Berita
Aksi Kamisan Diancam Paksa Jauhi Istana
Memegang payung hitam bertulis kalimat tuntutan atas penuntasan pelanggaran HAM, puluhan orang berdiri berjajar menghadap Istana Kepresidenan yang berdiri megah sejak zaman Belanda. Tak ada orasi, tak terdengar bising pengeras suara mengganggu telinga penghuni Istana, tak ada pula pengendara jalan yang terganggu. Massa Aksi Kamisan itu hanya diam dan menatap ke arah Istana di kejauhan.
Hari ini, Kamis (19/11), seperti hari-hari Kamis lain selama 8 tahun berlalu, para keluarga korban pelanggaran HAM menuntut keadilan dari pemerintah. Alih-alih mendapatkan keadilan, kini dengan alasan UU No 9 Tahun 1998, mereka dipaksa melakukan aksinya menjauhi Istana.
Haris Azhar, Koordinator KontraS yang turut hadir di tengah Aksi Kamisan sore itu menganggap bahwa peraturan tersebut tidak memihak kepada mereka yang sedang mencari keadilan dan jika pemerintah melaksanakan UU 26/2000, maka Aksi Diam Payung Hitam Kamisan tidak akan pernah ada.
“Kalau ada aturan yang tidak memihak kepada orang yang mencari keadilan, itu bukan aturan. Itu sampah,” tegas Haris dalam refleksinya.
Aksi Kamisan dilakukan keluarga korban karena dianggap sebagai jalan terakhir yang bisa ditempuh untuk mendapatkan keadilan, setelah berbagai macam cara dilakukan dan tak ada tempat lain lagi yang bisa didatangi.
“Keluarga korban datang kesini dengan satu situasi dan satu sikap bahwa tidak ada lagi tempat yang bisa didatangi,” tegas Haris. “Tidak ada lagi kata-kata yang bisa diucapkan dan tidak ada lagi tempat untuk melapor,” lanjutnya.
Dengan tantangan yang semakin berat, Haris mengajak anggota Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) pada setiap minggunya semakin bertekad, semakin berani dan semakin solid guna terus menyuarakan ketidakadilan yang selama ini dialami keluarga korban pelanggaran HAM.
“Termasuk bagi betis kita yang masih kuat, bagi semua, untuk terus datang ke sini,” tegas Haris.
Kamisan ke 420 hari itu akhirnya berjalan sesuai jadwal meski di awal acara, Haris terpaksa harus bersitegang dengan pihak kepolisian yang memaksanya untuk menjauh dari seberang Istana.
Jika dengan berdiri di seberang Istana saja tak ada Presiden yang mendengar, buktinya selama 8 tahun tak ada Presiden yang peduli, lalu bagaimana jika acara Aksi Kamisan harus menjauh dari Istana? Akankah Presiden dapat mendengarkan mereka? (Lutfi/Yudhi)