Akidah
Apakah Maksud dari Bertasbihnya Segala Sesuatu di Alam Semesta?
Di dalam beberapa ayat Alquran disebutkan tasbih dan tahmid (puja dan puji) seluruh makhluk semesta kepada Allah Swt. Barangkali yang paling gamblang dari ayat-ayat tersebut adalah firman Allah: “… dan tidak suatu pun melainkan bertasbih memuji kepada-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka …”(QS. al-Isra’ : 44). Dalam ayat ini disebutkan bahwa seluruh makhluk alam memuji dan bertasbih kepada Allah Swt.
Dalam penafsiran hakikat tasbih dan pujian ini, terdapat perbedaan pendapat yang tidak sedikit di antara para ulama, filsuf dan mufassir.
Sebagian mereka beranggapan bahwa tasbih dan pujian seluruh makhluk adalah dengan bahasa wujud masing-masing. Dan sebagian yang lain berkeyakinan bahwa tasbih dan pujian mereka dalah bahasa lisan. Kesimpulan pendapat mereka yang dapat kita terima adalah di bawah ini:
a. Sebagian berkeyakinan bahwa seluruh partikel alam cipta ini, dari yang kita anggap berakal, atau tanpa roh dan tidak berakal, memiliki satu jenis pengetahuan. Dan pada wujudnya masing-masing, mereka bertasbih dan memuji Allah Swt. Kendati demikian, kita tidak mampu memahami jenis pengetahuan mereka dan mendengarkan alunan tasbih dan pujian mereka. Ayat-ayat seperti, “.. di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah …” (QS. al-Baqarah: 74), atau ayat-ayat senada yang dapat dijadikan sebagai bukti atas akidah ini.
b. Mayoritas mufassirin (pakar dalam bidang tafsir) meyakini bahwa tasbih dan pujian adalah sesuatu yang kita kenal sebagai bahasa wujud, bermakna hakiki, bukan figuratif; dalam bahasa wujud, bukan bahasa lisan. .
Penjelasan
Ketika kita melihat seseorang sedang bersedih dan tampak kurang tidur, kita dapat mengatakan kepadanya, ”Meskipun engkau tidak menceritakan kesedihanmu, matamu menunjukkan bahwa engkau tidak tidur semalam suntuk, dan raut wajahmu memberikan kesaksian bahwa engkau sakit.”
Bahasa wujud ini kerap sedemikian kuat dan energiknya sehingga ia dapat membuat bahasa lisan berada di bawah kekuatannya dan ia tidak dapat didustakan. Seorang pujangga bersyair.
Ku berkata dengan tipu dan kecoh, kututupi rahasia diri, Tak tertutup darah berlalu dari pandanganku.
Untaian syair ini serupa dengan apa yang disampaikan oleh Imam Ali as dalam ucapannya yang terkenal. ”Seseorang tidak dapat menyembunyikan rahasia hatinya kecuali akan tersingkap dari kata-kata yang tersirat dan raut wajahnya”[Nahj aI-Balaghah]
Dari sisi lain, apakah seseorang dapat mengingkari sebuah papan yang amat indah sebagai tanda nilai seni yang tinggi (artistik) yang menjadi saksi atas kepandaian dan talenta seorang pelukis, lalu memuji dan memujanya? Apakah ia dapat mengingkari diwan (kumpulan bait) syair para pujangga besar dan ternama yang mengisahkan disposisi fitrah tinggi mereka, lalu senantiasa memujinya? Apakah dapat diingkari bahwa gedung-gedung tinggi dan pabrik-pabrik besar serta otak-otak rumit elektronika dan semisalnya adalah ungkapan lisan; tanpa wicara dari seorang pencipta dan perancangnya? Tidakkah masing-masing sesuai dengan batas profesi dan karya mereka, pasti akan dipuji oleh orang-orang yang menyaksikannya?
Oleh karena itu harus diterima bahwa keajaiban alam Wujud dengan sistemnya yang menakjubkan, dengan rahasia dan misteri, dengan keagungan yang membawa kebaikan, dan dengan pekerjaan-pekerjaan sempurnanya akan selalu bertasbih dan memuja Allah Swt.
Bukankah tasbih tidak lain adalah penyucian dan pengudusan sesuatu dari segala yang aib dan noda? bangunan dan sistem alam semesta yang dibuat oleh Penciptanya ini terbebas dari segala aib dan noda.
Bukankah pujian tidak lain adalah penjelasan atas kesempurnaan? Sistem penciptaan menyingkapkan kesempurnaan Tuhan; sistem yang bersumber dari ilmu dan kemahakuasaan-Nya yang Nir-batas, dari hikmah-Nya yang serba luas dan meliput.
Inilah makna tasbih dan pujian seluruh makhluk alam semesta secara umum, yang secara sempurna dapat kita pahami, dan tanpa kita perlu percaya bahwa seluruh atom alam ini memiliki pengetahuan, lantaran kita tidak memiliki dalil pasti atas hal ini. Dan ayat-ayat yang disitir di atas memberikan kemungkinan besar bahwa yang dimaksudkan adalah bahasa wujud.
Akan tetapi, di sini masih tersisa pertanyaan. Yaitu, sekiranya maksud dari tasbih dan pujian itu hanyalah mengisahkan sistem penciptaan yang bersumber dari kesucian, keagungan dan kemahakuasaan Tuhan yang Mahakuasa, dan menjelaskan sifat Salbiyah dan Tsubutiyah Allah Swt, lalu mengapa Alquran menyatakan bahwa kamu tidak memahami tasbih dan pujian mereka? Kalau benar bahwa sebagian orang (awam) tidak memahaminya, setidaknya ulama dapat memahami ihwal tersebut!
Ada beberapa jawaban atas pertanyaan ini:
Pertama, mayoritas manusia, khususnya musyrikin tidak mengerti, sementara para ulama tergolong minoritas. Maka, mereka masuk ke dalam pengecualian, karena pada hal bersifat umum terdapat pengecualian.
Kedua, apa yang kita ketahui tentang rahasia semesta dibandingkan dengan apa yang tidak kita ketahui ibarat setetes air di samudera dan sebiji atom di gunung raksasa. Sejenak saja benar-benar merenungkannya, kita tidak dapat melekatkan nama ilmu atau pengetahuan atasnya. Hingga titik aku mengetahui ilmuku, Kini aku tahu bahwa aku tidak tahu.
Oleh karena itu, sejatinya kita tidak dapat mendengarkan tasbih dan pujian wujud-wujud ini, betapapun kita adalah seorang ulama. Karena apa yang kita dengarkan hanyalah sebuah kalimat dari sebuah buku besar. Maka dari itu, dapat diasumsikan melalui sebuah hukum umum atas seluruh makhluk, bahwa kamu tidak mampu mengetahui tasbih dan pujian seluruh makhluk yang memiliki bahasa wujud ini. Karena apa yang kita ketahui bukanlah sesuatu sehingga dapat diperhitungkan.
Sebagian mufassir juga memberikan kemungkinan bahwa tasbih dan pujian seluruh makhluk secara umum di sini merupakan sintesa dari bahasa wujud dan bahasa lisan. Dengan kata lain, tasbih takwini dan tasbih tasyri’i. Karena, kebanyakan manusia dan seluruh malaikat -berdasarkan pengetahuan- memuji dan memuja-Nya dan seluruh partikel alam semesta juga dengan bahasa wujud memuja kebesaran dan keagungan-Nya.
Meski dua jenis pujian dan tasbih berbeda satu dengan yang lainnya, namun secara umum makna tasbih dan pujian dalam arti luas adalah sinonim. Meski begitu, tampaknya tafsir yang kedua dengan elaborasi yang kami uraikan di atas lebih melegakan hati dibandingkan yang lain.
Pembahasan sebelumnya Apakah Mungkin Allah Swt dapat Diindra?
Dikutip dari buku 110 Persoalan Keimanan yang Menyehatkan Akal, Ayatullah Makarim Syirazi