Berita
Bedah Buku SMS di P3M
Klaim Sunni dan Syiah selalu saling bertikai ternyata tidak terbukti di Cililitan, Jakarta Timur. Hari itu, tepatnya Kamis (16/10) bertempat di Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Muslim Sunni dan Syiah duduk bersama dalam sebuah diskusi bedah buku Syiah Menurut Syiah (SMS) yang ditulis oleh Tim Ahlulbait Indonesia.
Musa Kazhim, selaku perwakilan dari tim penulis buku SMS menjelaskan bahwa tuduhan terhadap Syiah selama ini pembuktiannya tidak pernah ada sebab, selalu saja ketika tuduhan-tuduhan tanpa bukti yang ditujukan kepada Muslim Syiah dibantah, mereka kemudian akan menghakimi bahwa Muslim Syiah itu sedang bertaqiyyah.
Hal ini, menurut Musa disebabkan karena konsep taqiyyah telah disalahpahami oleh mereka yang tidak menyukai Syiah. Konsep Taqiyyah di dalam Syiah menurut Musa adalah tidak mengutarakan kebenaran demi kemaslahatan yang lebih besar. Dalam prinsip beragama pun juga diajarkan almaslaha al ammah, menjadi sendi paling utama.
“Tetapi sayangnya kemudian taqiyyah ini disalahtafsirkan oleh para penuduh sebagai cara berbohong dan berkelit,” ujar Musa.
Selain itu, dalam buku Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia ada juga tuduhan bahwa Syiah menuhankan Ali bin Abi Thalib. Terkait hal ini, Musa menegaskan bahwa tidak satu pun dari Muslim Syiah yang menyakini hal itu. Kalau ada yang mengaku Muslim Syiah dan menyatakan bahwa Syiah menuhankan Ali, maka otomatis dia menjadi kafir.
Sebab semua umat Islam tahu siapa Tuhannya, dan yang mengikat kita selama ini adalah La ila ha illallah. Tidak ada perbedaan terkait ketuhanan itu dan tidak boleh berbeda pendapat tentang hal itu. Dan itu, hal yang tidak mungkin akan dilakukan oleh Muslim Syiah.
“Lha ini kok ada orang yang mengatakan bahwa ada Syiah yang menyatakan Ali bin Abi Thalib sebagai Tuhan,” kata Musa.
Dalam acara di P3M sore itu, masih banyak tuduhan yang diklarifikasi langsung oleh Musa berdasarkan sumber primer pihak Syiah sendiri, sebagaimana yang ada dalam buku Syiah Menurut Syiah. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi mis-informasi dan kesalah pahaman di kalangan masyarakat, sebab tulisan yang ada selama ini dan berisi tuduhan miring tentang Syiah selalu saja ditulis oleh orang-orang yang berada di luar Syiah.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, KH. Masdar F Mas’udi, Khatib Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), mencoba memberikan analisa tentang kondisi agama saat ini dengan membaginya menjadi 3 bagian besar dari agama Islam yang ada.
Pertama, adalah kelompok yang lebih mengedepankan teks yaitu kelompok Wahabi atau Khawarij. Kedua, adalah kelompok yang berpegang kepada Ahlulbait Nabi yaitu kelompok Syiah. Ketiga, adalah Sunni yang menempatkan posisi berada di tengah-tengah antara Wahabi dan Syiah untuk menjaga keseimbangan keberagamaan.
“Tentu saja masing-masing pihak boleh saja mengklaim benar. Tapi jika sekaligus pada saat yang sama mengklaim yang lain sepenuhnya salah, saya kira itulah yang akan menjadi masalah,” terang Masdar. “Namun ketika ketiganya itu bisa berkembang secara seimbang dan dewasa saya kira akan memberikan output yang hebat bagi kehidupan semua agama dan keyakinan itu,” tambahnya.
“Kita boleh mengaku benar tapi menuduh yang lain salah itu ya nanti dulu,” tegas Masdar.
Bagi Masdar, adanya dialektika ini akan menjadikan masing-masing pihak lebih dewasa apabila yang di tengah itu cukup kokoh. Kalau yang di tengah ini lembek, maka yang akan terjadi adalah konflik, bukan lagi dialog karena tidak ada yang menjadi penjaga keseimbangan itu.
“Ini soal kedewasaan, dan kedewasan ini akan lebih dipacu kalau yang di posisi tengah cukup solid,” kata Masdar terkait posisi Sunni yang dikatakannya sebagai pihak penengah atau penyeimbang.
Sebelum menutup pembicaraan, Masdar mengatakan bahwa politik dakwah itu penting, supaya tidak merusak tatanan, supaya tidak merusak keseimbangan.
“Yang paling penting dakwahnya harus mendewasakan,“ pungkas Masdar. (Lutfi/Yudhi)