Berita
25 Rajab, Hari Syahadah Imam Musa Kazhim as
Imam Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib as atau lebih dikenal dengan Imam Musa Kazhim adalah Imam ke-7 mazhab Ahlulbait. Pasca kesyahidan ayahandanya (Imam Shadiq as pada 148 H/765), Imam Musa as menjabat sebagai imam di usia 20 tahun. Masa imamahnya sezaman dengan empat khalifah pemerintahan Abbasiyah, mulai dari Mansur hingga Harun.
Dalam sebagian literatur disebutkan bahwa Imam Ja’far Shadiq as, dengan memperhatikan pelbagai kesulitan yang dimunculkan Bani Abbasiyah dan menyelamatkan Imam Kazhim as, memperkenalkan lima orang sebagai washinya. Imam Ja’far Shadiq as berulang kali memperkenalkan imam setelahnya kepada sahabat-sahabat terdekatnya. Namun langkah ini masih menyebabkan kebingungan bagi sebagian pengikutnya. Pada masa itu, sebagian sahabat terkemuka Imam Ja’far Shadiq as, seperti Mukmin Thaq dan Hisyam bin Salim, bahkan awalnya termasuk figur yang meragukan imamah Imam Musa Kazhim as. Pertama-tama, mereka mengira Abdullah Afthah -yang juga mengklaim dirinya- sebagai imam. Lalu mereka bertanya kepadanya tentang zakat. Namun, jawaban yang diberikan Abdullah Afthah kurang memuaskan keduanya. Lalu mereka menemui Imam Musa bin Jafar as dan mengajukan pertanyaan yang sama. Jawaban Imam Musa Kazhim as memuaskan mereka. Kontan, mereka pun menerima kepemimpinan (imamah) Imam Musa Kazhim as.
Baca juga Biografi Singkat Imam Musa Kazhim as
Berdasarkan riwayat yang disebutkan dalam Manaqib, suatu waktu, Imam Musa Kazhim as menyamar dan memasuki sebuah desa di Suriah (Syam). Di situ, beliau berdialog dengan seorang rahib yang akhirnya memeluk Islam bersama para pengikutnya. Terdapat laporan terkait debat-debat dan dialog-dialog Imam Musa Kazhim as dengan sebagian penguasa Abbasiyah, Abu Hanifah, serta pemuka agama lain seperti rabi Yahudi, pemuka Kristiani, serta atheis. Baqir Syarif Qarasyi mengumpulkan delapan dialog Imam Musa Kazhim as dengan judul Munazharah Imam al-Kazhim.
Harun ingin menunjukkan kekerabatan dan kedekatan Rasulullah saw dengan dirinya lebih dekat daripada Imam Musa bin Ja’far as. Lalu, Imam Musa Kazhim as menyatakan secara tegas bahwa hubungan dirinya dengan Rasulullah saw lebih dekat. Dialog-dialog Imam Musa bin Ja’far as dengan tokoh agama-agama lain juga dilakukan dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka yang berujung pada pernyataan mereka masuk Islam.
Dalam literatur-literatur mazhab Syiah dan mazhab Sunni, terdapat banyak laporan sehubungan dengan ketabahan dan kemurahan Imam Musa Kazhim as. Syaikh Mufid menilai bahwa Imam Musa Kazhim as merupakan sosok paling dermawan yang membawakan bekal pada malam-malam hari kepada orang-orang fakir Madinah. “Beliau di malam hari keluar rumah dan membawa kantung-kantung dirham dan membagi-bagikan kantung itu kepada siapa saja yang dilalui atau kepada orang-orang yang berharap kebaikannya sedemikian sehingga kantung-kantung uangnya menjadi pepatah dan perbincangan publik.”
Kalangan Ahlussunnah menghormati Imam Musa Kazhim as sebagai sosok yang alim. Para ulama memuji ilmu dan akhlak Imam Musa Kazhim as. Mereka juga menyebutkan kesabaran, kedermawanan, banyaknya ibadah, dan sifat-sifat mulia lainnya. Demikian pula banyak dilaporkan dalam literatur-literatur Ahlussunnah sehubungan dengan ketabahan dan ibadah Imam Musa Kazhim as. Sebagian ulama Ahlussunnah, seperti Sam’ani, berziarah ke pusara Imam Musa Kazhim as dan bertawasul kepada beliau. Abu Ali Khalal menyebutkan bahwa bilamana dirinya menemui kesulitan, ia akan berziarah ke pusara Imam Musa bin Ja’far as dan bertawasul kepadanya. Usai ziarah dan tawasul, segala kesulitan yang dihadapi kontan terpecahkan. (Baghdadi, Tarikh Baghdadi, jil. 1, hal. 133)
Kecemerlangan dan pengaruh Imam Musa Kazhim as yang begitu besar di tengah masyarakat kala itu membuat Harun khawatir akan melemahkan pemerintahannya. Sepanjang masa imamahnya, Imam Musa Kazhim as berulang kali dipanggil dan dipenjara oleh khalifah Abbasiyah. Kali pertamanya pada masa kekuasaan Mahdi Abbasi. Mereka memindahkan Imam Musa Kazhim as dari Madinah ke Baghdad berdasarkan perintah khalifah. Harun juga dua kali memenjarakan Imam Musa Kazhim as.
Detik-detik terakhir usia Imam Musa Kazhim as dihabiskan di penjara Sandi bin Syahik. Syaikh Mufid berkata, “Atas perintah Harun Rasyid, Imam Musa Kazhim as diberi racun yang sangat mematikan dan tiga hari setelah itu beliau as syahid. Dalam sebuah laporan sejarah juga disebutkan bahwa mereka mencekik Imam as dengan melilitnya dalam karpet. Kesyahidannya bertepatan dengan 25 Rajab 183/799 H di Baghdad. [Ishfahani, Maqatil al-Thalibin, hal. 417]
Selepas syahid, jenazah Imam Musa Kazhim as diletakkan di atas jembatan Baghdad atas perintah Sindy. Alasan mengapa jasad Imam Musa Kazhim as diletakkan di hadapan khalayak ramai, salah satunya untuk mengelabui khalayak bahwa Imam Musa Kazhim as telah wafat secara wajar.
Jasad Imam Musa bin Ja’far as lalu dimakamkan di Syuniziyah, persisnya di pemakaman keluarga Mansur yang dikenal dengan kompleks pemakaman Quraisy. Kompleks pemakaman ini kemudian lebih dikenal dengan Haram Kazhimain. Disebutkan bahwa alasan Bani Abbasiyah memakamkan Imam Musa Kazhim as di tempat ini adalah untuk mencegah, jangan sampai para pecinta Ahlulbait menjadikan pusaranya sebagai ajang pertemuan mereka.