Akidah
Apa Agama Muhammad Saw Sebelum Beliau Diutus sebagai Nabi?
Setiap nabi terdahulu telah memberikan kepada manusia peta dari setiap bagian perjalanan ini sehingga ia dapat mencapai kesempurnaan. Sangat jelas bahwa dengan mendapatkan peta secara umum, ia tidak lagi memerlukan peta baru. Uraian ini merupakan penjelasan atas redaksi riwayat tentang berakhirnya silsilah para nabi. Dan Nabi saw adalah peletak batu terakhir istana menawan dan kokoh risalah Ilahi ini.
Semua ini adalah pembahasan ihwal tidak perlu adanya ajaran dan agama baru. Akan tetapi, masalah kepemimpinan dan imamah yang merupakan konsep universal untuk mengimplementasikan fondasi dan hukum-hukum serta menolong orang-orang yang lemah di tengah perjalanan, adalah masalah lain. Manusia sekali-kali tidak akan dapat melepaskan diri dari keperluan ini. Atas dasar inilah, berakhirnya silsilah konsep kenabian tidak berarti berakhirnya silsilah konsep imamah, sebab penjelasan konsep kenabian dan implementasi praktisnya tanpa keberadaan seorang pemimpin maksum Ilahi mustahil dapat terwujud.
Tidak syak lagi bahwa sebelum diutus menjadi nabi (bi’tsah), Muhammad saw tidak pernah sujud kepada berhala dan menyimpang dari garis tauhid. Sejarah kehidupannya dengan baik merefleksikan makna ini. Akan tetapi, ajaran manakah yang menjadi ikutan Nabi saw sebelum periode pengutusan? Hal ini masih menjadi bahan dialog di antara ulama.
Sebagian berpendapat bahwa Nabi saw mengikuti ajaran Nabi Isa as, Iantaran sebelum periode bi’tsah, ajaran yang resmi dan belum dihapus oleh ajaran lain adalah ajaran Nabi Isa as.
Sebagian yang lain berpendapat bahwa Nabi saw. adalah pengikut ajaran Nabi Ibrahim as, karena Nabi Ibrahim as merupakan Syaikh Al-Anbiya, bapak para nabi. Sebagian ayat pun menerangkan Islam sebagai ajaran Nabi Ibrahim as, “…agama orang tuamu Ibrahim..” (QS. Al-Hajj: 78)
Sebagian lagi mengungkapkan ketidaktahuan mereka dan berkata, ”Kita tahu bahwa Nabi saw memiliki ajaran. Namun, ajaran apa? Hal ini tidakjelas bagi kita.
Meski masing-masing pendapat itu memiliki alasan, tetapi tidak satu pun yang dapat dipastikan. Namun, yang lebih mendekati kebenaran di antara ketiga pendapat di atas adalah pendapat yang keempat; bahwa Nabi saw secara pribadi memiliki program khusus dari sisi Allah Swt dan beramal berdasarkan program tersebut. Program khusus ini adalah ajaran khusus Nabi saw hingga masa Islam diturunkan untuknya.
Dalil pendapat ini bertolak dari sebuah hadis yang terdapat di dalam Nahj aI-Balaghah: “Sejak masa Rasul saw disapih, Allah menugaskan malaikat-Nya guna membinanya sesuai jalan-jalan kemuliaan dan budi pekerti, siang dan malam.” Penugasan malaikat ini adalah dalil atas adanya program khusus bagi Nabi saw.
Dalil lain adalah tidak satu pun sejarah yang melaporkan bahwa Nabi saw sibuk beribadah di dalam sinagog (peribadatan agama Yahudi) dan gereja. Beliau tidak pernah berada di samping seorang kafir dan juga tidak di sisi Ahli Kitab untuk beribadah di tempat-tempat ibadah mereka. Sementara itu, beliau harus melanjutkan tongkat estafet dari nabi-nabi sebelumnya di atas jalan tauhid. Nabi saw konsisten pada prinsip akhlak mulia dan Penyembahan kepada Tuhan.
Di samping itu, terdapat riwayat yang mutawatir sebagaimana yang dinukil oleh Allamah al-Majlisi dalam Bihar al-Anwar, bahwa Nabi saw sejak usia belia ditopang oleh Rohul Kudus. Berkat penopangan ini, beliau hidup berdasarkan ilham dari Rohul kudus.
Allamah Majlisi secara pribadi meyakini bahwa Nabi saw sebelum memegang kedudukan risalah telah menjadi seorang nabi. Terkadang para malaikat bercakap dengannya dan beliau juga mendengarkan suara mereka. Dan terkadang beliau memperoleh ilham dari Allah Swt dalam mimpi. Setelah genap berusia empat puluh tahun, beliau mencapai kedudukan pengemban risalah dan Alquran serta Islam secara resmi diturunkan kepada beliau. Allamah Majlisi mengajukan enam dalil atas pendapat yang terakhir ini. Sebagian dalil-dalil tersebut tersebut sesuai dengan apa yang telah kami uraikan di atas.
Perbedaan antara Kenabian [nubuwah], Kepemimpinan (imamah) dan Kerasulan (risalah)
Berdasarkan arahan-arahan Alquran dan beberapa hadis yang menjelaskan orang-orang yang ditugaskan oleh Allah Swt, mereka memiliki kedudukan yang berbeda-beda:
a. Kedudukan Kenabian (Nubuwah)
Kedudukan kenabian adalah sebuah kedudukan penerimaan wahyu dari Allah Swt, Oleh karena itu, nabi adalah orang yang mendapatkan wahyu dan menyampaikannya kepada orang-orang yang menghendakinya.
b. Kedudukan Kerasulan (Risalah)
Kedudukan kerasulan adalah kedudukan yang mengemban tugas penyampaian wahyu, penyebaran hukum-hukum Tuhan. dan pembinaan jiwa-jiwa manusia melalui pengajaran ilmu dan menyucian diri. Oleh karena itu, rasul adalah orang yang bertugas untuk mengajak manusia kepada Tuhan dengan segenap upaya serta memanfaatkan segala fasilitas yang ada. Ia berusaha untuk mengusung sebuah revolusi budaya, pemikiran dan ideologi. Untuk penjelasan lebih lanjut, Anda dapat menelaahnya dalam kitab Bihar al Anwar. jil. 18, hal. 277.
Kedudukan Kepemimpinan (Imamah)
Imamah adalah kepemimpinan umat. Sejatinya, lmam adalah seorang yang -dengan membentuk sebuah pemerintahan Ilahi dan memperoleh kekuasaan yang diperlukan- berupaya untuk menerapkan hukum-hukum Tuhan di muka bumi. Sekiranya tidak mampu secara resmi mendirikan pemerintahan, ia tetap harus berupaya semaksimal kemampuan yang dimilikinya.
Dengan kata lain, tugas-tugas imam adalah menjalankan ketentuan Ilahi, sementara tugas-tugas rasul adalah menyampaikan ketentuan-ketentuan ini. Atau, rasul ”menunjukkan jalan”, dan Imam ”mengantarkan sampai ke tujuan”.
Jelas bahwa kebanyakan para nabi, seperti Nabi saw, memiliki ketiga kedudukan di atas. Nabi saw di samping memperoleh wahyu dan menyampaikannya, juga bertugas dan berupaya membentuk sebuah pemerintahan dalam rangka penerapan hukum-hukum Ilahi, dan menggelontorkannya melalui jalan batin dalam pembinaan jiwa.
Singkatnya, imamah merupakan kepemimpinan yang berdimensi bendawi dan maknawi, jasmani dan rohani, lahir dan batin. Imam adalah kepala pemerintahan dan pemimpin masyarakat, pemimpin agama, pembina akhlak, pemimpin lahir dan batin.
Dari satu sisi, imam memimpin orang-orang yang memiliki kelayakan menempuh jalan kesempurnaan dengan kekuatan spiritual. Dengan kekuatannya, ia mengajarkan orang-orang yang buta aksara dan dengan kekuasaan pemerintahannya atau kekuatan hukum lainnya, ia menerapkan asas keadilan.
Pembahasan sebelumnya Mengapa Allah Swt Menciptakan Setan?
Dikutip dari buku 110 Persoalan Keimanan yang Menyehatkan Akal, Ayatullah Makarim Syirazi