Berita
Betawi, Islam dan Shalawatan
Masyarakat Betawi dikenal sebagai masyarakat yang kental dengan tradisi keislamannya. Di antaranya tradisi pengagungan dan penghormatan kepada Baginda Nabi Muhammad saw melalui budaya lisan; shalawatan.
Menurut Alamatul Huda, sesepuh Hadrah Isbat Betawi, yang juga cucu tokoh besar Betawi, Datuk Abdul Mujib bin Sa’abah, pengarang Shalawat Dustur dan Rawi Melayu Betawi, Islam sangat kental dalam kehidupan masyarakat Betawi yang sangat menghormati Nabi.
“Kakek saya, Datuk Mujib memesankan kepada kami agar tradisi Risalah atau Rawi ini dilestarikan. Jangan sampai hilang,” ujar Huda, dalam diskusi Betawi & Islam yang diselenggarakan oleh Komunitas Rumah Bambu, Minggu (10/1) di Depok.
Menurutnya, meski ada kelompok yang menyerang dan membid’ahkan tradisi lisan berupa pembacaan shalawat ini, mereka akan terus melestarikannya sebagai tanda kecintaan dan penghormatan kepada Rasulullah saw.
“Abaikan saja yang tak setuju. Kita shalawatan dan Maulidan seperti ini untuk menghormati Rasulullah saw,” terang Huda.
“Sedangkan orangtua saja kita hormati. Apalagi ini Nabi Muhammad yang membawa keselamatan dunia dan akhirat. Makanya gak boleh kita mencela dan meremehkan Maulid.”
Menurut Yahya A. Harahap dari Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), dalam kultur Betawi, shalawatan itu tidak terbatas dalam bentuk lisan saja. Semua yang menunjukkan penghormatan dan kecintaan kepada Nabi Muhammad saw disebut shalawat dalam kultur Betawi.
“Shalawatan itu semua yang menjunjung Nabi Muhammad saw. Bisa macem-macem caranya,” ujar Yahya.
Yahya juga menyebutkan dulunya Maulid di kalangan masyarakat Betawi tidak pakai ceramah. Hanya dengan tradisi pesan lisan.
“Maulid dulunya gak pake ceramah. Hanya pake lisan, baca barzanji, shalawatan,” tambahnya.
Inilah ikatan kuat kultur Betawi dan Islam. Namun seiring perkembangan zaman dan gempuran globalisasi, budaya Betawi kian hari kian mendapat tantangan besar untuk bertahan.
Akankah budaya Betawi bertahan tak tergerus zaman? (Muhammad/Yudhi)