Berita
Aksi Kamisan Tuntut Negara Atasi Macet Penuntasan Kasus HAM
Seperti jalanan Jakarta macet parah di sore hari, kemacetan serupa dirasakan juga oleh para pegiat HAM dari Jaringan Solidarias Korban untuk Keadilan (JSKK) dalam menuntut keadilan bagi korban pelanggaran HAM melalui Aksi Kamisan di depan Istana Negara, Jalan Merdeka Barat.
Bahkan macet Jakarta saban hari pun tidaklah separah dan sebanding lamanya dengan kemacetan penuntasan kasus bagi korban pelanggaran HAM yang dengan payung hitamnya masih tetap tersendat dan terus bertahan di depan Istana Negara itu.
“Ini adalah cara kami bertahan untuk memperjuangkan penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM,” terang Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Benardinus Realino Norman Irawan (Wawan), korban pelanggaran HAM Tragedi Semanggi I 1998.
Dengan menggenggam payung hitam, Sumarsih beserta sejumlah korban pelanggaran HAM, mahasiswa dan pegiat HAM, berdiri 500 meter menghadap ke gerbang Istana, seolah menanti sang presiden datang menghampiri mereka yang telah menunggu selama 9 tahun dengan menggelar Aksi Kamisan. Saat ini (16/4), aksi rutin itu pun sudah terhitung Kamisan ke-393.
“Kami masih menunggu terwujudnya komitmen Presiden Jokowi dalam visi-misi dan program aksinya untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu,” ucap Sumarsih saat tim ABI Press bertanya apa yang akan disampaikannya bila bertemu Presiden Joko Widodo.
Mungkin pelaku maupun korban sudah meninggal dunia, karena macetnya penegakan keadilan puluhan tahun lamanya, namun hal tersebut tidak mematahkan semangat Sumarsih dan kawan-kawanya, para pencari keadilan. Sebab bagi Sumarsih, permasalahan HAM tak lekang oleh waktu dan tidak akan surut oleh zaman.
“Jadi meski peristiwanya sudah lama dan presidennya selalu berganti, itu tetap menjadi tanggung jawab negara untuk menyelesaikannya, begitu amanah Undang-Undang Dasar 45,” pungkas Sumarsih. (Lutfi/Yudhi)