Ikuti Kami Di Medsos

Berita

BULOG: Mafia Rente Mainkan Harga Beras

Kaukus Muda Indonesia

Di tengah pencanangan program Nawa Cita Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo, yang menargetkan ketahanan pangan, masyarakat justru dihantam dengan naiknya harga beras. Akankah swasembada pangan bisa diwujudkan dan apa sebenarnya masalah dan tantangannya?

Mendiskusikan hal ini Kaukus Muda Indonesia (KMI) mengadakan seminar dengan tema “Peran BUMN Dalam Mewujudkan Swasembada Pangan” di Hotel Le Meridien Jakarta, Rabu (25/2).

Hadir dalam seminar ini, Achsanul Qosasi dari Badan Pemeriksa Keuangan, yang dalam paparannya menyebutkan bahwa sebenarnya negara tidak defisit berat, hanya pengelolaannya yang buruk.

“Kita tidak defisit beras. Artinya beras kita sebenarnya cukup untuk konsumsi nasional, kita lemah dalam hal pengelolaan,” terang Achsanul. “Sehingga banyak beras yang tak ter-utilize dengan baik oleh warga kita sendiri. Kondisi ini terjadi karena market tidak kita kuasai.”

Hal ini dibenarkan oleh Drs. H. Andi Muawiyyah Ramli dari Bulog yang mengatakan ada yang sengaja “bermain” di pasar.

“Stok kita per Februari 1,5 juta ton. Tiga ratus lima puluh ton per hari diluncurkan atas instruksi Pak Jusuf Kalla. Tapi meski dengan ini, kami melihat ini tak menyelesaikan (harga) pasar. (Harga) beras tetap naik,” ujar Ramli.

Saat menjelaskan kenapa ini terjadi, Ramli menuding ada pihak-pihak pemain rente yang tak ingin terjadinya ketahanan pangan dan menghendaki impor beras.

“Ada permainan,” ujar Ramli. “Padahal kalau impor lagi, impor lagi, kapan petani sejahtera? Pemakan rente ini tidak menghendaki. Padahal kita punya stok yang banyak. Cukup. Tapi dibuat keadaan sedemikian rupa (menaikkan harga) sehingga impor beras itu ada.”

Tantangan Menuju Swasembada Pangan
Tantangan Menuju Swasembada Pangan
Sementara Firmanzah, Guru Besar Ekonomi UI menyebutkan bahwa pasal 128 perlu dikaji kembali agar ada lembaga khusus yang dibentuk untuk bisa memberikan masukan kepada presiden mengenai peran dan struktur BUMN-BUMN di bidang pangan.

Hal lain yang disoroti oleh Firmanzah adalah pola transfer pricing antara pemerintah dan petani, perlindungan lahan pertanian dari alih fungsi lahan, penyuluh pertanian yang kurang, juga bagaimana petani yang mengerjakan lahan tani tidak berganti profesi.

“Jumlah rumah tangga dan usaha pertanian menurut BPS turun. Tahun 2003 itu 31,23 juta, 2013 jadi 26,14 juta. Ini turun,” terang Firmanzah. “Nah, tantangannya bagaimana membuat profesi petani jadi menarik dan hasilnya layak.” (Muhammad/Yudhi)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *