Berita
Adab-Etika Masuk Masjid
Adab-Etika Masuk Masjid
Minggu pagi, Masjid Istiqlal dipadati pengunjung. Pedagang sudah berjejer di halaman masjid dan orang-orang tampak sibuk menawarkan plastik pembungkus alas kaki kepada jemaah maupun wisatawan yang hadir.
Berlokasi di Ibukota Jakarta, masjid ini dinobatkan sebagai masjid terbesar se Asia tenggara yang dapat menampung sebanyak 200.000 jemaah. Dibangun pada tahun 1951 pada masa pemerintahan Ir. Soekarno, masjid ini tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tapi juga menjadi daya tarik bagi wisatawan baik dalam maupun luar negeri.
Pengunjung datang berbondong-bondong dari berbagai daerah. Ada rombongan anak sekolah, ibu-ibu, dan para buruh pabrik yang sedang menikmati liburan berdatangan ke masjid ini.
Baca juga : Syakban dan Ramadhan, Hari Raya Kekasih Allah
Dari kejauhan, melalui pengeras suara terdengar ceramah seorang Ustaz yang tidak asing lagi suaranya karena sering muncul di televisi. Ia adalah Yusuf Mansyur yang tengah berceramah di dalam masjid. Pada saat yang sama, di luar masjid sedang berlangsung lomba pidato yang juga menggunakan pengeras suara. Suara menjadi saling berbaur antara ceramah Yusuf Mansyur dari dalam masjid dengan suara peserta lomba pidato di luar masjid. Namun hal itu tidak mengurangi antusias pengunjung yang datang. Sesekali mereka tertawa mendengar nada canda penceramah.
Seperti kita tahu, masjid merupakan tempat suci, tempat ibadah bagi umat Islam. Sudah seharusnya diperlakukan sebagaimana mestinya. Terlebih, sebagai salah satu masjid terbesar se Asia Teggara, Istiqlal seharusnya mampu menjadi cermin bagi masjid-masjid lainnya. Mulai dari kesopanan pengunjung, dan aturan-aturan memasuki masjid itu pun harus diberlakukan sesuai etika memasuki tempat yang disucikan umat Islam ini.
Penampilan Pengunjung Istiqlal
Zulkarnain datang bersama temannya, dari Cikarang. Hari minggu ini, ia sempatkan diri berliburan ke Istiqlal. “Baru pertama kali ini kesini,”tuturnya.
Seperti layaknya anak santri, ia datang dengan baju rapi dan menggunakan peci. Sepertinya ia sudah paham bagaimana memperlakukan suatu tempat yang akan ia kunjungi. Sebagian pengunjung lain pun juga demikian. Yang perempuan memakai jilbab rapi.
Dari kejauhan, tampak sepasang turis asing yang berpakaian ala Barat. Si laki-laki memakai celana pendek dan perempuannya berpakaian sedikit terbuka. Begitu mudahnya mereka masuk masjid karena aturan bagi pengunjung yang tidak begitu ketat. Di dalam masjid, ada juga perempuan berpakaian ala kadarnya; memakai celana jeans dan kaos pendek ketat. Kalau posisinya di mall atau di pantai tidak menjadi persoalan. Tapi bagi seorang Muslim, pemandangan seperti itu apalagi di dalam masjid tentu sesuatu yang akan dianggap berbeda.
Baca juga : Ahlulbait, Pohon yang Diberkati
Sesekali, tampak turis asing yang sudah memakai pakaian khusus pengunjung seperti piyama berwarna coklat. Mereka datang sekadar untuk jalan-jalan, melihat dan berfoto-foto. Tapi tak ada baju khusus bagi pengunjung wanita untuk menutupi rambutnya.
Setiawan, salah satu pengunjung dari Jakarta menilai kurang tepat mengunjungi masjid dengan pakaian terbuka. “Tapi ya bagaimana lagi, agama kan banyak, kalau dilarang takutnya dianggap diskriminasi,” tutur Setiawan. Menurutnya, mereka berpenampilan seperti itu karena belum mengenal Islam. “Kalau langsung dilarang akan timbul gesekan antar umat beragama,” tambahnya. Ia menilai perlu ada sosialisasi terutama bagi petugas masjid kepada para pengunjung terutama bagi non-Muslim.
Peraturan Pengunjung Masjid Istiqlal
Jumat (23/1) atau dua hari sebelumnya tim ABI Press sempat berkunjung ke masjid Istiqlal. Bertemu dengan salah satu petugas masjid bernama Jamal, ABI Press sempat berbincang dan menanyakan perihal aturan bagi pengunjung. Ia membenarkan bahwa aturan bagi pengunjung tidak terlalu ketat. “Orang Indonesia saja banyak yang tidak pakai jilbab, masak kita nyuruh orang luar harus makai. Ya sejauh ini yng penting pakaiannya sopan,”tutur Jamal. “Kalau pakaiannya terlalu minim ya tinggal dikasih pakaian khusus pengunjung,” tambahnya.
Pakaian sopan yang seperti apa? “Yang menutup aurat,”kata Jamal. Namun menurutnya, menutup rambut (bagi perempuan) belum menjadi bagian yang diwajibkan dalam berkunjung ke masjid Istiqlal.
Pandangan Agama Islam Terkait Etika Masuk Masjid
Berkenaan dengan hal itu, ABI Press mewawancarai Ustaz Alwi Husein, dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Madinatul Ilmi (STAIMI) Depok. Menurutnya, etika masuk masjid ini perlu dibedakan dan diperjelas dulu, etika bagi bagi umat Islam atau non-Islam. “Seperti halnya etika masuk gereja bagi orang Kristen dan orang Islam tentu juga berbeda,” tutur Alwi Husein.
Alwi Husein menerangkan bahwa tidak ada aturan yang mengikat untuk masuk masjid harus begini atau begitu, kecuali Masjid Nabawi dan Masjidil Haram. “Kalau masalah etika atau adab dibuat, saya rasa tidak mengikat. Dan tidak ada hukumannya kalau melanggar. Paling kan dibilang ini orang kurang beretika, itu saja,”tambahnya.
Baca juga : Imam Mahdi, Pusaka Penantian
Ia menambahkan bahwa setidaknya, etika yang harus dipenuhi dalam memasuki masjid adalah menutup aurat. “Namun aurat sendiri masih ada batasan lagi,” terangnya.
“Kepada turis-turis yang masuk Istiqlal, sebaiknya dihimbau kepada mereka, bagi yang ingin melihat tolonglah menghormati kami. Anda kan mau dihormati, maka hormatilah kami bahwa kami tidak senang dengan orang yang buka-bukaan aurat terutama bagi kaum wanita. Tidak harus menutup aurat rapat-rapat dengan jilbab, yang penting tidak terlalu vulgar gitu saja lah,”tambah Alwi.
“Kalau mereka dilarang masuk ke mushalla, dilarang masuk masjid, padahal mereka ingin tahu, kapan mereka mau kenal sama agama ini?” pungkasnya. (Malik/Yudhi)
Baca juga : Para Penanti Imam Mahdi Satu Identitas!