Berita
Adaptasi Fungsi MUI di Masa Orba dan Masa Reformasi
MUI, Dulu dan Kini
Trauma terhadap paham Komunis yang telah terstigma negatif di Indonesia memunculkan lembaga bernama Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1975.
Hal tersebut disampaikan oleh Syafiq Hasyim, Ph.D dari International Center for Islam and Pluralism (ICIP) dalam sebuah dialog di Komunitas Utan Kayu beberapa minggu lalu(24/9). Selain itu menurut Syafiq, lahirnya MUI juga disebabkan oleh trauma atas sejumlah pemberontakan yang dilakukan oleh beberapa kelompok yang mengatasnamakan Islam.
Maka, pada masa itu dibentuklah MUI untuk mendukung agenda Orde Baru dalam menjalankan pemerintahan anti komunisnya.
Namun setelah Soeharto lengser pada tahun 1998 dan berganti dengan masa Reformasi, bagaimana posisi MUI selanjutnya?
Syafiq menerangkan, pada awal terbentuknya, setidaknya ada tiga fungsi MUI pada masa itu, yaitu:
1. MUI berposisi lebih dekat kepada penguasa daripada sebagai pelayan umat –Khadim al-Hukuma-, ini merupakan istilah yang sering digunakan oleh para ulama MUI pada masa itu. Maksudnya adalah fungsi MUI memberikan nasihat-nasihat dan menjawab jika ada pertanyaan dari pemerintah. “Misalnya ada pertanyaan dari beberapa departemen di pemerintahan tentang hukum agama, maka MUI yang akan menjawab,” terang Syafiq.
2. MUI Sebagai penjaga Pancasila. Dasar perjuangan MUI saat itu adalah Pancasila. “Hal ini menegaskan bahwa ideologi organisasinya adalah Pancasila,” ujar Syafiq.
3. MUI Sebagai Payung bagi organisasi-organisasi Islam yang ada di Indonesia. Hal ini menurut Syafiq adalah untuk memudahkan pemerintah berkomunikasi dengan para ulama, sehingga pemerintah yang berkuasa tidak perlu repot-repot harus berkomunikasi dengan NU, Muhammadiyah atau ormas Islam lainnya. Maka dari itu istilah yang dipakai adalah ‘payung.’ “Sebagai payung itulah nanti MUI akan berbicara kepada pemerintah tanpa harus mengatasnamakan organisasi-organisasi Islam yang ada,” terang Syafiq.
Ketika Reformasi datang dan menggulung masa Orde Baru, MUI mengalami pergeseran dan perubahan. Bagi Syafiq, Reformasi merupakan momentum luar biasa bagi MUI sebab tanpa adanya reformasi, maka MUI tidak akan bisa sekuat sekarang.
Perubahan ini terungkap dalam MUNAS (Musyawarah Nasional) MUI tahun 2000, yaitu:
1. Perubahan dasar ideologi MUI, dari Pancasila kepada Islam. “Jadi tahun 2000 itu MUI mengatakan bahwa dasar perjuangan MUI itu adalah Islam bukan lagi Pancasila,” ungkap Sayfiq.
2. MUI mengubah orientasinya kepada umat, yaitu proses kebalikan dari yang semula dekat kepada negara menjadi dekat kepada umat Islam –Min Khadim al-Hukuma ila Khadim al-Umma. “Melakukan pembelaan terhadap kepentingan umat Islam,” seperti menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan atau menjadi isu di tengah umat Islam.
3. Pergeseran istilah dari Payung Umat Islam menjadi Tenda Umat Islam. Ini merupakan simbolisme MUI untuk mengubah citra, sebab kalau ‘payung’ itu kemampuannya sebagai pelindung relatif kecil, tapi kalau ‘tenda’ itu jauh lebih besar. “Artinya, kemampuan MUI untuk memfungsikan dirinya sebagai pelindung umat Islam itu lebih besar sekarang daripada jaman sebelum Reformasi,” tegas Sayfiq.
Apa yang dipaparkan oleh Syafiq diamini oleh Chalil Nafis, Ph.D, Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, sebagai perwakilan MUI pada malam itu. Menurut Nafis, apa yang dipaparkan oleh Syafiq cukup komprehensif dan objektif. Namun Nafis menjelaskan bahwa perubahan fungsi yang terjadi pada MUI di masa Reformasi tidak terlepas oleh dua faktor yang muncul dari luar MUI.
Faktor pertama adalah adanya arus besar demokratisasi yang memunculkan Jaringan Islam Liberal (JIL), Ormas Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Faktor Kedua adalah munculnya isu-isu lama di Indonesia seperti Partai Bulan Bintang (PBB) sebagai kepanjangan dari Masyumi atau Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang kembali menggunakan dasar Islam.
Maka dua faktor itu yang mendorong MUI untuk menjadi sebuah lembaga formal untuk menjadi sandaran bagi ormas atau partai politik yang berbasis Islam.
“Maka didoronglah MUI yang awalnya dari payung menjadi tenda, dari Khadim al-Hukuma menjadi Khadim al-Umma,” terang Nafis.
Perubahan arah fungsi MUI dari masa Orde Baru ke masa Reformasi menunjukkan bahwa MUI beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang berkembang di Indonesia.
Maka, apakah jika kondisi dan situasi perpolitikan dan pemerintahan di Indonesia suatu saat kembali berubah, mungkinkah MUI akan berfikir ulang tentang fungsi mereka saat ini? (Lutfi/Yudhi)