Berita
Akidah: Manusia adalah Makhluk Mulia [2/7]
Pembahasan sebelumnya Akidah: Sang Pembebas Akal Manusia [1/7]
Di sisi lain, akidah Islam memandang kesalahan sebagai bukan karakter inheren manusia. Kesalahan itu realitas di luar diri manusia. Karena itu, ketika jatuh ke jurang kesalahan, manusia tidak akan berubah menjadi setan yang tidak mungkin kembali menjadi manusia. Akan tetapi, ia tetap menyandang gelar manusia, manusia yang bersalah, dan pintu taubat masih terbuka lebar baginya guna memperbaiki kesalahannya itu. Inilah rahasia pandangan Islam yang agung terhadap manusia.
Islam tidak menakut-nakutinya dengan teori inherenisme kesalahan, sebagaimana yang diyakini sebagian agama non-Islam. Islam selalu berusaha mengeluarkan manusia dari lembah kesalahan, mendorongnnya untuk selalu mengangkat nilai dirinya dan mengingatkan akan luasnya ampunan dan rahmat Allah sehingga tidak putus asa darinya.
Dalam Islam tidak terdapat “kursi pengakuan dosa”, sebagaimana yang terdapat dalam ajaran umat Kristiani. Sebaliknya, ulama Islam selalu menganjurkan kepada kita untuk menutupi aib dan dosa-dosa orang lain sebisa mungkin, karena Allah Swt menyukai hal itu.
Ashbagh bin Nabatah menceritakan bahwa seseorang menemui Amirul Mukminin as seraya berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya aku telah berzina, maka, sucikanlah diriku ini.”
Amirul Mukminin as berpaling darinya, kemudian berkata kepadanya, “Duduklah!” Setelah itu, beliau menghadap ke arah hadirin seraya berkata, “Ketika salah seorang dari kalian mengerjakan kejelekan ini (zina), apakah ia tidak mampu untuk merahasiakan perbuatan tersebut sebagaimana Allah Swt telah merahasiakannya?”
Akidah Islam memandang manusia sebagai makhluk mulia yang memiliki kedudukan penting di jagad raya ini. Hal ini dapat diketahui dari kepercayaan Allah Swt kepadanya untuk menjadi khalifah-Nya di muka bumi ini. Karena itu, selayaknya ia melaksanakan tugas tersebut sebaik-baiknya dan bersyukur kepada-Nya atas anugerah agung dan hidayah memeluk agama yang haq ini.
Seseorang bertanya kepada Amirul Mukminin as, “Mengapa anda cinta untuk bertemu Allah?” Beliau menjawab, “Tatkala aku melihat Dia telah menganugerahkan kepadaku agama, para malaikat, rasul, dan nabi-Nya, aku tahu bahwa Dzat yang telah memuliakanku dengan agama ini, tidak akan melupakanku. Karena itu, aku rindu menjumpai-Nya.” [Irsyadul Qulub 1-2 : 133]
Markaz ar-Risalah, “Peran Akidah”