Berita
Asimetri Kekerasan dan Pembangunan Bangsa
Indonesia sedang membangun. Namun dengan kondisi pluralitas bangsa ini, tak bisa terhindarkan muncul benih-benih konflik yang memicu kekerasan yang pada gilirannya menghambat lajunya pembangunan ini.
Memahami pentingnya hal ini, The Habibie Centre melalui Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) yang konsen pada isu ini, Kamis (16/4) menggelar Seminar Nasional “Peluncuran Indeks Intensitas Kekerasan di Indonesia.”
Dalam paparannya, Deputi Direktur Operasi SNPK, Hadi Kuntjara menyebutkan bahwa sumbangsih pemicu konflik di Indonesia tahun 2014 adalah masalah lahan (440 kasus), akses ekonomi (195 kasus), SDA (71 kasus), buruh (72 kasus) dan lainnya.
Hadi menyebutkan, ada banyak faktor kekerasan seperti di atas, tetapi secara umum semua kasus kekerasan lebih banyak terjadi karena kemiskinan.
“Karena itu pembangunan harus diprioritaskan dari daerah,” ujar Hadi. “Ini untuk mencegah konflik.”
Hal ini dibenarkan oleh Asisten Deputi Urusan Konflik Sosial, Kemenko PMK, Dr. Ir. Marwan Syaukani, M. Sc yang juga jadi salah satu pembicara.
“Sebetulnya memang ini soal pemiskinan. Semua soal kemiskinan. Contoh kekerasan separatis di Papua itu. Kalau rakyat Papua kaya mereka gak mau separatis. Cuma karena mereka diabaikan, jadi separatis,” ujar Marwan. “Makanya pembangunan harus merata. Itu masalahnya.”
“Sama juga konflik karena sumber daya. Yang itu sangat tinggi,” lanjut Marwan. “Di daerah itu kan yang dekat dengan sawit dibangun, tapi di desanya tidak, ini menimbulkan kecemburuan.”
Hadi menyebutkan tahun dalam pemetaan SNPK, tahun ini konflik di berbagai daerah Indonesia menurun intensitasnya, tapi pada saat yang sama titik-titik potensi rawan konflik kekerasan justru menyebar. Menurutnya ini sangat berbahaya.
“Kalau ini tidak ada tindakan preventif dari pemerintah, jelas akan kontraproduktif terhadap pembangunan bangsa,” pesan Hadi. “Ini juga mestiya harus diketahui oleh Kepala Daerah setempat sehingga ia bisa mencegah konflik, jangan malah menggunakannya untuk kepentingan politik saja.” (Muhammad/Yudhi)