Berita
Antara Ajaran Ahlulbait dan Mazhab Syiah
Antara Ajaran Ahlulbait dan Mazhab Syiah
Banyak orang, bahkan sebagian Syiah pemula, terjebak dalam kerancuan epistemologis karena tak membedakan ajaran Ahlulbait yang dipastikan mutlak benar dan mazhab sebagai persepsi umat yang nisbi.
Kerancuan ini justru mengakibatkan kejumudan eksklusivisme bahkan intoleransi. Pemutlakan persepsi terhadap ajaran yang dianggap sebagai mutlak dan final merupakan tragedi intelektual sekaligus teologis yang terjadi dalam komunitas-komunitas awam mazhab Syiah dan Sunni. Akibatnya, ketegangan dan lomba klaim kebenaran final dan mutlak ini menjadi celah dan kesempatan bagi pihak luar untuk melanggengkannya sebagai bagian dari konspirasi hegemonik global.
Justru konsep kesucian ekslusif yang hanya dikaruniakan kepada Nabi SAW dan para imam demi membatasi area kemutlakan dan membuka luas area kreasi dan dinamika intelektual dalam domain relatif umat yang diharapkan berlomba mendekati kebenaran mutlak yang tersimpan di balik ajaran Nabi dan para imam.
Baca juga : Guntur Romli (Intelektual Muda NU): “Indonesia Tidak Pernah Terancam dengan Syiah”
Ajaran Ahlulbait dan para imam diyakini oleh Syiah sebagai ajaran yang diturunkan oleh Nabi SAW sekaligus diyakini kemutlakannya. Ajaran yang mutlak ini berbeda secara substansial dengan persepsi dan pemahaman serta penafsiran para ulama yang selamanya nisbi. Dengan kata lain, ajaran suci Ahlulbait sebagai turunan dari ajaran Nabi yang diyakini kesucian dan kenutlakannya berbeda secara gradual dalam kualitas dari mazhab Syiah yang merupakan produk pemahaman spekulatif (rasional dan tekstual) para mutakallimin, fuqaha dan mufassirin yang dari ajaran para imam suci.
Syiah sebagai mazhab dengan semua elemennya dalam teologi, fikih dan lainnya adalah konsep-konsep yang disarikan dari ajaran-ajaran para imam lalu disusun oleh para mutakalimin, fuqaha dan ulama lainnya secara terus menerus dalam sebuah konsep besar dan narasi holistik. Karena itu, mazhab ini menghimpun dua otoritas keagamaan, yaitu otoritas transenden dengan kemutlakan sebagai konsekuensi kesucian dan otoritas imanen dengan kenisbian sebagai konsekuensi persepsi, interpretasi dan spekulasi rasional
Dalam domain kenisbian itulah dinamika intelektual terpelihara dalam atmosfer inovasi, kreasi dan perfeksi yang berkelanjutan. Dari situlah ijtihad dalam teologi dan fikih terus berlangsung dan peluang kompetisi kompetensi selalu terbuka.
Baca juga : Jaya Suprana: Ternyata Kerajaan Islam Pertama Nusantara adalah Perlak yang Bermazhab Syiah
Buah dari itu terciptlaah struktur hierarki intelektual dan moral dalam kepatuhan relatif yang terjuntai kepada otoritas mutlak dan suci. Tak hanya itu, karena keseimbangan itu setiap individu Syiah otomatis berpandangan inklusif, moderat, adaptatif dan toleran. Individu-individu itu pun menggelembung membentuk secara natural sebagai komunitas.
Komunitas Syiah di setiap daerah mudah bekembang sesuai karakteristik lokal dan faktor-faktor kontekstual yang mempengaruhi pola, gaya dan ciri khasnya masing-masing. Karena itu, dalam kesamaan keumatan universal, Syiah dan Sunni adalah satu entitas keislaman, dalam kesamaan keumatan partikular, komunitas-komunitas Syiah di jagat ini adalah satu entitas kesyiahan. Dalam kesamaan universal sebagai umat Islam dan dan kesamaan universal di bawahnya sebagai umat Islam bermazhab Syiah (umat Syiah), ada kesamaan universal lain menjadi pembeda utama, yaitu kebangsaan atau keindonesiaan. Ia adalah bagian umat sekaligus bagian bangsa. Itulah Syiah Indonesia, para pengikut Ahlulbait Indonesia.
Ustaz Muhsin Labib Assegaf (Ketua Komisi Bimbingan dan Dakwah Dewan Syura ABI)
Baca juga : Apa Identitas Seorang Syiah? (bag 6)