Berita
29 Dzulqa’dah, Hari Syahadah Imam Muhammad al-Jawad as
29 Dzulqa’dah adalah syahadah Imam Muhammad al-Jawad, putera suci Nabi Saw dari mata rantai Ahlulbait. Beliau syahid lewat kelicikan dan tipu daya penguasa Mu’tashim, Khalifah Abbasi, pada akhir bulan Dzulqadah 220 Hijriah. Beliau gugur syahid ditangan penguasa zalim ini dalam usia tidak lebih dari 25 tahun.
Baca Biografi Singkat Imam Muhammad Al-Jawad
Setelah kematian Ma’mun, saudaranya yang bernama Mu’tashim menduduki kekhalifahan. Dia dikenal sebagai orang yang kejam, jahat, dan berperangai buruk.
Pertama yang dilakukan Mu’tashim ialah memanggil Imam Al-Jawad as dari Madinah untuk kembali ke Baghdad. Setelah itu, mulailah dia merencanakan persengkongkolan dengan Ja’far, anak Ma’mun. Dia mendesak Ja’far agar membujuk saudara perempuannya, Ummu Fadhl supaya meracun suaminya sendiri, Imam Al-Jawad as.
Ummu Fadhl pun menyanggupi. Maka, ia bubuhkan racun ganas di dalam anggur, seakan-akan ia telah belajar dari ayahnya sendiri yang telah membunuh Imam Ali Ar-Ridha as dengan cara yang sama.
Demikian kesyahidan Imam Muhammad Al-Jawad as. Hal itu terjadi pada akhir Dzulqa’dah 220 H, pada usianya yang masih muda, 25 tahun. Jasad beliau dimakamkan di pemakaman Quraisy (kota Kazhimain sekarang) di samping makam datuknya, Imam Musa Al-Kazhim as. Pusara kedua Imam ini merupakan salah satu tempat ziarah kaum muslimin yang datang dari seluruh penjuru dunia.
Keimamahan
Keimamahan Imam Jawad as selama 17 tahun, yakni dari tahun 203 (setelah syahadahnya Imam Ridha as) sampai tahun 220 H/835. Salah seorang sahabat Imam Ridha as bertanya tentang penggantinya, Imam Ridha as dengan tangannya mengisyaratkan kepada putranya, Abu Ja’far (Imam Jawad as), yang berdiri di hadapannya.[ Syaikh Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 265] Dalam riwayat lain Imam Ridha as berkata, “Ini adalah Abu Ja’far yang aku dudukkan di tempat dudukku dan aku serahkan maqomku kepadanya. Kami adalah keluarga yang mana anak-anak kecil kami saling mewarisi dari para pembesar kami (yakni sebagaimana orang-orang dewasa mewarisi ilmu, anak-anak kecil kami juga mewarisi ilmu dari orang-orang besar, dengan tanpa perbedaan sama sekali).”[ Syaikh Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 266].
Imam Jawad melakukan komunikasi dengan para Syiahnya, dengan mengangkat para wakil di pelbagai kawasan dunia Islam. Di sini ada beberapa dalil kenapa beliau tidak berkomunikasi secara langsung dengan para Syiahnya dan malah menggunakan wakil, pertama adalah karena beliau berada di bawah pengawasan dan penjagaan penguasa, dan dalil yang lainnya adalah Imam hendak mempersiapkan ranah masalah kegaiban. Imam memiliki wakil atau para wakil secara terpisah di kawasan-kawasan Islam, seperti di Baghdad, Kufah, Ahwaz, Bashrah, Hamedan, Qom, Rey, Sistan dan Lashkar Gah. Demikian pula, komunikasi Syiah dengan Imam juga melalui surat menyurat. Banyak sekali pengatahuan dan permasalahan-permasalahan yang tersimpan dari beliau, dalam sebuah surat-surat yang ditulis kepada para Syiahnya.
Orang-orang Syiah mengutarakan banyak pertanyaan-pertanyaannya seputar fikih dan Imam menjawabnya. Dalam banyak tempat, nama dan tanda-tanda orang yang menulis surat kepada Imam diketahui dan dalam beberapa hal juga nama penulis surat tidaklah diketahui. Dalam buku Mausu’ah al-Imam al-Jawad, selain ayah dan anak Imam, dikumpulkan nama dan tanda-tanda 63 orang yang mana Imam melakukan komuniasi surat menyurat kepada mereka, yang termasuk kumpulan referensi hadis dan rijal, namun sebagian dari surat-surat itu ditulis dalam menjawab sekelompok orang-orang Syiah. Imam Jawad beberapa kali menulis surat kepada para perantaranya di berbagai kota, seperti Hamedan dan Lashkar Gah serta sebagian orang-orang Syiah Iran juga mengunjungi Imam, dengan pergi ke Madinah, ini semua adalah pertemuan-pertemuan antara Imam dan para Syiahnya, selain pertemuan-pertemuan yang berlangsung pada hari-hari haji.
Ucapan Para Pemuka Ahlusunah tentang Beliau
Pembicaraan dan dialog ilmiah Imam Jawad pada masa pemerintahan Makmun dan Mu’tashim yang menyelesaikan problem dan masalah-masalah ilmiah dan fikih menyebabkan kekaguman dan pujian para cendekiawan dan para peneliti Islam, baik itu dari kalangan Syiah maupun Ahlusunah, sampai-sampai banyak sekali dari mereka yang menganggap kepribadian ilmiah Imam adalah hal yang istimewa dan mereka menyanjungnya, di mana akan kami isyaratkan beberapa hal disini:
Sibth Ibn Jauzi mengatakan, “Dia dalam ilmu, takwa, zuhud dan kedermawanan berdasarkan metode ayahnya.”[ Sibth ibn Jauzi, Tazkira al-Khawash, hlm. 359]
Ibn Hajar Haitsami menulis, “Makmun memilih dia sebagai menantunya karena meskipun umurnya masih belia, namun dari sisi keilmuan, pengetahuan dan santun memiliki prioritas di atas semua para ilmuan.”[Haitsami, Ibn Hajar, al-Shawāiq al-Muhriqah, hlm. 206]
Fattal Nisyaburi menjelaskan bahwa, Makmun sangat tertarik denganya (Imam Jawad), karena meskipun dia masih belia namun dia sering melihat bahwa dari sisi keilmuan, hikmah, adab dan kesempurnaan akal, dia berada pada tingkatan tinggi yang mana tidak ada seorangpun dari para pemuka ilmiah pada waktu itu yang sampai pada landasan tersebut.[Fattal Nisyaburi, Raudhah al-Wā’idzin, hlm. 237]
Jahid Utsman Mu’tazili menuturkan Imam Jawad termasuk dalam bilangan kesepuluh orang dari Talibani (keluarga Abu Thalib), dimana tentang mereka dikatakan sebagai berikut, setiap dari mereka adalah alim, zahid, rajin beribadah, pemberani, dermawan, suci dan tersucikan.[Amili, Murtadha, Zendegāni Siyāsi Imām Jawad, hlm. 106]