Berita
Biosentrisme: Cara Tepat Perlakukan Alam
Keserakahan kapital telah membuat manusia abai melindungi alam tempatnya tinggal. Atas nama ekonomi dan kesejahteraan, alam dirudapaksa, dikeruk sumber dayanya meski dengan menghancurkannya.
Hal ini amat disesalkan oleh Maemunah, aktivis lingkungan dari Sajogyo Institute dalam acara peluncuran bukunya, “Mollo, Pembangunan dan Perubahan Iklim” dalam acara diskusi di kantor Walhi, Jakarta Selatan (16/12).
“Alam harus kita lindungi. Saat saya di Mollo, saya menyadari bahwa saya berhutang budi pada Mollo yang memberi saya pengetahuan, kesadaran, bahwa alam adalah bagian dari tubuh kita,” ujar Maemunah.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup, Sony Keraf yang menjadi narasumber dalam diskusi ini membenarkan pernyataan Maemunah, yang menurutnya adalah seorang biosentris yang amat mencintai alam.
“Bagi orang Mollo, alam adalah sebuah sistem kehidupan yang saling berkaitan satu sama lainnya. Tak bisa dipisahkan. Bagian dari tubuh mereka sendiri,” terang Sony.
“Bagi rakyat Papua misalnya, tanah Papua itu adalah ibu bagi mereka. Karena itu mereka meratapi Freeport itu sangat personal, karena dianggap menghancurkan ibu mereka,” lanjut Sony.
“Inilah biosentrisme. Yaitu alam sebagai kehidupan itu sendiri. Dan dengan sendirinya alam diperlakukan dengan baik.”
Biosentrisme ini menurut Sony adalah benteng perlindungan alam, merupakan kearifan budaya lokal yang harus dijaga dari hantaman monokulturisme yang dipaksakan oleh modernisme.
“Bahaya yang mengancam adalah cara pandang reduksionis memandang alam. Alam dianggap hanya sebagai sumber ekonomi. Sehingga terus dikeruk. Padahal alam ini bagi masyarakat memiliki makna spiritualitas, ada budaya, ada sosial, dan seterusnya.”
“Celakanya lagi, ekonomi ini pun lebih diartikan sebagai kepentingan elit ketimbang ekonomi masyarakat,” keluh Sony.
Akankah kita terus merudapaksa alam demi memenuhi kerakusan atas nama kapital? Apakah kita akan terus merusak dan menyakiti tanah tempat kita hidup? Ibu yang mengayomi kita selama ini? (Muhammad/Yudhi)