medsos

Opini

Demo Yaumul Quds: Bukti Nyata Keteguhan Bersama Para Syuhada

Demo Yaumul Quds: Bukti Nyata Keteguhan Bersama Para Syuhada

Oleh: Muhlisin Turkan

Ahlulbait Indonesia – Ada hal-hal dalam hidup yang tak boleh goyah, tak boleh runtuh, dan tak boleh pudar meski diterpa badai paling ganas sekalipun. Cita-cita yang tertanam dalam hati, janji yang telah disematkan kepada Allah SWT, serta prinsip yang kita yakini sebagai kebenaran; semua harus dijaga dengan segenap jiwa dan raga.

Seperti para Syuhada yang tetap berdiri kokoh di tengah medan perang, kita pun harus tetap teguh dalam menghadapi berbagai ujian kehidupan. Keteguhan bukan sekadar sikap keras kepala, melainkan sebuah keyakinan yang tumbuh dari pemahaman al-Quran secara mendalam bahwa apa yang kita perjuangkan adalah sesuatu yang benar.

Coba bayangkan sebuah kondisi di mana segala sesuatunya tampak mustahil. Musuh mengepung dari segala arah, harapan semakin menipis, dan hati terasa sesak oleh ketakutan. Dalam situasi seperti inilah ujian sejati terjadi. Apakah kita akan menyerah dan berpaling, ataukah kita akan tetap teguh pada prinsip yang telah kita pegang erat sejak awal?

Allah telah mengabadikan keteguhan ini dalam firman-Nya:

Di antara orang-orang beriman itu ada yang menepati janjinya kepada Allah. Di antara mereka ada yang telah gugur sebagai syuhada, dan ada pula yang masih menunggu, tanpa sedikit pun mengubah janjinya.” (QS. Al-Ahzab: 23)

Janji kepada Allah bukanlah sekadar cerita fiksi, melainkan komitmen yang harus ditepati, meskipun harga yang harus dibayar adalah nyawa.

Meneladani Jiwa-jiwa yang Kokoh

Sejarah telah membuktikan bahwa keteguhan adalah kunci bagi mereka yang ingin mencapai kejayaan. Ketika Perang Khandaq atau Ahzab terjadi, kaum Muslimin dikepung dari segala sisi, dan rasa takut menguji keimanan mereka. Orang-orang munafik mulai mencari alasan untuk mundur keluar dari barisan Rasulullah SAW, dan mengatakan bahwa janji Allah hanyalah harapan kosong. Tetapi di sisi lain, mereka yang benar-benar beriman justru semakin yakin bahwa pertolongan Allah pasti akan datang.

Dalam Perang Ahzab itu, pasukan Musyrikin yang terdiri dari berbagai kabilah (Ahzab) berjumlah sekitar 10.000 orang. Dari jumlah tersebut, 4.000 di antaranya merupakan pasukan khusus yang menunggangi 3.000 kuda dan 1.500 unta, berasal dari kaum Quraisy serta sekutu-sekutunya. Menurut beberapa sumber, total kekuatan pasukan Musyrikin, termasuk Quraisy, Ghathfan, Sulaim, Asad, Asyja’, Quraidhah, Nadzir, serta kelompok-kelompok Yahudi lainnya, mencapai 24.000 orang. Sementara itu, kaum Muslimin hanya berjumlah sekitar 3.000 pasukan—suatu perbandingan kekuatan yang jauh dari seimbang. Situasi ini semakin genting dengan adanya pengkhianatan dari Bani Quraidhah, yang sebelumnya telah terikat perjanjian dengan kaum Muslimin.

Kaum Muslimin berada dalam kondisi yang sangat sulit. Dari belakang, mereka menghadapi ancaman dari Bani Quraidhah yang sewaktu-waktu bisa menikam dari dalam. Dari depan, pasukan Musyrikin yang jauh lebih besar siap menyerang, sementara parit pertahanan yang mereka gali bisa saja dilompati musuh kapan saja. Rasa cemas dan ketakutan pun menyelimuti mereka.

Al-Quran menggambarkan kepanikan yang melanda kaum Muslimin saat itu sebagai ujian keimanan yang amat berat. Namun, di tengah situasi yang menegangkan, masih ada sosok pemberani yang tetap teguh: Imam Ali bin Abi Thalib. Dengan keberanian luar biasa, beliau maju menghadapi Amr bin Abdiwud, seorang kesatria Quraisy yang ditakuti. Dalam satu tebasan pedang, Imam Ali berhasil mengakhiri pertarungan itu—sebuah momen monumental hingga Rasulullah SAW bersabda:

Seluruh Islam berhadapan dengan seluruh kekufuran.

Beliau juga menegaskan keutamaan peristiwa itu dengan bersabda:

Pukulan Ali dalam Perang Khandaq lebih utama dari ibadahnya tsaqalain (jin dan manusia).

Kisah semacam ini tidak hanya hidup dalam lembaran sejarah Islam, tetapi terus berlanjut hingga hari ini. Kita melihat sosok-sosok yang tetap teguh dalam menghadapi rintangan, yang tidak pernah menyerah meski dunia seakan berusaha membungkam mereka.

Baca juga : “Inna alal Ahdi”: Dari Seruan Solidaritas Menuju Aksi Nyata

Qasim Soleimani, Sayyid Hasan Nasrallah, Ismail Haniyeh, dan Yahya Sinwar

Lihatlah Haj Qasim Soleimani. Seorang pria biasa seperti kita. Dengan langkah mantap dan hati yang yakin, ia terus maju demi membela kehormatan umat Islam. Baginya, ketakutan adalah kemewahan yang tidak boleh dimiliki oleh mereka yang telah mengikrarkan janji kepada Tuhan.

Kemudian ada Sayyid Hasan Nasrallah, seorang pemimpin yang ucapannya membawa ketegasan dan keberanian. Setiap kata yang keluar dari lisannya adalah refleksi dari keyakinan yang tak tergoyahkan. Dan Yahya Sinwar, yang dari balik barisan pertahanan Gaza, terus menunjukkan bahwa keberanian adalah satu-satunya pilihan bagi mereka yang ingin merdeka.

Atau perhatikan Ismail Haniyeh, seorang pemimpin yang tetap teguh menghadapi tekanan besar. Di tengah blokade, di bawah ancaman perang yang tak berkesudahan, ia tetap berdiri, menolak menyerah pada keadaan. Baginya, perjuangan bukanlah sesuatu yang bisa dinegosiasikan.

Mereka adalah contoh keteguhan personal yang membuktikan bahwa dalam dunia yang penuh kompromi, masih ada jiwa-jiwa yang tak bisa dibeli.

Gaza, Lebanon, Iran, Yaman, dan Bangsa-Bangsa Tertindas

Lihatlah perjuangan warga Gaza. Di bawah kepungan blokade yang kejam, tanpa akses yang layak terhadap kebutuhan pokok, mereka tetap bertahan dengan penuh keberanian. Anak-anak yang kehilangan keluarganya tetap tersenyum dan menatap masa depan dengan harapan. Pejuang mereka, dengan segala keterbatasan, terus melindungi tanah air mereka dari serangan yang tak berkesudahan.

Di Lebanon, pejuang Hizbullah telah menjadi simbol keteguhan dalam menghadapi agresi. Mereka tidak gentar menghadapi salah satu kekuatan militer terbesar di dunia, karena keyakinan mereka terhadap perjuangan yang benar lebih besar dari rasa takut terhadap musuh.

Iran pun menunjukkan keteguhannya dalam menghadapi tekanan global yang bertubi-tubi. Sanksi ekonomi, ancaman perang, dan berbagai propaganda tidak menggoyahkan tekad mereka untuk mempertahankan kemerdekaan dan martabat bangsa mereka. Mereka tetap berdiri teguh di hadapan arogansi kekuatan besar dunia.

Di Yaman, rakyatnya telah bertahan di tengah peperangan yang menghancurkan selama bertahun-tahun. Mereka menghadapi blokade pangan dan obat-obatan, tetapi semangat juang mereka tetap menyala. Mereka terus berjuang demi kedaulatan dan keadilan meskipun dunia seakan menutup mata terhadap penderitaan mereka.

Keteguhan juga dapat kita lihat di antara bangsa-bangsa tertindas lainnya di dunia. Dari Afrika hingga Amerika Latin, dari Indonesia hingga Kashmir, suara-suara keberanian terus menggema, menolak tunduk pada kekuatan yang ingin menindas mereka.

Demonstrasi Yaumul Quds akan Terbukti

Lalu bagaimana dengan kita? Apakah kita hanya akan menjadi penonton dalam perjuangan ini? Apakah kita hanya akan mengagumi kisah-kisah hebat tanpa mencoba meneladaninya?

Keteguhan tidak hanya ada di medan perang. Ia juga hadir dalam keseharian kita; dalam keputusan untuk tetap jujur di tengah godaan kecurangan, dalam keberanian untuk membela yang benar meskipun itu sulit, dalam menepati janji meskipun itu mengorbankan kenyamanan kita sendiri.

Maka, seperti para Syuhada, kita tidak boleh goyah dalam mempertahankan cita-cita dan harapan, meskipun dunia mengancam. Keteguhan itu harus kita buktikan pada 28 Maret nanti dalam aksi demonstrasi Yaumul Quds. []

Baca juga : Menjaga Api Gaza, Menyulut Nyala Yaumul Quds