Berita
Beda Yogya Lain Madura: Standar (Kepribadian) Ganda Menag Surya Dharma?
Dalam kunjungan kerjanya di Yogyakarta pada Sabtu, 23 November 2013 kemarin Surya Dharma bersama rombongan terpantau jalani berbagai agenda acara. Salah satunya adalah bagi-bagi 19 miliar beasiswa untuk pelajar MI-MTs-MA dan 50 juta bantuan sertifikat halal untuk LPOM MUI Yogya dan bantuan serupa untuk LPOM MUI di 13 propinsi.
Di daerah kekuasaan Sultan Yogya, Pak Menteri mengusung slogan Bina Kerukunan antar tokoh dan antar umat beragama. Dan secara simbolik slogan itu diprosesikannya dengan seremoni pelepasan balon dan pelepasan 6 ekor burung merpati sebagai simbol 6 agama resmi yang diakui di Indonesia.
Di hadapan pejabat dan 11 ribuan pelajar saat pembukaan acara Gerak Jalan Kerukunan, panjang-lebar Pak Menteri berujar, “Peningkatan kualitas kerukunan umat beragama dan kualitas pendidikan agama adalah bagian dari tugas dan fungsi Kementerian Agama. Karenanya, sudah seharusnya jika seluruh aparatur Kementerian Agama dan seluruh elemen bangsa untuk terus menerus berupaya dan berperan aktif dalam gerakan pembinaan kerukunan dan peningkatan pendidikan.”
Pesan ini disampaikan Pak Menteri di Lapangan Graha Sabha Pramana, Auditorium Universitas Gadjah Mada (UGM), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sabtu (23/11).
“Saya tahu kalau kondisi Yogya itu kondusif. Namun, kegiatan Gerak Jalan Kerukunan ini dilakukan, bukan berarti di Yogya sedang ada masalah. Tetapi lebih untuk terus meningkatkan agar kerukunan antar kita, menjadi lebih baik. Mari, kita jaga stabilitas kerukunan kita,” tegasnya.
Padahal patut dicatat bahwa sehari sebelumnya, di Yogya pula, beberapa ormas intoleran menebar ancaman pemberangusan atas sebuah lembaga yang bergerak di bidang pendidikan dan pemberdayaan SDM bernama Rausyan Fikr hanya berdasar tuduhan tak berdasar dan fitnah keji beraroma pecah belah. Klik http://ahlulbaitindonesia.org/berita/index.php/takfiri-anti-kebhinekaan-musuh-sejati-nkri/
Mengejutkannya, (berdasarkan info terbatas yang beredar) belakangan ditengarai aksi teror itu tak lain adalah rancangan Pak Menteri sendiri atau lebih tepatnya PPP sebagai partai yang berkepentingan mengeruhkan air dan sekaligus mengail ikan di air keruh itu. Konon hal itu dilakukannya untuk kepentingan pragmatis jelang Pemilu 2014. Entah persisnya dalam bentuk apa).
Tapi ya sudahlah…, mungkin memang niat Pak Menteri agar kita lupa peristiwa panas kemarin, maka dia merasa wajib bicara lain dengan tebar pesona kesejukan hari ini.
Tentu tak boleh kita lupa, bagaimana pun Pak Menteri adalah seorang politisi. Ibarat pepatah Jawa bilang, bukan hal tabu baginya bila suka-suka ber-“isuk dele sore tempe.” Tidak aneh baginya pagi bicara B tiba-tiba sore berbuat E.”
Karena itu wajarlah bila Pak Menteri pun terus bicara (lagi, dan lagi) soal kerukunan, dan seakan tanpa dosa dengan nada bijak melanjutkan, “Dengan hidup rukun, banyak hal bisa kita perbuat bersama-sama. Dengan kerukunan, kita bisa menjaga persatuan, mempercepat pembangunan, kita bisa hidup damai, hidup dengan tenang. Tanpa kerukunan, kita tidak bisa hidup bersama.”
Surya Dharma juga menegaskan bahwa kerukunan merupakan titik tolak beragam hal. Dengan kerukunan, lanjutnya, kita bisa menjalin hubungan antarsuku, menghargai budaya lain, menjaga keamanan antar kampung, kekompakan antar kampus, serta sinergi antar pelajar.
“Maka rukunlah Indonesia. Karena itulah esensi atau makna dari Gerak Jalan Kerukunan ini,” terangnya disambut anggukan kagum para hadirin di depannya.
Pendeknya, Pak Menteri berharap Gerak Jalan Kerukunan ini mampu merasuki hati sanubari kita, sehingga menumbuhkan rasa dan semangat untuk terus menjaga kerukunan antar sesama anak bangsa.
Yup! Sebuah perhelatan yang sempurna bukan? Betapa Pak Menteri telah berperan apik bak malaikat penyelamat dan duta kerukunan sejati di tengah umat. Mantap kali lah, pokoknya.
Tapi di sisi lain mana mungkin kita lupa bahwa nun jauh di Rusun Jemundo Sidoarjo sana, ada kamp pengungsian warga Sampang yang diusir paksa dari kampung halaman mereka sudah lebih setahun lamanya.
Tentang derita balita, anak-anak, remaja dan manula disana, kita patut bertanya: Apa yang terjadi terhadap mereka selama ini dan saat ini, Pak Menteri? Apa pula yang telah Anda lakukan untuk memulihkan hak-hak konstitusional mereka sebagai warga negara, atau sampai kapankah hak-hak mereka sebagai umat beragama harus tercerabut di bawah naungan lembaga Kementerian Agama yang Anda sendiri selaku panglima pemangku amanahnya?
Mengapa mereka yang mendambakan hidup damai dan siap menjunjung tinggi (bahkan saat Anda terus sibuk berteori, justru merekalah yang selama ini terbukti sudah mengamalkani) nilai-nilai kerukunan itu, mengapa mereka masih belum juga berubah statusnya dari pengungsi menjadi warga biasa yang bisa bebas merdeka hidup tenang dan aman di tanah kelahirannya sendiri? Apa pasal mereka harus dipaksa menanggalkan keyakinan dengan jalan pertobatan, upaya pencerahan, aksi persamaan persepsi, atau apa lah namanya sesuai selera dan keinginan Anda demi sekadar memuaskan kelompok anti toleransi atau demi menyelamatkan kursi kepentingan politik partai Anda sendiri di Jawa Timur, khususnya di DPRD Sampang sana? Demi alasan dan kepentingan apa nasib mereka mesti terus-menerus Anda permainkan hingga terombang-ambing dalam ketidakpastian?
Apakah Anda mengira kami terlalu buta untuk melihat fakta, begitu bodoh mencerna bukti dan peristiwa riil yang terjadi?
Apakah selaku wajib pajak yang dari uang kami Anda digaji negara, hendak Anda hilangkan pula hak kami menuntut perbaikan kinerja Anda? Maka sejatinya, siapakah yang lebih berhak menjadi majikan dan siapakah yang semestinya rela menjadi pelayan dalam hal ini? Jika saja Anda sadar posisi sebagai abdi negara, bukankah kami berhak menjadi pihak yang wajib Anda layani? Tapi kenapa itu tak kunjung Anda lakukan?
Begitulah yang kami saksikan hingga kini tentang sepak terjang Anda. Di satu tempat Anda bicara teori bina kerukunan, namun pada saat yang sama, di tempat lain, Anda berangus cita-cita kaum beragama untuk mempraktekkan hidup rukun dengan sesama dalam naungan rasa aman.
Kami dengar anjuran baik Anda tentang A, apa bisa dikata bila kami lihat dengan mata kepala kami sendiri, tindakan buruk Anda ternyata B.
Di hadapan fakta-fakta itu, salahkah kami bila menyebut Anda selaku Menteri Agama, dalam soal bina kerukunan ini telah terang-terangan mempraktekkan standar ganda? Anehkah bila kami juga curiga karenanya, jangan-jangan Anda secara psikologis memang berkepribadian ganda?
Soal itu hanya Tuhan dan Anda sendiri yang tahu pasti jawabnya. (ABI/ERY)