Berita
Aksi Kamisan Tuntut Revolusi Mental Penguasa Negeri
Pemerintah telah menganggarkan milyaran rupiah untuk program Revolusi Mental. Jika program itu dirasa baik dan berdampak bagi masyarakat, tentu akan sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Mental siapa yang harus direvolusi? Dan bagaimana caranya? Ini yang sepertinya masih abstrak.
Jika Revolusi Mental memang harus dilakukan, hendaknya para pemangku jabatan menjadi objek pertama dari program ini. Mengapa? Karena mereka memiliki wewenang banyak hal terkait kebijakan yang berdampak bagi masyarakat. Mereka yang berkuasa dan mengendalikan kepentingan rakyat.
Terkait persoalan HAM, apa yang perlu direvolusi? Kita lihat, apakah pemerintah betul-betul memperhatikan persoalan HAM di negeri ini?
Jika kita berkaca pada kasus pelanggaran HAM yang hingga saat ini belum tuntas, seperti kasus Ahmadiyah, Muslim Syiah di Sampang, dan pelanggaran-pelanggaran HAM berat masa lalu yang terus disuarakan dalam aksi damai Kamisan hingga saat ini di depan Istana Negara, tentu kita bisa menilai, apakah mental para penguasa negeri ini sudah direvolusi?
“Apakah kita yang di sini bukan bagian dari Revolusi Mental? Kita menuntut untuk saudara-saudara kami yang dibunuhi bangsa sendiri,” kata Abdul Qadir dalam sebuah aksi damai Payung Hitam di depan Istana Negara, Kamis (21/1).
Aksi Kamisan untuk menyuarakan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM ini sendiri telah berlangsung selama 9 tahun lamanya.
Salah seorang anggota band SIMPONI (Sindikat Musik Penghuni Bumi) turut hadir dalam aksi Kamisan ke 9 tahun ini.
“Pemerintahan Jokowi harusnya malu, menang karena isyu HAM. Lawan tandingnya (Prabowo) kalah karena persoalan HAM,” ungkapnya.
Ia juga berharap agar persoalan terkait kasus pelanggaran HAM segera dituntaskan di negeri ini. (Malik/Yudhi)