Hukum
PN Semarang Gelar Sidang Perdana Kasus Intoleransi Solo
Sidang perdana kasus intoleransi pelaku tindak kekerasan pada doa jelang pernikahan di Metrodanan, Pasar Kliwon, Solo digelar di Pengadilan Negeri Semarang pada Rabu (25/11).
Seperti dilaporkan Kantor Berita Antara, sebanyak delapan terdakwa, Arif Nugroho, Budi Doyo, Agus Nugroho, Surono, Muhammad Misran, Sutrato, Muhammad Lahmudi dan Mochammad Syakir diadili secara daring pada hari itu.
Majelis hakim yang dipimpin ketua Purjana dan Betsji Siske Manoe berada di Semarang, sementara terduga pelaku bersama jaksa penuntut umum berada di Solo.
Para hakim secara bergantian membacakan dakwaan yang terdiri dari tujuh berkas perkara.
Jaksa Penuntut Umum Wahju Darmawan, dalam dakwaannya mengatakan, massa mendatangi acara doa jelang pernikahan atau midodareni yang berlangsung di Jalan Cempaka Nomor 81, Pasar Kliwon, Kota Solo, pada 8 Agustus 2020.
Para pelaku datang ke lokasi setelah memperoleh kabar melalui grup Whatsapp bahwa acara di lokasi itu merupakan kegiatan Muslim Syiah. Massa kemudian memaksa agar acara midodareni itu dibubarkan.
Jaksa menuturkan, polisi yang berjaga di lokasi kejadian sudah menghadang massa yang memaksa agar acara midodareni itu dibubarkan.
“Terdakwa mendesak petugas kepolisian dan berusaha masuk lokasi acara,” katanya.
Peserta doa midodareni itu akhirnya membubarkan diri, namun diserang kelompok intoleran dan menjadi korban amuk massa. Sejumlah mobil yang ditumpangi keluarga yang hadir di acara midodareni itu dipukul dengan menggunakan tangan kosong maupun kayu hingga sejumlah kacanya hancur.
Bahkan, lanjutnya, beberapa peserta doa midodareni yang pulang dengan mengendarai sepeda motor menjadi korban penganiayaan oleh sekelompok massa itu. Dilaporkan dua orang mengalami luka parah di kepala dan terpaksa harus mendapat perawatan intensif di rumah sakit.
Atas perbuatannya itu, para terdakwa dijerat dengan pasal 170 atau 160 atau 168 atau 335 KUHP.
Terhadap dakwaan tersebut, para terdakwa dengan penasihat hukumnya menyatakan akan mengajukan eksepsi karena mereka mengatakan dakwaan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.