Berita
Ajakan Al-Quran dan Hadis untuk Berpikir tentang Tanda-tanda Kebesaran Allah Swt
Ada banyak ayat Al-Quran yang mengajak untuk berpikir, merenung, dan mengingat tanda-tanda kebesaran Allah Swt. Sebagian dari ayat suci tersebut mengajak berpikir dengan cara yang bermacam-macam, di antaranya:
“Sesungguhnya padanya ada tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir.” (QS. al-Nahl: 11 den 69)
“Sesungguhnya padanya ada tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir?” (QS. al-Ra’d: 3; al-Zumar: 42; dan al-Jatsiah: 13)
“Agar mereka berpikir!.” (QS. al-Hasyr: 21; al-A’raf: 176)
Terkadang ajakan ini disampaikan dalam ayat dengan pola berhadap-hadapan, seperti: “Demikianlah Allah menerangkan tanda-tanda-Nya kepada kamu agar kamu berpikir.”
Ayat seperti itu pun banyak disebutkan dalam Al-Quran, yaitu yang mengajak manusia untuk memahami, berpikir, memuji orang yang mau menggunakan akalnya untuk berpikir, dan mencela orang yang tidak mau menggunakan akalnya (makna ini setidaknya terkandung dalam 46 ayat).
Kebalikan dari ayat demikian, tidak mau berpikir merupakan sebagian dari tanda ahli neraka: “Seandainya dulu kami mau mendengar dan berpikir, (tentu) sekarang ini kami tidak berkumpul bersama-sama dengan ahli neraka.” (QS. Al-Mulk: 10)
Ayat suci ini juga menegaskan bahwa neraka bukan tempat bagi orang yang berpikir.
Calon Penghuni Neraka
Al-Quran menjelaskan sesungguhnya orang yang tidak mau mendengar, tidak mau melihat, dan tidak mau berpikir sebagai calon penghuni nereka, meski mereka memiliki telinga, mata, dan akal. Contoh ayat berikut ini: “Sesungguhnya neraka itu dipersiapkan untuk kebanyakan jin dan manusia. Karena mereka memiliki hati (akal), tetapi tidak mau berpikir, memiliki mata, namun tidak mau melihat, dan memiliki telinga tetapi tidak mau mendengar. Mereka seperti binatang ternak, bahkan lebih buruk darinya. Mereka adalah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 179)
Nilai Berpikir
Senada dengan keterangan Al-Quran, berpikir memiliki nilai tinggi. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Imam Ali Ridha as berkata: “lbadah bukan dengan banyak salat atau puasa. Sesungguhnya hakikat ibadah adalah memikirkan penciptaan Allah yang Maha Gagah dan Agung.” (Ushul al-Kafi, jilid 2, al-Tafakur wa al-Iman, Bab al-Tafakur, hal 45)
Hadis lain meriwayatkan: “Kebanyakan ibadah Abu Dzar adalah memikirkan tanda-tanda kebesaran Allah.”
Seseorang bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq as, “0rang-orang membawakan ucapan Rasulullah bunyinya, “berpikir satu jam lebih baik dari ibadah semalaman.”
Apa maksud ucapan beliau ini dan bagaimana seharusnya berpikir?”
Imam as menjawab, “saat kamu melewati reruntuhan bekas bangunan atau rumah yang tak Iagi berpenghuni, katakanlah, “ke mana penghunimu, apa yang terjadi dengan mereka dan mengapa kamu tak bicara?”
Imam Ali as berkata: “Berpikir itu mendorong pada kebaikan dan pengamalannya.” (Safinah al-Bihar, sub judul “Fikr”)
Said Husain Husaini, “Bertuhan dalam Pusaran Zaman”