Berita
Buah Konferensi Internasional Perempuan Peneliti Quran
Konferensi Perempuan Peneliti Quran ke-12 dihelat di Iran awal bulan Maret lalu. Dalam konferensi tersebut hadir para peneliti perempuan hampir dari seluruh dunia termasuk dari Indonesia.
Perwakilan dari Indonesia adalah Prof. Siti Musdah Mulia. Dia menjadi satu-satunya perempuan dari Indonesia yang mendapatkan undangan untuk menghadiri konferensi tersebut.
Bagaimana cerita Musdah tentang Konferensi Perempuan Peneliti Quran sedunia tersebut?
Berikut adalah wawancara tim ABI Press bersama Prof. Musdah, saat ditemui di Hotel Merlyn Park, Jakarta beberapa hari lalu.
Bisa ceritakan Prof, dalam rangka apa berkunjung ke Iran?
Menghadiri Konferensi Perempuan Peneliti Quran. Itu kan luar biasa ya, di seluruh dunia saya tidak pernah melihat sebuah institusi khusus bagi para peneliti perempuan dan peneliti perempuan yang khusus meneliti Quran. Bagi saya itu sangat luar biasa, bagaimana pemerintah Iran memberikan apresisasi kepada perempuan untuk meneliti Quran yang selama ini hal tersebut masih menjadi wilayah kaum pria dan tidak boleh disentuh oleh perempuan. Sehingga semua hal yang berkait dengan Quran selama ini hanya urusan kaum pria. Termasuk di Indonesia, ada yang namanya lembaga Tashih Quran yang hanya diisi oleh kaum laki-laki, tidak boleh ada kaum perempuan di sana. Dulu saya pernah minta untuk dapat masuk dalam lembaga tersebut tapi ditolak.
Makanya saya sangat mengapresiasi Konferensi Perempuan Peneliti Quran yang terdiri dari para intelektual yang memiliki dasar pengetahuan tentang Quran.
Selain Prof Musdah, siapa lagi yang diundang dari Indonesia?
Tidak ada, hanya saya yang diundang dari Indonesia. Saya juga heran mengapa kok saya sendiri yang di undang. Dalam hati saya, saya sangat bersyukur dan takjub ketika saya bertanya berapa orang dari Indonesia yang diundang, kedutaan besar Republik Islam Iran mengatakan “Ya Ibu sendiri yang diundang.”
Dalam catatan Prof Musdah tentang perjalanan Prof ke Iran menyebut konferensi itu belum menyentuh hal-hal paling mendasar terkait dengan perempuan, bisa Prof jelaskan lebih jauh?
Ya, meskipun pemaparan para peneliti di Konferensi Perempuan Peneliti Quran sudah sedemikian jauh, tetapi menurut saya belum menyentuh hal yang mendasar. Belum berbicara tentang bagaimana Quran berbicara tentang keadilan bagi semua manusia termasuk di dalamnya keadilan antara laki-laki dan perempuan, bagaimana Quran bicara tentang pentingnya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Karena kalau kita bicara tentang kesetaraan itu seringkali orang salah paham, dipikirnya orang seperti saya ini ingin mengubah laki-laki menjadi perempuan lalu perempuan menjadi laki-laki. Padahal menurut saya laki-laki ya memang dikodratkan sebagai laki-laki, perempuan juga diciptakan sebagai perempuan, lalu kenapa perlu ada perbedaan itu, karena Tuhan ingin melihat dengan perbedaan tersebut supaya mereka saling mengenal satu sama lain, mengenal bukan berarti hanya sekadar basa-basi tetapi perkenalan itu nanti membawa pada saling tolong-menolong, solidaritas dan bagaimana satu sama lain saling mendukung sepenuhnya sebagai manusia.
Lalu apa sebenarnya yang diteliti mengenai Quran dalam konferensi tersebut?
Semua bidang. Ada yang khusus meneliti aspek kaligrafinya, aspek estetoris tentang keindahan Quran, aspek bagaimana Quran berbicara betapa pentingnya posisi perempuan, tapi walaupun sudah sedemikian maju namun hal-hal yang mendasar seperti yang saya sampaikan sebelumnya belum tersentuh.
Apakah kemudian Prof Musdah mengusulkan terkait hal-hal paling mendasar bagi perempuan tersebut?
Belum, sebab sekilas setelah mendengarkan paparan dari mereka, saya baru menyadari bahwa beberapa hal pokok yang paling mendasar tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan itu perlu digali lebih dalam lagi. Mungkin juga ada tahapan. Saya juga belum mendapatkan informasi sepenuhnya tentang bahwa memang konferensi tersebut belum sampai pada hal-hal mendasar tersebut karena mungkin ada prioritas. Mungkin baru pada konferensi tahun depan mereka akan membahas hal tersebut.
Dalam catatan Prof menyebutkan sebenarnya permasalahan perempuan Islam di seluruh dunia ternyata sama?
Iya sama. Di seluruh dunia ternyata juga sama, di Iran juga sama, kita masih menghadapi persoalan bagaimana perkawinan anak-anak itu masih marak di tengah masyarakat. Persoalan-persoalan kemiskinan, persoalan pendidikan bagi perempuan juga masih menjadi masalah besar di dunia Islam.
Prof juga mencatat dalam tulisan perjalanan Prof bahwa hanya di Iran perempuan bisa bicara lantang di depan Ulama pria (Mullah)?
Iya, kalau di sini tidak mungkin bicara di depan majelis ulama seperti itu. Tidak ada tempat untuk hal itu. Kalau saya bisa bicara vokal seperti pagi ini, itu kan maunya saya sendiri, pemerintah tidak memberikan tempat kepada saya, ini hanya karena keberanian saya saja kan? Tapi kalau di Iran itu difasilitasi oleh negaranya. Jadi para Mullah-nya itu dihadirkan, presidennya hadir di sana, jadi difasilitasi semua dan kita bebas bicara sedangkan para Mullah harus mendengarkannya. Kalau di negeri kita mana pernah seperti itu. Mungkin banyak tempat dimana kegiatan itu berlangsung tapi itu bukan difasilitasi oleh negara.
Di dalam beberapa ormas Islam, kan juga ada divisi perempuan, bagaimana dengan itu?
Iya. Tapi kan, perempuannya tidak mendapatkan dukungan dan dana dan sebagainya. Tapi kalau Konferensi Peneliti Quran di Iran ini kan benar-benar didukung oleh pemerintah dan negara yang menfasilitasi. Mungkin di Indonesia juga banyak peneliti-peneliti tapi mereka bukan difasilitasi oleh negara kan? Orang seperti saya kan tidak difasilitasi oleh negara untuk melakukan penelitian-penelitian pengkajian Quran.
Oleh-oleh spesial apa yang didapat di Konferensi tersebut yang dapat dibagikan kepada masyarakat Indonesia?
Saya ingin mengatakan kepada semua terutama masyarakat Islam, berikan akses bagi perempuan untuk terlibat penuh di dalam kegiatan-kegiatan pendidikan termasuk juga pendidikan keagamaan, karena perempuan biasanya memiliki ketekunan dan ketelitian yang mungkin jauh lebih serius daripada laki-laki. Jadi saya ingin mengatakan berikan akses yang sama kepada perempuan untuk berkiprah di dalam lingkungan agamanya. Di Indonesia sampai saat ini belum ada institusi yang memberikan akses khusus kepada perempuan untuk melakukan penelitian yang mendalam terhadap Quran.
Satu kata untuk Konferensi Perempuan Peneliti Quran?
Saya kira itu “Luar Biasa,” sebab saya baru melihatnya dan hanya di Iran yang ada sebuah konferensi dan institusi yang membicarakan masalah Quran, dan khusus untuk perempuan.
Terakhir Prof, apa ada rencana untuk melakukan hal yang sama di Indonesia?
Selalu ada rencana itu. Tapi apa itu bakal terwujud, tinggal tunggu waktu saja. (Lutfi/Yudhi)