Berita
Bijak dan Cerdas Hadapi Tantangan Perubahan Iklim di Indonesia (1)
Indonesia, negara subur dengan potensi alam luar biasa. Kaya logam mulia, batubara, minyak bumi, gas alam dan aneka tambang. Belum lagi kekayaan laut, hasil hutan, sawit, beras dan lainnya. Begitu suburnya Nusantara ini. Diapit 2 samudera, 2 benua, dilintasi garis khatulistiwa, diikuti deretan gunung berapi mulai dari Sabang sampai Merauke. Pun hutan Borneo yang merupakan paru-paru dunia, plus ribuan kepulauan dengan lautan luas. Satu lagi, Indonesia punya lapisan es abadi meskipun berada di daerah tropis; Puncak Jaya namanya.
Indonesia memiliki gunung yang unik sekaligus penting bagi masa depan iklim Indonesia, Pegunungan Puncak Jaya (4884 dpl) yang terletak di provinsi Papua merupakan lokasi satu-satunya yang terdapat gletser di wilayah “kolam hangat” ekuatorial Samudera Pasifik. Di dalamnya terkandung informasi yang sangat berharga-dari perspektif klimatologi- mengenai perubahan iklim dan lingkungan di wilayah tersebut yang dipengaruhi siklus antar-tahunan El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan sistem monsun Austral-Asia. Peristiwa ENSO adalah bentuk nyata proses interaksi laut dan atmosfer dalam skala besar yang mempengaruhi iklim regional. Dampak ENSO sangat terasa di Indonesia yang secara geografis posisinya berada pada dua sisi basin Samudera Pasifik tempat berlangsungnya peristiwa ENSO.
Dampak dari perubahan iklim maka lapisan es abadi di Puncak Jaya akan segera menghilang padahal data historis es Puncak Jaya dapat dijadikan acuan data tentang laju perubahan iklim. Setidaknya data historis yang pernah diambil pada ekspedisi ke Puncak Jaya pada tahun 2009 berguna untuk memprediksi perubahan iklim di masa mendatang.
Global Warming atau Pemanasan Global, barangkali lebih tepatnya Gangguan Iklim Global, sesunguhnya sangatlah berbahaya. WHO mencatat 150 ribu jiwa melayang pada tahun 2000 akibat dampak langsung perubahan iklim seperti banjir, badai dan angin topan serta kebakaran hutan yang semakin banyak terjadi.
Akibat dan dampak tak langsung seperti meningkatnya wabah malaria dan DBD juga penyakit lain yang disebarkan sehubungan dengan kenaikan temperatur, curah hujan, kelembaban dan kepadatan populasi vektor. Akibat lainnya, yang menyebar lewat air seperti diare, kolera, tipus, berhubungan dengan berkurangnya kualitas dan suplai air serta banjir dan kekeringan.
BMKG menyebutkan, 3 opsi untuk menghadapi gangguan global ini. Pertama MITIGASI, yaitu upaya mengurangi kecepatan dan kekuatan laju perubahan iklim global yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.
Kedua ADAPTASI, yaitu mengurangi dampak negatif pada kehidupan.
Terakhir, menanggung derita karena dampak negatif yang tidak dapat dihindari dengan mitigasi atau adaptasi.
Mana di antara ketiga opsi tersebut yang lebih layak dipilih?
Sebagai manusia cerdas, tentunya kita akan mengambil langkah bijak dan ikut berpartisipasi aktif dalam menuntaskan masalah ini. (Ben/Yudhi)